Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Bogor, Gunung, Jepara
Usai Bertapa di Gunung Muria, Ki Walang Seto Top Manajer Putuskan jadi Musafir
Krjogja.com Jenis Media: News
Ki Walang Seto (youtube/ngaji roso)
Krjogja.com - Sampai kapan kita akan mengejar duniawi? Jalan hidup seseorang tentu dalam mencapai puncak kesadaran tentu berbeda-beda. Seperti cerita Ki Walang Seto, dia dulu merupakan seorang top manager di salah satu perusahaan besar. Namun kini dia memutuskan hidup dengan menjadi seorang musafir.
Nama aslinya adalah Nurrahman dan nama Ki Walang Seto adalah nama pemberian dari gurunya. Sang guru memberikan nama itu karena Seto adalah sosok murid yang bisa memimpin murid-murid lainnya.
“Ki Walang Seto itu artinya ‘iki lo wakil e dalang sing iso noto’ (ini lho wakilnya dalang yang bisa memimpin)’. Akhirnya disepakati bersama. Teman-teman musafir juga mengenal saya Ki Walang Seto,” katanya dikutip dari Merdeka.com.
Lalu apa yang memutuskan seorang manager bank seperti Ki Walang Seto pada akhirnya memilih jalan hidup sebagai musafir?
Dari keresahannya karena rutinitas sebagai manager perusahaan yang hanya disibukkan dengan perkara uang dan uang. Karena sudah capek dengan pekerjaannya, ia pulang ke Jawa dan mencari guru agama.
Oleh sang guru, Seto disuruh bertapa di Gunung Muria. Setelah pertapaan itu, Ki Walang Seto mulai berjalan keliling Jawa sebagai seorang musafir.
“Waktu itu tahun 1999, terjadi keributan di seluruh Indonesia. Oleh guru, saya disuruh membaca sholawat. Jadi tebar sholawat, dari Jawa Timur sampai ke barat. Biar selamat Jawa,” kata Ki Walang Seto.
Selama jadi musafir, Ki Walang Seto berjalan dengan perbekalan secukupnya. Seluruh harta bendanya dari pekerjaan sebelumnya ia tinggal. Keputusannya itu mendapat restu dari orang tua.
Seto memulai petualangan sebagai musafir tanpa membawa uang sepeserpun. Panas dan hujan ia hadapi. Namun tak pernah sekalipun ia dalam perjalanan itu mengalami sakit.
“Guru saya bilang, kamu nggak boleh minta sama siapa-siapa di jalan, tapi kalau dikasih diterima. Setelah saya laksanakan, berangkat nggak bawa uang, pulang itu saya bisa membawa uang jutaan. Di jalan itu ternyata banyak orang yang mengerti tentang musafir. Mereka ngasih macam-macam. Kalau saya turutin nggak bisa bawa,” kata Seto.
Setelah keliling Jawa sebagai musafir pejalan kaki pada tahun 1999-2000, Ki Walang Seto memulai kehidupan berkeluarga. Ia bercerita, pertemuannya dengan sang istri cukup unik.
Waktu sebelum bertemu, istrinya mengaku sudah pernah bertemu sosoknya dalam mimpi. Singkat cerita bertemulah mereka di Jepara.
Dalam pertemuan pertama itu mereka langsung menikah. Setelah itu mereka berdua memutuskan tinggal di Bogor. Di sana mereka membuka usaha.
“Setelah tujuh tahun tinggal di Bogor, akhirnya istri meninggal. Waktu itu belum punya anak,” kata Ki Walang Seto.
Pertolongan dari Allah
Selama berjalan jadi musafir, Ki Walang Seto banyak mengalami kejadian-kejadian yang di luar nalar. Namun satu hal yang ia jadikan pelajaran dalam perjalanan itu adalah bahwa pertolongan dari Allah itu nyata.
Sering sekali Seto mengalami saat ia sedang sangat butuh makanan, secara tidak terduga ada orang yang memberinya uang. Pernah juga saat ia ingin merokok, tiba-tiba saja di hadapannya sudah ada rokok yang ditinggalkan begitu saja.
“Kata guru saya itulah ma’unah, yaitu pertolongan dari Allah yang langsung. Jadi waktu di perguruan yang diajarkan guru adalah ma’unah. Kita minta dari hati Allah tahu. Dari situ saya mulai yakin. Dan memang apa yang dikatakan guru kenyataannya betul,” kata Ki Walang Seto. (*)
Sentimen: positif (78%)