Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Washington, Seoul, Moskow
Tokoh Terkait
AS Janji Perkuat Komitmen Keamanan dan Pertahanan Korsel
Detik.com Jenis Media: News
Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol tiba di Washington pada pekan ini untuk meminta jaminan keamanan dari mitranya, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, sehubungan dengan meningkatnya ancaman yang ditimbulkan oleh Korea Utara.
Berbicara kepada pers di Gedung Putih pada hari Rabu (26/04) setelah pertemuan dengan Presiden Yoon, Biden mengatakan, "serangan nuklir oleh Korea Utara terhadap Amerika Serikat, sekutu-sekutu atau mitra kami, tidak dapat diterima dan akan berakibat pada berakhirnya rezim mana pun yang melakukan tindakan seperti itu."
Posisi komitmen AS itu terperinci dalam pernyataan bersama dalam bentuk pencegahan yang diperluas, berjudul Deklarasi Washington, yang juga mengumumkan rencana pembentukan Kelompok Konsultatif Nuklir yang dirancang untuk meningkatkan hubungan keamanan kedua negara.
"Ini adalah tentang memperkuat pencegahan dan respons terhadap perilaku eskalasi DPRK (Republik Demokratik Rakyat Korea)," tambah Biden.
Kedua pemimpin juga telah membahas peningkatan pelatihan militer bersama dan langkah-langkah untuk mengintegrasi kemampuan pertahanan Korea Selatan dalam upaya penangkalan strategis bersama yang lebih baik lagi terhadap ancaman Korea Utara.
Biden janji berkunjung ke pelabuhan kapal selam nuklirPara analis politik berpendapat bahwa komitmen Presiden AS Joe Biden tersebut sejalan dengan posisi presiden-presiden sebelumnya sejak pemerintahan Bill Clinton, yang dimulai pada tahun 1993.
Kim Sang-woo, mantan politisi dari Kongres Politik Baru yang berhaluan kiri dan sekarang menjadi anggota dewan Yayasan Perdamaian Kim Dae-Jung, mengatakan bahwa, "dari sudut pandang Korea Selatan, tanggapan spesifik dari AS dan bagaimana AS akan mempertahankan Korea Selatan dari kemungkinan serangan nuklir Korea Utara sangat disambut baik oleh Yoon."
"Pernyataan itu dimaksudkan untuk membuat rakyat dan pemerintah Korea Selatan merasa lebih aman dan meredam seruan agar Korea Selatan dapat mengembangkan senjata nuklirnya sendiri untuk melawan ancaman Korea Utara tersebut," tambah Kim Sang-woo kepada tim DW. "AS ingin Seoul tetap berpegang pada Perjanjian NonProliferasi Nuklir dan tidak mengembangkan nuklir sendiri, dan janji-janji semacam ini yang membantu hal tersebut," tambahnya.
Biden juga mengindikasikan bahwa dia tidak akan mendukung pengembalian senjata nuklir taktis AS ke Korea Selatan.
"Maksud dari deklarasi ini adalah bahwa kami akan melakukan segala upaya untuk berkonsultasi dengan sekutu kami pada saat yang tepat," jelas Biden. "Intinya di sini adalah kerja sama yang lebih erat, konsultasi yang lebih erat, dan kami tidak akan menempatkan senjata nuklir di semenanjung itu."
Elemen kunci dari bentuk dukungan AS yang diperbarui untuk Seoul itu adalah janji dalam pembuatan kapal selam nuklir AS dan melakukan kunjungan ke pelabuhan di Korea Selatan, hal yang sebelumnya tidak pernah terjadi selama lebih dari 40 tahun.
Daniel Pinkston, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Troy Seoul, mengatakan kepada tim DW bahwa perjanjian keamanan terbaru antara kedua negara harus lebih diperluas, karena tantangan yang ditimbulkan oleh perang dunia maya dan ruang angkasa terus meningkat.
"Pada dasarnya, Korea Selatan menginginkan aset strategis yang lebih terlihat dan AS bersedia untuk menyediakannya ... yang membuat sebagian besar pertemuan di Washington menjadi simbolis dan hanya merupakan latihan untuk memberikan sinyal," kata Pinkston. "Namun, sinyal tersebut ditujukan langsung ke Korea Utara," tambahnya.
Yoon isyaratkan adanya kemungkinan bantuan militer untuk UkrainaKedua pemimpin juga membahas konflik yang sedang berlangsung di Ukraina. Baik NATO maupun pemerintahan Biden, keduanya telah mendorong Korea Selatan untuk menyediakan amunisi bagi militer Ukraina. Namun, Undang-Undang Perdagangan Luar Negeri Korea Selatan melarang penjualan senjata mereka ke negara-negara yang sedang berperang.
Namun, Seoul telah memberikan bantuan kemanusiaan sebesar 100 juta dolar AS (setara dengan Rp1,46 triliun) kepada Kyiv, sejak perang dimulai pada bulan Februari 2022. Selain itu, Korsel juga telah menjanjikan dana sebesar $130 juta (setara dengan Rp1,9 triliun) pada bulan Maret lalu, untuk mendukung keberlanjutan kebutuhan kemanusiaan dan infrastruktur di Ukraina.
Yoon mengatakan bahwa pemerintahannya telah menilai kembali cara untuk membantu mempertahankan dan membangun kembali Ukraina, seperti halnya Korea Selatan yang telah menerima bantuan internasional selama Perang Korea pada tahun 1950-1953.
Pernyataan Seoul tersebut jelas menuai kritik dari Moskow. Namun, Kim Dae-jung dari Yayasan Perdamaian mengatakan bahwa masyarakat Korea Selatan merasa bahwa ini adalah sikap yang tepat untuk diambil dan bahwa pemerintah Korsel mendapatkan dukungan penuh dalam mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Rusia.
(kp/ha)
(ita/ita)Sentimen: positif (100%)