Mujahid 212 Siap Melobi HRS, Jika Prabowo Minat Menjadi Cawapres Anies Baswedan 2024 – Keuangan News

25 Apr 2023 : 17.47 Views 1

Keuangan News Keuangan News Jenis Media: Nasional

Mujahid 212 Siap Melobi HRS, Jika Prabowo Minat Menjadi Cawapres Anies Baswedan 2024 – Keuangan News

KNews.id – Ganjar Pranowo, telah resmi dimumkan oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, sebagai Capres 24 yang akan diusung oleh PDIP. Bertepatan dengan sebagian Ummat Muslim merayakan Iedul Fitri, 1 Syawal 1444. H. di Batu Tulis, Bogor, Ganjar dikukuhkan menjadi Capres untuk 2024 – 2029 oleh “pemilik atau penguasa Partai PDIP”.

Kemudian dalam berita disebutkan Sang Penguasa partai, Megawati, akan mengajak berkoalisi Partai-partai Besar (gemuk) ” arahan Jokowi “, yakni selain Gerindra ada Partai Golkar, PAN. PKB dan PPP. Dengan komposisi Ganjar yang bakal Capres, kini persoalan kemudian adalah, siapa yang akan menjadi bakal Cawapres dari Ganjar. Tentu saja adalah hal yang jauh panggang dari api, jika yang dimaksud adalah sosok Prabowo Subianto. Sama saja muka Prabowo dilempari setumpuk kotoran.

Terkecuali jika susunannya adalah Prabowo. Capres dan Ganjar Cawapres, prediksi ini yang kemungkinan besar akan diterima oleh Prabowo beserta koalisinya.

Namun politik sulit untuk bisa diprediksi. Hasil prediksi seringkali meleset, apalagi durasi pendaftaran capres/cawapres di KPU, akan mulai dibuka pada 19 Oktober sampai dengan 25 November.

Kemungkinan jika sampai berdekatan dengan pas timing pendaftaran, dan Megawati tetap bersikeras, bahwa Ganjar sebagai capres mereka ( PDIP ) tanpa bisa ditawar-tawar.

Karena bagi Mega tentu suatu hal yang mudah, untuk mendapatkan pasangan Cawapres bagi Ganjar, tinggal mencari seorang sosok pengusaha sebagai bakal Cawapres, mengingat biaya anggaran pemilu diketahui amatlah besar. Bisa jadi Mega akan gaet Sandiago Uno, yang kini sedang sibuk ” bergerilya untuk merampas ” atau meraih kursi Ketua Umum PPP. Atau Mega mencomot salah seorang pengusaha yang menjadi Ketua Umum Partai dari kubu koalisi gemuk, semisal saja Ketum Partai Golkar, Erlangga Hartarto atau Ketum PAN Zulkifli Hasan atau bisa saja, hanya dari kalangan pengusaha bon partai, yaitu Erick Thohir. Bahkan diluar itu semua, bisa juga dari partainya sendiri namun juga seorang pengusaha, yakni Ahok. Pertimbangannya, Ahok akan mendapatkan kucuran dana atau uang segar “tak berseri”, atau berapa pun keperluan yang dibutuhkan dari para Taipan pendukung Ahok, diantaranya dari pengusaha 9 Naga?

Dan Jokowi dapat diprediksikan akan nunut kepada Mega bak kerbau dicucuk hidunganya. Ini bukan isapan jempol. Ada data empirik. Saat gencarnya wacana, undurkan pemilu dari 2023, ke waktu 2 atau 3 tahun, yang bermakna adalah Jokowi 3 periode. Namun wacana tersebut terhenti, oleh sebab Megawati tidak menyetujuinya. Terlebih ditulis historis, tak bisa ditampik, sosok Megawati-lah, salah seorang tokoh politik yang menjadikan Jokowi mendapatkan Kursi Gubernur DKI, dan menjadikannya sebagai Presiden selama 2 (dua) periode. Mega juga banyak tahu kelemahan terkait ” latar belakang jatidiri Jokowi”. Tentunya Mega mengetahui detail hal terkait sepak terjang Jokowi luar dalam selama memimpin pemerintahan. Ia, Jokowi “adalah petugas partai dibawah kekuasaannya dan banyak menteri yang berasal dari PDIP”. Walau ada faktor mutualisme, sehingga membutuhkan sisi simbiosis (hubungan jangka panjang), selain itu ada faktor kedekatan lain antara Jokowi dengan Megawati atau PDIP.

