Sentimen
Negatif (100%)
15 Apr 2023 : 19.14
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Duren Tiga, Magelang

Kasus: pembunuhan

Tokoh Terkait
Ronny Talapessy

Ronny Talapessy

Brigadir Yosua Hutabarat

Brigadir Yosua Hutabarat

Ricky Rizal

Ricky Rizal

Albert Aries

Albert Aries

Wahyu Iman Santoso

Wahyu Iman Santoso

Jalani Perintah Atasan Tak Bisa Dipidana

15 Apr 2023 : 19.14 Views 2

CNNindonesia.com CNNindonesia.com Jenis Media: Nasional

Jalani Perintah Atasan Tak Bisa Dipidana
Jakarta, CNN Indonesia --

Ahli Hukum Pidana Albert Aries selaku saksi sidang pembunuhan Brigadir J di rumah Ferdy Sambo menilai melaksanakan perintah atasan tidak bisa menjadikan seseorang yang memenuhi unsur pidana dapat dijatuhi hukuman.

Juru Bicara Tim Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) itu menjadi saksi meringankan untuk terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.

Keterangan itu ia sampaikan menyusul pertanyaan dari penasihat hukum Bharada E, Ronny Talapessy mengenai penghapusan pidana.

-

-

"Jika seseorang telah memenuhi unsur-unsur dari suatu tindak pidana apakah hukum pidana memungkinkan pengecualian atau alasan penghapus pidana?" tanya Ronny dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabub(28/12).

Albert pun kemudian menyinggung ihwal keadaan terpaksa seorang penerima perintah sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Ayat 1 KUHP yang berbunyi 'Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana'.

Ia menjelaskan bahwa frasa penguasa dalam pasal tersebut dapat diterjemahkan sebagai atasan pemberi perintah. Dalam kasus ini, Bharada E mengaku diperintah oleh Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Propam Polri untuk menembak Brigadir J.

"Jika yang ditanyakan penasihat hukum pasal 51 ayat 1 maka redaksionalnya adalah tidak dipidana orang yang melakukan perbuatan suatu tindak pidana karena adanya perintah jabatan atau ambtelijk bevel yang diberikan oleh penguasa yang berwenang," kata Albert.

Albert merujuk buku Hukum Pidana 1 milik seorang ahli hukum pidana asal Belanda Profesor Jacob Maarten Van Bemmelen, dijelaskan bahwa ketika seseorang menerima perintah jabatan dari penguasa atau pejabat yang berwenang, maka dia menerima perintah itu dalam keadaan terpaksa.

Hal itu lantaran seseorang penerima perintah tersebut mengalami konflik batin. Satu sisi dia memahami bahwa perintah melakukan tindak pidana itu tak semestinya dilakukan karena ada ancaman pidana. Namun, di sisi lain ada perintah jabatan yang harus ditaati.

"Dia dihadapkan dua konflik tadi, diperhadapkan dari satu sisi dia menghindari kemungkinan dapat dipidanakan karena melakukan tindak pidana. Di sisi lain ada perintah jabatan yang harus dilaksanakan atau ditaati oleh yang bersangkutan," ujar Albert.

Selain itu, Albert juga merujuk Pasal 48 KUHP yang menjelaskan bahwa seseorang yang melakukan tindak pidana karena ada daya paksa atau keadaan darurat itu juga tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana.

"Yang melakukan tindak pidana karena ada daya paksa atau overmacht atau keadaan darurat noodweer itu juga tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana," paparnya.

Serahkan RKUHP ke Hakim

Albert lalu memberikan dokumen RKUHP kepada ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso. Momen itu terjadi saat Hakim Wahyu menyampaikan terima kasih kepada Albert lantaran telah bersedia memberi kesaksian di muka persidangan.

Kemudian, Albert beranjak dari kursi saksi dan meminta izin kepada majelis hakim untuk menyerahkan sesuatu. Hakim pun mempersilakan Albert untuk menyerahkan barang yang dimaksud itu. Albert lantas menyerahkan dokumen tebal kepada hakim Wahyu.

Hakim Wahyu menyebut bahwa dokumen tebal yang diserahkan oleh Albert merupakan RKUHP.

"Ini rancangan KUHP yang diserahkan, jadi saudara jaksa penuntut umum juga meminta," kata hakim.

Sontak perkataan hakim Wahyu pun disambut gelak tawa oleh jaksa penuntut umum dan tim penasihat hukum Bharada E.

Bharada E didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Tindak pidana itu dilakukan bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf.

Mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pembunuhan terhadap Brigadir J terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo nomor 46 di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam surat dakwaan, Bharada E dan Sambo disebut menembak Brigadir J.

Latar belakang pembunuhan diduga karena Putri telah dilecehkan Brigadir J saat berada di Magelang, Jawa Tengah pada Kamis, 7 Juli 2022. Dugaan ini telah dibantah oleh pihak keluarga Brigadir J.

(lna/DAL)

[-]

Sentimen: negatif (100%)