Sentimen
Negatif (99%)
30 Apr 2023 : 22.10
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: New York

Kasus: Narkoba

Tokoh Terkait

Tagar RUU Pesanan Ramai Di Twitter, Netizen Khawatirkan Masa Depan Petani Tembakau

Akurat.co Akurat.co Jenis Media: News

30 Apr 2023 : 22.10
Tagar RUU Pesanan Ramai Di Twitter, Netizen Khawatirkan Masa Depan Petani Tembakau

AKURAT.CO Rencana pemerintah menyejajarkan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam satu kelompok zat adiktif lewat RUU Kesehatan menuai penolakan keras dari masyarakat luas.

DI media sosial Twitter, netizen menduga adanya campur tangan dari pihak asing dengan tujuan tidak baik dalam mengintervensi perumusan UU yang disusun dengan metode omnibus law ini. 

Salah satunya adalah akun @ourmyhobie yang memberi tanggapan pada berita terkait RUU Kesehatan. "Wah ternyata ini tuh dapat dana dan dikasih lewat Komnas PT [Komisi Nasional Pengendalian Tembakau]. Udah jelas kalau ini jadi rancangan undang-undang pesanan dong ya," cuit pemilik akun. Cuitan tersebut telah dibagikan ulang (retweet) puluhan kali.

baca juga:

Adapun pihak asing yang diduga menjadi pendana sehingga terbentuknya RUU adalah Michael Bloomberg lewat badan amal Bloomberg Philantropies. Michael Bloomberg sendiri merupakan mantan Wali Kota New York yang sejak lama sudah menjadi pendukung kuat kampanye anti-rokok di dunia, termasuk Indonesia.

Dugaan ini diperkuat dengan adanya pertemuan antara Michael Bloomberg dengan pihak Kementerian Kesehatan pada 2015 lalu. Salah satu isu yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah program pengendalian tembakau di Indonesia.

Pasca pertemuan tersebut, pada 2017, Komnas PT sempat melakukan studi dengan harapan agar rokok, minuman beralkohol, dan juga narkoba bisa dimasukkan dalam satu aturan yang sama dari sisi periklanan. Dengan demikian, aturan periklanan terhadap produk rokok akan sama ketatnya dengan produk minuman beralkohol, bahkan narkoba.

Saat ini, upaya untuk menyejajarkan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam satu kelompok zat adiktif pun memasuki spektrum dan perkembangan baru yang diakomodasi lewat Omnibus Law Kesehatan. Jika sampai diloloskan, aturan ini dikhawatirkan akan menimbulkan beragam dampak bagi industri tembakau nasional.

Salah satu dampak yang paling disorot oleh netizen, antara lain potensi kriminalisasi terhadap para petani tembakau di Indonesia. Pasalnya, jika tembakau memiliki posisi yang sama dengan narkotika dan psikotropika, maka dalam perkembangan ke depan, petani yang melakukan penanaman atau budidaya tanaman tembakau berpotensi menghadapi ganjaran hukum pidana. Potensi buruk lainnya adalah semakin terbatasnya pemanfaatan tanaman tembakau nasional yang pastinya akan sangat berdampak kepada kondisi kesejahteraan para petani tembakau Indonesia.

"Pemerintah ayo dong perhatikan, jangan sampe nih kebijakan kesehatan malah bikin masyarakat makin susah hidupnya gara-gara kebijakan seperti itu,"cuit akun @netqal.

Pemerintah diharapkan lebih berhati-hati dan mempertimbangkan dengan matang segala dampak yang mungkin timbul dan berpotensi merugikan para petani serta Indonesia secara lebih luas jika wacana penyamaan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam UU dimuluskan. 

Sebelumnya, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai rencana penyetaraan atau penyejajaran tembakau dengan narkoba hanya akan berujung mematikan industri hasil tembakau di Indonesia. 

Seperti diketahui, tembakau merupakan produk legal sementara narkoba jelas-jelas merupakan produk ilegal. Adanya penyetaraan ini berpotensi menimbulkan perlakuan diskriminatif serta aturan yang mengekang terhadap tembakau, seperti pada produk narkoba.

"Orang akan dilarang dan ditangkap polisi. Pemerintah harus bijak dalam membuat aturan," ujarnya.

Padahal, menurut Hikmahanto, selama ini industri tembakau Indonesia telah memberikan kontribusi besar kepada negara. Salah satunya dalam bentuk serapan tenaga kerja.

"Memangnya lapangan kerja mudah sekarang? Berapa tenaga kerja yang akan kehilangan pekerjaan?" tegasnya.[]

Sentimen: negatif (99.2%)