Mayoritas grassroot PDIP, sudah memberikan julukan kepada Jokowi sebagai Bapak “Wong Cilik”, plus Jokowi melalui seorang tokoh dari PDIP yang bertugas merekayasa politik serta melakukan manuver sebagai support untuk membangun perolehan suara untuk PDIP. Hal yang nampaknya dipercayakan arranger-nya kepada Budiman Sudjatmiko, yang dikenal oleh publik sebagai seorang tokoh kiri, melalui konsep 6000 (enam ribu) kepala desa berikut para perangkat desa, dan para tokoh desa, mirip adopsi dari sebuah metode politik yang dipraktekan Mao Tse Tung pada tahun 1949, saat menggulingkan kekuasaan Partai Nasional China, yang dikenal sebagai ” Desa Kepung Kota.” . Hanya desa kepung kota dalam bentuk fisik, sebaliknya teori Desa Kepung Kota adalah dalam bentuk suara politik seluruh warga desa di negara ini, untuk memenangkan perolehan suara demi mendapatkan kursi kekuasaan politik negara di pusat kota pemerintahan negara ini.

Prakteknya para kepala desa dan perangkatnya, serta tokoh desa akan dipasang menjadi pion -pion di masing-masing desa dimana mereka berdomisili, sehingga bernilai strategis dan representatif sebagai kantong-kantong suara untuk siapapun figur atau yang bakal dijagokan PDIP. Sebagai bekal atau Capres PDIP, saat Pilpres di 2024 termasuk perolehan kursi legislatif.

Selanjutnya berbagai manuver Rakyat, pola trick politik akan dikondisikan untuk dioptimalkan menjadi skala prioritas sebagai perangkat petugas TPS, KPPS, yang keterpilihannya berkoordinasi serta di backing-i oleh para anggota KPUD Kabupaten/Kota dan KPUD Provinsi, serta para komisioner KPU. Mereka sudah dipola sedemikian rupa sebagai bagian dari mata rantai yang sulit dilepaskan dari jalur politik dari anggota legislatif/DPRD Kota/ Kabupaten dan provinsi, sehingga ( keterpilihan) mereka menjadi anggota komisioner di masing-masing KPU Daerah di semua tingkatan (Kabupaten/ Kota dan Provinsi) begitu pula sebaliknya KPU Daerah bisa dimanfaatkan sebagai peroleh kursi suara calon legislatif, sehingga tercipta memang simbiosis mutualisme.

Maka implikasi dari metode atau teori yang diterapkan oleh salah seorang motor di PDIP, Budiman Sudjatmiko, akan menjadi pressure serta berdampak terpecahnya suara koalisi gemuk, sehingga menjadi luar biasa atau bentuk ekstra tekanan agar Jokowi kembali ” kekandang” asalnya (PDIP).

Lalu apa yang terjadi, jika ada tiga pasangan calon presiden.

Tentu Jokowi memahami kerugian suara yang akan menjadi dampak kepada anak didiknya Prabowo serta anak-anak asuhnya. Para tokoh yang menjadi partner koalisi Prabowo atau koalisi gemuk, dan juga tentunya mereka semua (Koalisi gemuk dan PDIP), yang akan diharapkan oleh Jokowi siapapun diantara kedua calon yang mendapatkan kursi RI.1. yang akan menjadi dewa penolong bagi diri dan keluarga beserta para kroninya (oligarki).

