Sentimen
DPR jangan seperti polisi periksa copet!
Alinea.id Jenis Media: News
Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Mahfud MD, menghadiri rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR. Dalam rapat itu, Mahfud, langsung membuka dengan sebuah permintaan.
Mahfud mengatakan, enggan disela oleh anggota DPR ketika pemaparannya belum tuntas. Pasalnya, anggota DPR kerap mengeroyok dengan berbagai interupsi dan tidak ada ruang untuk klarifikasi.
"Saya di sini berasa dikeroyok. Belum ngomong sudah diinterupsi, Waktu kasus itu juga, waktu kasus Sambo. Belum ngomong sudah diinterupsi, dituding-tuding," kata Mahfud dalam rapat, Rabu (29/3).
Baginya adalah hal penting ketika kedua pihak dapat saling menghargai dalam membahas suatu isu supaya tidak liar di masyarakat. Hal itu bisa dimulai dengan menjinakan diri ketika berbincang dalam rapat seperti ini.
Agar, tidak ada posisi yang dirugikan karena harus dihantam beramai-ramai ataupun dipojokan. Mahfud mengaku acap kali situasi interogasi ala polisi kepada seorang kriminal terjadi dalam rapat dengan DPR.
"Selain itu, saya ingin sampaikan bahwa kedudukan DPR dan pemerintah ini sejajar. Oleh sebab itu, kita harus bersama bersikap sejajar, saling menerangkan, saling berarguman. Tidak boleh ada yang satu menuding yang lain, seperti polisi memeriksa copet," ujarnya.
Dalam rapat ini, Mahfud hendak mengklarifikasi soal dugaan pembocoran rahasia data transaksi mencurigakan sebesar Rp300 triliun. Hal ini pun membuat Koordinator MAKI Boyamin Saiman, melaporkan dirinya, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana ke Bareskrim Polri.
Boyamin mengatakan, laporan dibuat dalam bentuk tertulis dan dirinya sudah menerima tanda terima laporan tersebut. Kini Boyamin tengah menunggu pemanggilan untuk mengklarifikasi para saksi dari anggota DPR yakni, Arteria Dahlan, Benny K Harman, dan Arsul Sani.
Sentimen: negatif (95.5%)