Dunia Dilanda Krisis Solar, RI Tak Gentar!
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia dikabarkan sedang dialnda krisisnya pasokan bahan bakar minyak (BBM) jenis diesel atau solar. Salah satu contoh misalnya adalah Amerika Serikat (AS) yang saat ini hanya memiliki cadangan pasokan solar selama 25 hari.
Lantas dengan adanya krisis diesel atau solar tersebut, apakah akan berdampak besar bagi pasokan solar di Indonesia?
Direktur Eksekutif Reforminer Komaidi Notonegoro menilai dari sisi pasokan, Indonesia memang tidak akan terdampak signifikan. Pasalnya, produk utama yang dihasilkan dari kilang minyak RI salah satunya adalah jenis solar.
Namun dari segi harga, pemerintah perlu bersiap diri. Mengingat krisis solar global yang terjadi akan turut mengerek harga jual BBM tersebut baik di level internasional maupun di dalam negeri.
"Kalau harga di internasional naik tentu harga di dalam negeri juga ikut naik. Nanti ada urusannya di APBN karena ada yang sebagian disubsidi seperti bio solar kalau untuk ketahanan energi saya kira gak perlu dikhawatirkan," kata Komaidi dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (7/11/2022).
Menurut Komaidi hal tersebut terjadi lantaran pemerintah menggunakan acuan MOPS (Mean of Platts Singapore) untuk menentukan harga patokan BBM. Sementara MOPS sendiri dipengaruhi adanya supply and demand BBM global.
"Kalau permintaan meningkat dan MOPS juga meningkat, sementara selisih harganya akan jadi beban keuangan negara," katanya.
Oleh sebab itu, Komaidi meminta supaya subsidi solar di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat diantisipasi. Mengingat krisis solar global bakal berdampak pada harga jual BBM di dalam negeri.
"Kalau suplai sendiri keamanannya sendiri saya kira gak perlu dikhawatirkan. Yang perlu diantisipasi adalah bagaimana risiko fiskal," ujarnya.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha berharap supaya krisis pasokan yang terjadi di Amerika tidak berlangsung lama. Dengan begitu hal tersebut tidak berdampak pada harga jual solar di dalam negeri.
Menurut Satya, jika kenaikan solar dunia berlangsung lama dikhawatirkan akan terdapat migrasi dari pengguna solar subsidi ke non subsidi di dalam negeri. Apalagi, harga solar subsidi kini masih di banderol di level Rp 6.800 per liter.
Sementara solar non subsidi seperti dexlite dibanderol di level Rp 18.000 per liter. Artinya, ada perbedaan harga sekitar Rp 11.200 per liter.
"Nah kalau ini berlangsung lama tentunya akan berpengaruh kalau itu berpengaruh otomatis lonjakan harga akan terjadi dan berlangsung cukup lama sehingga disparitas solar dan non subsidi menjadi semakin lebar. Itu akan berpengaruh dan menggerus keuangan negara," kata dia.
[-]
-
Jangan Kaget Harga Solar Makin Mahal, Ini Biang Keroknya..(pgr/pgr)
Sentimen: positif (96.9%)