Namun itu semua jika hanya ada 2 Calon pasangan, yang keduanya sebagai kekuatan dengan faktor kedekatan serta bertumpu pada diri Jokowi, oleh sebab faktor jabatan Jokowi sebagai presiden dengan isi kabinet (para pembantunya) disebabkan adanya faktor jasa obstruksi hukum, sehingga berharap otomatis tetap akan menjadi kaki tangannya kelak, teramsuk kepentingan bisnis juga termasuk antisipasi dan atau semua yang bersipat protektif kepada diri dan keluarga.

Namun realitas fenomena politik yang ada justru Anies ikut dalam kontestasi bakal capres di 2024. Maka keikut sertakaan Anies, akan memberikan peluang kemenangan bagi Anies, justru Anies yang selama ini amat Ia khawatirkan. Anies Baswedan merupakan tokoh diluar lingkar rezim.

Anies justru diketahui publik akan menjadi sosok pembaharu. Ia akan menjadi momok atau musuh koalisi gemuk maupun PDIP. Atau dengan kata lain musuh politik yang harus diantispasi bahkan mesti disingkirkan dari pertarungan politik pada kompetisi, tokoh yang tidak akan protektif terhadap diri Jokowi dan para kolega.

Ditengarai oleh publik bahwa sejak jauh hari sudah ada langkah Jokowi mem-barrier hukum, melalui banyak jasa-jasa dalam artian negatif, yakni melakukan obstruksi hukum atau obstruction of justice, terhadap lembaga penegak hukum agar tidak menyentuh terhadap para individu, yang nota bene memiliki black notes atau catatan hitam dari para tokoh yang berada di koalisi gemuk (besar), diantaranya ada beberapa ketum partai serta petinggi partai yang diindikasikan terpapar atau adanya temuan sebagai pelaku korupsi, dan atau delik pidana lainnya, diantara individu-individu tersebut merupakan jajaran petinggi kabinet Jokowi, seperti Erlangga Hartarto, LBP, Zulkifli Hasan, dan diluar kabinet ada sosok Muhaimin Iskandar Serta Soeharso Monoarfa, Eks Ketum PPP. Termasuk Erick Thohir.

Lalu jika ditarik jauh kemasa lalu, ada juga temuan terkait keterlibatan Prabowo atas dugaan pelanggaran atau kejahatan HAM. Dan terhadap kejahatan HAM. Asasnya menganut sitim retroaktif (berlaku surut).

Mau tidak mau, akhirnya Jokowi, selain menyandang Bapak atau pelindung Wong Cilik oleh sebab pencitraan dirinya, tentunya Jokowi menjadi salah seorang pemegang kunci selain Megawati. Jokowi memiliki “kartu truf” dari Para Tokoh Koalisi Besar jika dihubungkan dengan barrier atau obstruksi hukum yang “ditengarai” dirinya lakukan.

Bahkan jika Mega berkeras, bahwa Ganjar harus menjadi Capres, terlebih, sudah mau mengorbankan anaknya Puan Maharani, anak ideologis PDIP. yang juga anak biologisnya yang sudah lama Ia dan PDIP gadang-gadang menjadi kandidat bakal capres di 2024, maka dari sisi cita-cita atau harapan Megawati, dan dunia politik yang dikenal kejam, bisa jadi akan ada peristiwa ektrim, bak buah simalakama, karena jika Mega tekadnya kekeh atau membatu, harus Ganjar yang bakal menjadi Capres di 2024. Maka tinggal 2 (dua) tokoh bakal kontestan capres di 2024, yaitu Ganjar Vs. Anies.

Selain alasan hitungan politik, jika ada 3 calon, maka suara pertahanan mereka akan berbagi atau pecah batu. Sehingga akan memunculkan perspektif politik “jika ada 3 pasangan calon presiden, bisa jadi Anies menang cukup melalui seputaran ke RI. 1.”

