ICW: Mayoritas Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan DPR Tak Patuh Laporkan LHKPN
Gatra.com Jenis Media: Nasional
Jakarta, Gatra.com - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan pemetaan terhadap kepatuhan Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Hasilnya, jumlah pimpinan AKD yang tercatat telah melanggar kepatuhan justru jauh lebih banyak dibanding pimpinan yang dikategorikan patuh dalam menyampaikan LHKPN mereka. Ketidakpatuhan itu dapat berupa pelaporan yang tidak tepat waktu, tidak berkala, tidak tepat waktu dan berkala, atau bahkan tidak melaporkan sama sekali sejak menjabat sebagai anggota DPR RI.
"Ternyata, dari total 86 pimpinan alat kelengkapan dewan, hanya 31 orang yang dikategorikan patuh, sedangkan yang tidak patuh jumlahnya jauh lebih besar, mencapai angka 55 orang," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Kurnia Ramadhana, dalam rilis penelitian 'Urgensi Penguatan Aturan Pelaporan Harta Kekayaan' secara virtual, Minggu (9/4).
. ICW: Ada Pimpinan DPR Tak Pernah Laporkan LHKPN Selama Menjabat
Untuk diketahui, dalam penelitian itu, ICW telah melakukan pemantauan terhadap pimpinan delapan AKD DPR RI, yakni pimpinan DPR, pimpinan Komisi, pimpinan Badan Legislasi (Baleg), pimpinan Badan Anggaran (Banggar), pimpinan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), pimpinan Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP), pimpinan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), dan pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Total pimpinan dari kedelapan AKD DPR itu berjumlah 86 orang.
"Angka besar ini, 55, bahkan melebihi 50 persen, menunjukkan para anggota DPR RI tidak memahami dan tidak mengimpelementasikan kewajiban, yang mana mereka buat sendiri di dalam Undang-undang (Nomor) 28 Tahun 1999, ada juga tertuang kewajiban setiap tahun, di dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Kurnia.
Adapun, Pasal 5 angka 2 dan 3 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999, pada intinya mengatur bahwa setiap penyelenggara negara berkewajiban diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat. Tak hanya itu, penyelenggara negara juga diwajibkan untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaan mereka sebelum dan setelah menjabat.
Sementara itu, Pasal 4 ayat (3) dan (4) Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 2 Tahun 2020 pada intinya mengatur bahwa LHKPN disampaikan secara periodik setiap satu tahun sekali, dalam jangka waku paling lambat 31 Maret tahun berikutnya.
Di samping itu, ICW juga mencatat bahwa dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 disebutkan bahwa penyelenggara negara yang melanggar ketentuan mengenai pelaporan harta kekayaan saat sebelum dan sesudah menjabat akan dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kendati demikian, ICW mencatat bahwa tidak ada suatu regulasi yang secara spesifik dapat dijadikan rujukan atas peraturan dalam undang-undang tersebut. Pasalnya, dalam catatan ICW, tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur bentuk sanksi yang dapat diberikan apabila ada pejabat publik yang tidak melaporkan harta kekayaan mereka.
Kurnia memandang, penerapan sanksi menyusul besarnya angka pimpinan AKD DPR RI yang tercatat tidak patuh menyampaikan LHKPN pun perlu dikaji lebih lanjut untuk diimplementasikan. "Tentu ini harus dipikirkan lagi, bagaimana penerapan sanksi tersebut," ujarnya.
11
Sentimen: negatif (88.6%)