Sentimen
Positif (99%)
30 Apr 2023 : 12.15
Partai Terkait

Anies Baca Buku Principles for Navigating Big Debt Crises, PDIP: Utang Tak Cukup Hanya Dibaca, Tapi Dikelola dan Diselesaikan

30 Apr 2023 : 12.15 Views 5

Jitunews.com Jitunews.com Jenis Media: Nasional

Anies Baca Buku Principles for Navigating Big Debt Crises, PDIP: Utang Tak Cukup Hanya Dibaca, Tapi Dikelola dan Diselesaikan

JAKARTA, JITUNEWS.COM - Bendahara Megawati Institute, Darmadi Durianto menyoroti Anies Baswedan yang membagikan kegiatannya dengan mengunggah momen sedang membaca buku dengan judul "Principles for Navigating Big Debt Crises" (prinsip-prinsip menangani krisis utang dengan baik) karya Ray Dalio.

Darmadi Durianto berpandangan bahwa utang bukanlah hal tabu dalam sebuah sistem ekonomi.

Menurutnya, utang merupakan instrumen penting dalam struktur ekonomi di negara manapun.

Tanggapi Jokowi soal Subsidi BBM, Said Didu: APBN Gak Kuat karena Dipakai Bayar Utang

"(Utang) adalah instrumen/pilar penyangga. Skema utang sebenarnya hanya ditujukan untuk kegiatan pembangunan yang sifatnya produktif. Misal untuk infrastruktur. Kecuali kita mau jadi negara yang mengisolasi diri dan mampu menjalankan negara tanpa utang. Tapi itu mustahil sangat utopis," ucap Politikus PDIP itu kepada wartawan, Sabtu (29/04/2023).

Darmadi menjelaskan, ketika satu negara berutang dari negara-negara pendonor dan lembaga keuangan dunia (IMF, WB dan lainnya) tentu sudah melalui kalkulasi yang berpijak pada konstitusi.

"Tidak sembarangan satu lembaga memberikan utang ke satu negara tentu melalui tahap seleksi dan analisis yang kuat. Indonesia misalnya diberikan utang karena dianggap PDBnya cukup kredibel ditambah proyeksi pertumbuhan ekonominya dianggap cukup meyakinkan dan pemerintah pun berpegang pada regulasi yang ada (paham soal batas pinjaman yang tak melebihi 3% PDB)," papar Anggota Komisi VI DPR RI itu.

Menurutnya, jika utang melulu dikonotasikan negatif maka, hal tersebut bertolak belakang dengan realitas sebenarnya.

"Ketika dipinjamkan utang itu artinya satu negara dianggap cukup sejahtera dan dianggap mampu membayarnya. Ini kan teori sederhana saja," ujarnya.

Yang jadi persoalan, kata dia, ketika instrumen utang ditarik ke dalam wilayah politik praktis yang sama sekali tidak punya kapasitas untuk menjabarkannya.

"Kalau masuk wilayah politik, utang kan hanya dibaca saja tidak diselesaikan. Padahal utang itu tidak cukup hanya di baca akan tetapi perlu dikelola dan diselesaikan dengan membaca konstitusi secara benar," sindirnya.

Darmadi menjelaskan, setidaknya ada sejumlah cara untuk menyelesaikan utang berdasarkan point penting dalam buku Principles for Navigating Big Debt Crises itu.

"Ada sejumlah resep penting dalam buku itu bagi pembuat kebijakan utamanya terkait cara menurunkan utang. Pertama, penghematan. Kedua, default utang dan restrukturisasi. Ketiga, pencetakan uang oleh bank sentral. Keempat, transfer uang dari orang dengan kemampuan ekonomi lebih kepada mereka yang di bawahnya," papar Darmadi.

Menurutnya, jika melihat empat point penting tersebut, hal itu selaras dengan sejumlah kebijakan yang sudah dibuat pemerintah saat ini.

"Soal penghematan misalnya, bagaimana pemerintah Jokowi terus menggaungkan tentang alokasi APBN untuk belanja pegawai diminimalkan, rapat-rapat di tempat-tempat mewah kan dihapus, sejumlah lembaga negara yang kurang produktif juga banyak ditiadakan, belum lagi soal kebijakan pembagian dana tunai (bantalan sosial) bagi masyarakat dengan ekonomi kurang berdaya. Semua ini saya kira relevan dengan apa yang jadi intisari buku Principles for Navigating Big Debt Crises itu," katanya.

Darmadi kembali menjelaskan, ketika suatu pemerintahan mengakses pinjaman atau utang dari negara luar atau lembaga keuangan dunia, itu sudah melalui proses yang konstitusional.

"Pemerintah dipandu konstitusi dan semuanya dilakukan secara transparan karena berpijak pada sistem ketatanegaraan yang kredible (melalui persetujuan DPR). Alangkah baiknya, sebelum membaca soal prinsip-prinsip menangani krisis utang, memahami konstitusi dan membacanya dengan baik itu jauh lebih konkret," tegasnya.

Bicara soal utang pemerintah saat ini, jelas dia, semua masih dalam batas yang normal setidaknya berdasarkan UU Keuangan Negara.

Batas normal itu, kata dia, bisa dilihat melalui beberapa indikator di mana pemerintah mampu mengelola utang dengan baik. Baik itu, utang luar negeri maupun utang dalam negeri.

"Debt Service Ratio mengalami penurunan cukup signifikan, data Bank Indonesia (BI), terkait DSR Tier-1 kuartal III-2022 tercatat sebesar 16,9% atau turun dari kuartal II-2022 yang sebesar 17,92%, ini menunjukan indikator pengelolaan utang kita makin membaik. Jumlah pinjaman dalam negeri pun masih terbilang rendah yaitu ada di angka Rp 14,74 triliun dari PDB kita yang mencapai dua ribuan triliun," paparnya.

"Jadi, utang tak cukup dibaca dengan bacaan politis dan pencitraan. Tapi, sekali lagi utang mesti dikelola dan diselesaikan dengan baik. Itu resepnya!" tutup Darmadi.

Utang Pemerintah Capai 7.163 Triliun, DPD: Presiden Harus Fokus Jaga Stabilitas Ekonomi

Sentimen: positif (99.9%)