Oleh karenanya perlu solusi lain yang jitu dan kekompakan diantara koalisi besar dengan PDIP. Namun jika dihubungkan kembali terhadap beberapa peristiwa temuan dalam bentuk catatan cacatan hukum dari para tokoh partai di koalisi besar atau koalisi gemuk, maka bisa diprediksi, para tokoh koalisi gemuk, melalui berbagai siasah pressure, bukan hal yang tidak mungkin, bahkan mendekati keniscayaan, yaitu dengan amat terpaksa (jika benar temuan berikut jasa obstruksi), maka para Ketum Anggota Partai Koalisi akan tinggalkan Prabowo tinggalkan Gerindra-nya sendirian, sehingga Koalisi Gemuk dapat berubah nama menjadi koalisi kurus, karena diantara mereka pindah ke gerbong Megawati (PDIP).

Apa yang terjadi ? apakah daripada tidak menjadi Capres, atau Gerindra menjadi kekurangan syarat 20 % presidential threshold, lalu karena terpaksa Prabowo banting stir, cukup menjadi King Maker untuk Anies Baswedan?

Langkah politik bukan hal yang mesti saklek. Politik itu dinamis sampai dibatas penghujung pendaftaran bakal capres 2024 ditutup oleh KPU. Atau mungkinkah, Anies justru akan dipinang oleh Prabowo menjadi Cawapresnya di 2024.

Jika ini terjadi, tentunya dengan berbagai pertimbangan yang ada, Anies tidak bakal mau, selain Anies tokoh yang punya prinsip dan cita-cita akan bergandengan tangan bersama rakyat bangsa ini (Lintas Sara), kotradiktif dengan Prabowo yang ingin meniru gaya kepemimpinan Jokowi, dan pribadi Anies pun dikenal memiliki kecerdasan, dan keyakinan diri, serta nalar sehat, dirinya bertekad ingin berkarya demi perubahan, khususnya membangun mentalitas (character building) dari diri para pejabat publik yang saat ini banyak mengalami degradasi moral ( kemerosotan budi pekerti ) atau moral hazard (penyimpangan moral), sehingga dapat mewujudkan perubahan manusia atau masyarakat bangsa kepada yang bernilai tinggi (profesional, proporsional dan kredibel), lalu merubah hal yang mendasar menuju penataan sesuai prinsip good government atau sistim pemerintahan (hak dan kewenangan pada setiap lembaga) dan dapat menegakkan asas-asas atau prinsip good governance terhadap karakter atau attitude para pejabat publik atau pelaku penyelenggara negara atau pemerintahan, yang mana pada kenyataannya pada sistim dan kepribadian para penyelenggara pemerintahan rezim kontemporer dimata publik, banyak fenomena overlapping atau tumpang tindih yang transparan, serta suka-suka. Oknum rezim dengan pola dibawah kepemimpinan Jokowi yang sering berkata dan berjanji namun beda hasilnya atau tidak terbukti, salah satu contoh, Jokowi memiliki jargon atau motto adanya “revolusi mental,” , kenyataannya justru menghasilkan para pejabat yang sosok dan kemampuannya tidak profesional dan banyak melakukan korupsi serta tidak konkrit penyelesaian proses hukumnya, alias pilih tebang, atau cara suka-suka, serta tindakan hukumnya tidak proporsional, sehingga justru menghancurkan nilai-nilai good governance. Kinerjanya para pejabat publik tidak berkualitas, termasuk kinerja Jokowi, yang tidak sesuai kontrak sosial yang pernah Ia janjikan. Gagasannya tidak inovatif, karena dikerjakan oleh para SDM yang tidak kredibel, maka hasil pertanggungjawaban kinerjanyapun tidak akuntabel.

Oleh sebab lain, seorang pejabat publik saat ini, diberikan tugas beberapa jabatan serta berbagai tugas yang tidak paralel dengan tugas utamanya, disamping bukan ahlinya (diluar disiplin ilmunya). Maka rezim saat ini juga membuat citra “coreng moreng status Negara RI. Dimata dunia. Karena dari sisi hukum, negara Indonesia termasuk negara korup tertinggi di dunia”. Terkait sepak terjang rezim kontemporer, adalah merusak tidak sepadan dengan cita-cita reformasi 1998, serta penegakan hukum rezim yang overlapping berdampak bangkrutnya perkonomian negara. Bertumpuknya utang negara dengan nominal hampir 8 ribu triliun, sehingga janji ekonomi meroket dari Jokowi pun ternyata lagi-lagi sekedar isapan jempol.

