Sentimen
Positif (66%)
26 Apr 2023 : 05.58
Informasi Tambahan

Event: Salat Idul Fitri

Kab/Kota: Sukabumi, Pekalongan

Kasus: pembunuhan, bullying

Tokoh Terkait

Soal Darah Muhammadiyah Halal, SETARA Institute Sebut Ucapan Andi Pangeran Hasanuddin Telah Penuhi Unsur Pidana

26 Apr 2023 : 05.58 Views 1

Jitunews.com Jitunews.com Jenis Media: Nasional

Soal Darah Muhammadiyah Halal, SETARA Institute Sebut Ucapan Andi Pangeran Hasanuddin Telah Penuhi Unsur Pidana

Pernyataan Hasanuddin yang disertai ancaman pembunuhan mengafirmasi dan mendukung pernyataan provokatif Professor BRIN Thomas Djamaludin

JAKARTA, JITUNEWS.COM- Pernyataan provokatif terkait perbedaan Hari Raya Idul Fitri 2023 antara pemerintah dan Muhammadiyah telah menyulut kebencian seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangeran Hasanuddin.

Pernyataan Hasanuddin yang disertai ancaman pembunuhan mengafirmasi dan mendukung pernyataan provokatif Professor BRIN Thomas Djamaludin, yang juga rutin menyebarkan pendapat terkait perbedaan penetapan Hari Raya Idul Fitri, tetapi sangat tendensius dan sinikal pada ijtihad Muhammadiyah.

Diketahui A.P Hasanuddin telah mengakui cuitannya di media sosial sekaligus menegaskan bahwa akun yang bersangkutan bukan di-hack dan telah meminta maaf melalui pernyataan terbuka.

Pekalongan dan Sukabumi Diduga Larang Muhammadiyah Salat Id di Lapangan, Putri Gus Dur: Harusnya Ini Tak Terjadi

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan mengatakan permintaan maaf dan pengakuan Hasanuddin boleh diapresiasi tetapi tidaklah cukup untuk menyelesaikan masalah.

Menurutnya perbuatan Hasanuddin telah memenuhi unsur pidana, baik dari sisi tindakan penghasutan, ujaran kebencian, maupun dampak perbuatannya yang menimbulkan kegaduhan.

"Pernyataan Hasanuddin bukanlah bentuk kebebasan berpendapat bukan pula kebebasan bagi seorang peneliti," ujar Halili Hasan di Jakarta, Selasa (25/4/2023).

Dalam hal ini, Halili mengatakan cara beberapa pemikir merespons perbedaan Hari Raya menunjukkan penerimaan atas perbedaan dan keberagaman begitu rapuh dan miskin perspektif.

" Alih-alih menjadi penyeru toleransi atas perbedaan, sejumlah pemikir justru melakukan bullying terhadap kelompok yang berbeda. Inilah salah satu filosofi mengapa ujaran kebencian, diskriminasi, penghasutan kemudian dikualifikasi sebagai tindak pidana," bebernya.

Bahkan SETARA Institute sejak lama memperkenalkan istilah  condoning dan pelarangannya bagi pejabat publik.

Condoning yang diartikan sebagai pernyataan pejabat publik yang berpotensi menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu dan berpotensi menimbulkan kekerasan, secara etis adalah pelanggaran serius, sekalipun condoning belum dikualifikasi sebagai tindak pidana.

Oleh karena itu, selain mendorong terus penghargaan atas kemajemukan, publik juga mesti memperjuangkan kebertahanan kemajemukan itu. Bukan hanya menerima pluralisme sebagai fakta sosio-antropologis bangsa, tetapi juga mempertahankan pluralisme itu tetap eksis.

"Jika tindakan seperti yang dilakukan A.P Hasanuddin dibiarkan, maka atas nama pluralisme pula orang bisa melakukan represi terhadap yang lain," tegas Halili.

SETARA Institute mendesak Kapolri untuk merespons dan menyikapi secara cepat dan tepat peristiwa ini, termasuk merespons secara presisi sejumlah laporan yang akan dilayangkan oleh beberapa pihak.

" Pembiaran tindakan seperti yang dilakukan oleh A.P Hasanuddin akan mendorong terjadinya normalisasi kebencian dan nornalisasi pluralisme represif," tukasnya.

Hari Raya Idul Fitri 2023 Jatuh pada Tanggal Berapa? Ini Jadwal Versi Muhammadiyah, NU, dan Pemerintah

Sentimen: positif (66.7%)