Sentimen
Positif (99%)
20 Apr 2023 : 12.31
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Pulo, Bireuen

Tokoh Terkait

Kisah Wakaf di Saudi bagi Jamaah Haji Aceh yang Hasilnya Bakal Mengalir Sampai Dunia Kiamat

20 Apr 2023 : 19.31 Views 1

Pojoksatu.id Pojoksatu.id Jenis Media: Nasional

Kisah Wakaf di Saudi bagi Jamaah Haji Aceh yang Hasilnya Bakal Mengalir Sampai Dunia Kiamat

POJOKSATU.id – Kisah inspiratif wakaf ini berasal dari seorang warga Aceh lebih 100 tahun sebelum Indonesia merdeka. Wakafnya ini bakal mengalir ke jamaah haji asal Aceh sampai dunia kiamat.

Pemberi wakaf pada tahun 1809 ini disebut bernama Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi atau Habib Bugak. Wakafnya sampai kini mengalir ke jamaah haji asal Aceh.

Makam Habib Bugak berada di Pulo Pisang, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Aceh.

Kisah pemberian wakaf Haji Habib bin Buja’ Al Asyi Al Jawi ini disebut terjadi pada 1224 H atau 1809 M atau tepatnya 18 Rabiul Akhir tahun 1224 H.


Ikrar tersebut diucapkan Habib di hadapan Hakim Mahkamah Syar’iyah, Mekkah.

Ada yang menafsirkan dermawan itu adalah Habib Abdurrahman Bin Alwi Al-Habsyi.

Namun ada juga yang tak sependapat. Kelompok ini berpendapat pewakaf ini memang bernama asli Habib, sedangkan ayahnya bernama Buja’ atau Bugak, seperti tertulis dalam ikrar wakaf.

Kronologi Habib Bugak Wakaf di Saudi

Kisah Habib Bugak ini berawal dari keinginan sang Habib yang saat itu menetap di Aceh yang sudah berniat berwakaf di Saudi sejak sebelum berangkat ke Mekkah.

Pada tahun 1800-an, Habib Bugak yang masih berada di Aceh, sudah memiliki gagasan untuk mengumpulkan uang, guna membeli tanah di Makkah untuk diwakafkan kepada jemaah calon haji.

“Selain dari dana yang dimilikinya sendiri, Habib Bugak menjadi inisiator pengumpulan dana dari masyarakat Aceh saat itu,” ujar petugas Wakaf Baitul Asyi, Jamaluddin Affan di kawasan Misfalah, Kota Makkah, seperti dikutip dari laman www.kemenag.go.id.

Dia menjelaskan, pada masa lalu perjalanan haji dilakukan menggunakan kapal laut yang memakan waktu berbulan-bulan bahkan sampai tahunan. Tak sedikit pula jemaah calon haji yang kemudian menetap di Arab Saudi.

Saat itu belum ada Kerajaan Arab Saudi seperti sekarang, begitu juga dengan negara Indonesia. Makkah sendiri dikuasai oleh Turki Ustmani.

Ketika Habib Bugak berangkat ke Tanah Suci, sudah membawa bekal dana untuk wakaf. Dan begitu sampai, niatan wakaf itu direalisasikannya.

Dia membeli tanah yang lokasinya kala itu persis di samping Masjidil Haram.

Jamal mengatakan, di atas tanah itu didirikan penginapan untuk menampung jemaah calon haji asal Aceh. Jemaah pun tak lagi bingung mencari tempat tinggal selama berada di Makkah.

“Ketika Turki pergi, pemerintahan berganti. Pemerintah kala itu kemudian melakukan penataan, perapian administrasi,” katanya.

“Setiap tanah termasuk tanah wakaf harus ada penanggungjawabnya. Harus ada satu nama yang bertanggung jawab,” papar Jamal.

Para tokoh yang ikut menyumbang dana untuk tanah wakaf itu kemudian bersepakat agar Habib Bugak menjadi penanggung jawab dari tanah itu.

Habib Bugak sempat menolak karena dia tidak ingin ketika namanya digunakan sebagai penanggungjawab wakaf, dana tersebut akan diambil keluarganya.

“Habib Bugak murni ingin agar tanah wakaf itu digunakan untuk kepentingan jemaah Aceh,” tuturnya.

Akhirnya, di depan mahkamah pencatatan wakaf, dimasukkanlah syarat mengenai penggunaan tanah wakaf itu maupun hasil uang dari pengelolaannya.

Wakaf ini hanya untuk jemaah haji asal Aceh, baik mereka yang sudah menjadi warga negara di Arab Saudi maupun yang statusnya mukimin atau berasal dari luar Arab Saudi.

Lalu saat Masjidil Haram direnovasi, tanah wakaf ini termasuk digunakan untuk perluasan lintasan thawaf.

Oleh pengelola wakaf, uang ganti rugi digunakan membeli dua bidang tanah di kawasan yang berjarak 500-an meter dari Masjidil Haram.Tanah itu dibangun hotel oleh pengusaha dengan sistem bagi hasil. Dari situ lah, bonus untuk jemaah Aceh mengalir tiap musim haji. (ikror/pojoksatu)

Sentimen: positif (99.9%)