Terhadap fenomena kasat mata yang berlangsung, yang umumnya dapat publik lihat aras hasil persembahan pemerintahan Jokowi atau kontemporer adalah realitas minus prestasi. Tetapi disayangkan, atau kebalikannya, Prabowo malah senang memuji Jokowi, bahkan sampai Prabowo angkat sumpah, antara lain; ” saya berani angkat saksi Jokowi is on right track, Jokowi ternyata lebih cerdas 1 level atau 1 digit dari dirinya, Jokowi adalah gurunya, dirinya (Prabowo) akan melanjutkan gaya kepemimpinan Jokowi ” dan lain-lain sanjungan darinya kepada Jokowi.

Banyak lapisan masyarakat yang muak terhadap pujian-pujian yang Ia sampaikan ke publik.

Resiko bumerang akan datang menghambat Anies jika mau menjadi pasangan Prabowo, atau manjadi orang nomor dua. Salah satu dasar pertimbangannya, Anies mengetahui jelas tentang “pengkhianatan” Prabowo sejak selesai Pilpres 2019 sampai saat ini, kepada para ulama dan simpatisannya yang dikenal sebagai alumnus gerakan 212 dibawah komando Sang Imam Besar Umat Islam di negeri ini, Al Habib Rizieq Syihab, termasuk para kelompok emak-emak yang pernah membantunya kemudian merasa dikhianati atau ditinggalkan begitu saja oleh Prabowo yang bergabung dengan Jokowi. Tampa ba bi bu, atau dengan cara mendatangi para kelompok atau golongan yang pernah serius membantu dirinya, baik moril maupun materil yang umumnya ummat bangsa ini pada 2014 dan 2019 menginginkan perubahan dari dirinya dalam dua kali pilpres. Namun ternyata dirinya malah satu perahu sekaligus menyanjung Jokowi sebagai idolanya. Terbalik dari fenomena realita yang ada, seolah Jokowi berhasil mensejahterakan rakyat bangsa ini. Sungguh ironis dan menyakitkan.

Maka untuk menjadikan Anies nomor dua atau cawapres dari Prabowo yang menjadi capres-nya, adalah hal yang mustahil.

*Namun jika PS. mau menjadi Cawapres kenapa tidak. Hal ini cukup masuk akal. Prabowo dijadikan menteri saja oleh Jokowi mau. Maka apa alasannya jika menolak menjadi Cawapres seorang Anies? Sesuai kenyataan daripada jatidiri Anies, setiap politisi, tentu bangga jika dapat mendampingi diri seorang Calon Presiden RI.dengan model sosok Anies Baswedan, sebagai seorang calon Wakil Presiden RI.

Jika Prabowo berminat menjadi Cawapres Anies, kami selaku (salah seorang) barisan mujahid 212 dari alumnus 212, siap mengunjungi Imam Besar Habis Rizieq Syihab, untuk mendapatkan petunjuk-petunjuknya Atau alternatif lainnya, lebih baik Prabowo menjadi bagian atau salah seorang dari para tokoh King Maker untuk Anies menjadi RI. 1. dengan cara turut menggabungkan dirinya dan partainya dengan koalisi perubahan (Nasdem, PKS dan Demokrat). Lupakan hajat, kubur dalam-dalam untuk menjadi Capres ke-3, di 2024. Jika benar koalisi partai yang Jokowi pimpin, ditinggal oleh beberapa partai. Ini sebagai hal yang elegant dipenghujung karirnya, karena sebagai tokoh publik dan Partai yang lumayan besar, dan cukup punya nama di republik ini. (Hfz/FN)

Sentimen: positif (100%)