Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UNAIR, Universitas Airlangga
Kasus: Narkoba, pembunuhan, korupsi
Tokoh Terkait
Memulihkan Kepercayaan Publik
Detik.com Jenis Media: News
Setahun terakhir, berita utama di Tanah Air didominasi beragam berita negatif. Untuk aparat hukum, keterlibatan petinggi Polri dalam pembunuhan berencana dan peredaran narkoba. Mirisnya, ada dua hakim agung yang tertangkap KPK untuk kasus penyuapan. Dapatlah dipahami ketika peringkat Indonesia pada Corruption Perception Index (CPI) 2022 yang dikeluarkan oleh Transparency International Januari lalu menurun.
Dipicu oleh beragam aksi flexing yang dilakukan pejabat maupun anggota keluarganya, kepemilikan harta yang tidak wajar mengemuka. Eskalasi krisis kepercayaan masyarakat meningkat seiring dengan simpang siurnya keterangan antara Menkopolhukam, Menkeu, dan PPATK. Bagaimana seharusnya krisis kepercayaan tersebut dikelola?
Krisis Kepercayaan
Krisis terjadi dengan probabilitas rendah namun berdampak tinggi dan membahayakan organisasi, khususnya reputasinya. Untuk memulihkannya, terdapat tiga strategi yang dapat digunakan, yakni Defensif, Akomodatif, dan Moderat (Coombs, 2007).
Strategi Defensif dilakukan dengan menolak keras keterlibatan dalam krisis yang terjadi, sehingga tidak perlu bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Strategi Akomodatif dilakukan dengan mengajukan permohonan maaf dan malu atas krisis yang terjadi, serta bertanggung jawab atas krisis yang terjadi. Adapun Strategi Moderat dengan mengambil tanggung jawab atau menolak bertanggung jawab dengan memberikan alasan atau justifikasi dan/atau melakukan tindakan koreksi.
Dalam konteks krisis yang melibatkan suatu organisasi, Strategi Akomodatif secara empiris lebih efektif mengurangi dampak negatif dari krisis. Strategi ini juga efektif dalam dalam memulihkan reputasi dan kepercayaan publik, terutama ketika dampak krisis pada reputasi parah.
Bagaimana dengan krisis kolektif yang dialami oleh Kementerian Keuangan, Polri, atau Mahkamah Agung? Meskipun ketiganya organisasi besar, namun di dalamnya terdiri atas banyak sub-organisasi. Misalnya Divisi Profesi dan Pengamanan atau Kepolisian Daerah dalam Polri. Untuk Kementerian Keuangan, misalnya Direktorat Jenderal Pajak atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Krisis kolektif terjadi ketika sub-organisasi terhubung oleh krisis yang sama dan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Krisis Kepercayaan Kolektif
Dalam psikologi sosial, perilaku individu akan dipengaruhi oleh kehadiran orang lain. Bystander effect terjadi ketika seseorang cenderung lambat dalam merespons dan menolong orang dalam bahaya karena ada orang lain yang juga menjadi saksinya. Harapannya, orang lainlah yang mengambil tanggung jawab untuk menolongnya. Sebaliknya, seseorang akan segera melakukan pertolongan ketika sendirian dan melihat orang lain dalam bahaya.
Ketika dalam kelompok, seseorang akan berkurang rasa tanggung jawab dan akuntabilitasnya. Atau main aman dalam krisis dengan menjadi free rider. Hal yang sama terjadi dalam konteks krisis kolektif organisasi, sebagaimana studi Comyns dan Franklin-Johnson (2018) atas kasus ambruknya Gedung Rana Plaza di Bangladesh yang menewaskan lebih dari 1.100 orang dan melukai lebih dari 2.500 orang pada 2013. Kompleks ini menjadi pabrik garmen dari merek-merek global. Sorotan media dan publik dalam negeri dan global berdampak krisis reputasi bagi merek global tersebut. Ancaman boikot pada produk yang dijual menggema secara global.
Beberapa perusahaan menggunakan Strategi Akomodatif dengan segera meminta maaf dan bertanggung jawab atas jatuhnya banyak korban. Strategi Akomodatif yang diambil menghasilkan rusaknya reputasi dan pertanggungjawaban yang lebih besar dibandingkan Strategi Defensif. Strategi Defensif digunakan oleh perusahaan yang berpengalaman dengan krisis, sebaliknya Strategi Akomodatif digunakan perusahaan dengan minim pengalaman. Meskipun akhirnya mengakui kesalahan dengan menggunakan suplier yang berbiaya rendah, namun dampak negatif terhadap reputasi tidaklah sebesar perusahaan yang menggunakan Strategi Akomodatif.
Dalam konteks Polri, Kemenkeu, atau Mahkamah Agung, dimungkinkan beberapa unit kerja akan menggunakan Strategi Defensif. Adapun unit kerja yang terkait langsung dengan oknum yang melanggar hukum, tidak ada lain harus melakukan Strategi Akomodatif. Namun lembaga induk harus segera melakukan Strategi Moderat dengan mengambil tanggung jawab, memberikan informasi yang sebenarnya, dan tentunya mitigasi agar kejadian yang sama tidak terjadi lagi di masa datang.
Rekomendasi
Secara umum, negara maju dikategorikan high trust society, karena masyarakatnya mempercayai satu sama lain (interpersonal trust) dan mempercayai pemerintahnya (institutional trust). Sebagian besar negara berkembang merupakan low trust society. Negara berkembang identik kurang akuntabelnya tata kelola pemerintahannya, sehingga tidak efisien dan efektif. Ujung-ujungnya, aktivitas perekonomiannya berbiaya tinggi, dikarenakan banyak biaya tidak terduga yang ditimbulkan oleh oknum regulator.
Penanganan institutional distrust sangatlah penting dilakukan, khususnya terkait korupsi. Studi Gründler dan Potrafke (2019) menunjukkan mengecilnya volume ekonomi sebuah negara hingga 17% dalam jangka panjang ketika persepsi masyarakat akan korupsi tinggi. Mengembalikan kepercayaan publik dengan Strategi Moderat serta pengawasan oleh masyarakat untuk melengkapi pengawasan formal yang telah ada. Dibutuhkan upaya yang terstruktur, sistematis, dan masif; agar kepercayaan publik pada pemerintah dan aparaturnya segera pulih.
Upaya preventif agar institutional distrust tidak terjadi kembali sangatlah penting dilakukan. Mengingat biaya yang ditimbulkan terlalu besar, khususnya sosial dan ekonomi. Upaya ini bukan hanya menjadi tugas pemerintah dan aparaturnya, namun semua anak bangsa. Indonesia haruslah menjadi high trust society agar mampu menjadi negara maju pada 2045.
Badri Munir Sukoco Guru Besar Manajemen Strategi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga
(mmu/mmu)Sentimen: negatif (97%)