Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Paris
Tokoh Terkait
Prancis Yakin Hanya China yang Mampu Memberikan Kesepakatan Damai kepada Ukraina
Tribunnews.com Jenis Media: Nasional
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Kekuatan China dan hubungan dekat dengan Rusia mengindikasikan bahwa negara itu mungkin 'satu-satunya negara di bumi' yang mampu menengahi kesepakatan di Ukraina.
Pernyataan ini disampaikan seorang sumber internal Kepresidenan Prancis pada Jumat lalu.
Respons ini muncul menjelang kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke China minggu depan.
"Jelas bahwa China adalah salah satu dari sedikit negara di bumi dan mungkin satu-satunya negara di dunia yang memiliki efek sebagai 'game changer' pada konflik untuk kedua belah pihak ini," kata sumber itu.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-401 Invasi: Putin Panggil 147 Ribu Warganya Jalani Wajib Militer
Dikutip dari laman Russia Today, Minggu (2/4/2023), China telah memposisikan dirinya sebagai penengah potensial untuk perdamaian di Ukraina, dengan Partai Komunis yang berkuasa merilis 12 poin 'Posisi Penyelesaian Politik Krisis Ukraina' pada Februari lalu.
Meskipun digambarkan media Barat sebagai 'rencana perdamaian', dokumen tersebut tidak menawarkan panduan langkah demi langkah untuk mengakhiri konflik.
Sebaliknya, mencantumkan prinsip-prinsip yang direkomendasikan China untuk dipatuhi setiap kesepakatan di masa depan.
12 poinnya termasuk di antaranya konsesi untuk kedua belah pihak.
Misalnya, China menekankan bahwa 'kedaulatan semua negara' harus dihormati, mengacu pada desakan Ukraina agar perbatasan pra konfliknya dikembalikan.
Tidak hanya itu, negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu juga menegaskan bahwa 'kepentingan dan masalah keamanan yang sah dari semua negara harus ditanggapi secara serius'.
Ini mengacu pada penolakan Rusia untuk menerima ekspansi NATO lebih lanjut di sepanjang perbatasannya.
Baca juga: Kemenhan Taiwan: 10 Pesawat Militer China Lintasi Selat Taiwan untuk Patroli Siap Tempur
Posisi China disambut baik oleh Rusia, namun ditolak oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) dan disebut sebagai 'langkah taktis' untuk menghentikan konflik yang menguntungkan Rusia.
Di Ukraina, Presiden Volodymyr Zelenskyy mengatakan bahwa ia hanya setuju dengan beberapa poin dalam dokumen tersebut.
Sentimen: negatif (66%)