Demokrasi Indonesia Bakal Lebih Sehat dengan 3 Capres
Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional
PENGAMAT politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menyebut bahwa tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bertarung dalam Pilpres 2024 merupakan keniscayaan. Hal itu untuk membuat demokrasi Indonesia menjadi lebih sehat dan masyarakat tidak terpolarisasi.
"Ya kalau kita ingin menjaga demokrasi yang sehat, kuat dan bermartabat, ya paling tidak masyarakat harus banyak diberikan pilihan. Dan capres yang potensial itu mesti diberi kesempatan dan peluang untuk bisa menjadi capres," ujarnya kepada Media Indonesia, Senin (24/4).
Dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 270 juta jiwa, kata Ujang, calon pemimpin potensial tentu sangat banyak. Lantas, partai politik harusnya bisa memberi ruang.
Baca juga: Survei Indikator Sebut Parpol yang Abai Capres Pilihan Publik Makin tak Dipercaya
"Masa dari 270 masyarakat Indonesia capresnya hanya dua pasangan? Kan masih banyak paling kan 4 kalau menggunakan aturan. Mestinya lebih dari 2 atau paling tidak 3 pasangan-lah," imbuhnya.
Dijelaskan Ujang, demokrasi lebih sehat yang dimaksud tentu berkaca pada pengalaman pilpres sebelumnya. Dua paslon yang berkompetisi ternyata telah memecah belah rakyat Indonesia ke dalam dua kubu. Benturan sangat keras di tengah masyarakat. Masyarakat sangat mudah terprovokasi hingga menimbulkan polarisasi yang begitu tajam.
Baca juga: Koalisi Besar Bertemu Bahas Capres setelah Lebaran
Luka Pilpres 2019, lanjutnya, belum benar-benar sembuh. Hingga kini masyarakat masih terpecah antara pendukung pemerintah dan lawannya. Pengalaman tersebut sangat berharga bagi bangsa Indonesia, sehingga sangat disayangkan bila ego para elite politik harus mengulang lagi sejarah kelam pilpres tersebut.
"Jadi kita dari akademisi, pengamat politik ya paling tidak mendorong agar terjadi demokrasi yang sehat, maka minimal 3 paslon itu keniscayaan," jelasnya.
Dia juga menambahkan bahwa saat ini potensi dua paslon bisa saja terjadi. Bahkan lebih buruk lagi kedua paslon itu hanya berasal dari kubu pemerintah. Pasalnya, capres dari pihak oposisi, yakni Anies Baswedan justru tidak diinginkan rezim.
"Kalau dua paslon dari kubu pemerintah ini terkesan diatur. Anies Baswedan tidak diinginkan oleh kelompok pemerintah," sebutnya.
"Ini sebuah keniscayaan, mestinya elite-elite itu berani mengusung capres yang banyak, minimal 3 paslon. Kalau dua kita akan mengulang sejarah terjadi benturan. Ini persoalan klasik yang bisa terulang lagi," tutup Ujang. (van/Z-7)
Sentimen: positif (66.3%)