DPR Tetapkan RUU Kesehatan, SDM dan Fasilitas Harus Jadi Fokus Utama
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Dalam Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2023 Inisiatif DPR, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) kesehatan.
Draf RUU Kesejatan ini disampaikan langaung oleh Ketua DPR RI ke Presiden RI lewat surat NoB/3303/LG.01.01/3/2023 tertanggal 7 Maret 2023.
Joko Widodo menunjuk wakil Pemerintah untuk membahas RUU Kesehatan yaitu Kementerian Kesehatan sebagai koordinator penyusunan Draf Investarisasi Masalah (DIM).
Adapun draf RUU Kesehatan berisi 20 bab dan 478 pasal yang dibahas dalam Forum Group Discussion (FGD) RUU Kesehatan di RSWS beberapa waktu lalu.
Salah-satu urgensi dalam pembahasannya adalah fasilitas pelayanan kesehatan, Sumber Daya Manusia dan teknologi kesehatan.
Pertama, fasilitas pelayanan kesehatan harus benar lengkap dan baik. Sehingga orang akan memilih berobat di dalam negeri ketimbang pergi keluar.
Kedua untuk SDM dikhususkan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) baik di perguruan tinggi maupun di RS.
Ketiga, teknologi kesehatan. Tentu teknologi memiliki peranan sangat penting. Karena mski kedua poun sebelumnya terpenuhi, tapi jika teknologi tidak memadai maka tetap tidak bisa maksimal. Alat canggih adalah kebutuhan disetiap RS.
Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Dr dr Khalid Saleh SpPD KKV FINASIM MKes, menyebut bahwa data dari Malaysia Healthcare Fravel Council (MHTC) menunjukkan fakta bahwa masih banyak WNI yang berkunjung ke luar negeri untuk berobat.
Alasan utamanya adalah kurangnya kepercayaan masyarakat atas kompetensi RS dan SDMnya. Sehingga fasilitas RS, SDM tentu harus menjadi perhatian penting.
Disisi lain, Ketua IDI Makassar, dr Abdul Azis SpU(K) mengungkap bahwa banyaknya masyarakat yang memilih berobat keluar karena banyak justifikasi negatif kepada dokter. Masyarakat selalu menganggap bahwa dokter di luar lebih baik daripada dokter di Indonesia.
Tidak hanya itu, distribusi dokter juga perlu diperhatikan. Menurutnya jumlah dokter di Indonesia masih kurang. Fasilitas juga menjadi penghambat untuk para dokter melakukan praktek.
"Jadi saya rasa memang distribusi dokter tidak bisa disalahkan bahwa jumlah dokter di Indonesia itu masih kurang. Kita tidak bisa terlalu menjustifikasi seperti itu, kenapa kalau kita jalan ke daerah-daerah banyak lulusan dari fakultas kedokteran, lulusan spesialis, pulang ke daerahnya. Tapi fasilitas tidak ada sama sekali di daerahnya," ujarnya.
Olehnya fasilitas utamanya didaerah perlu diperhatikan. Sebagai penunjamg bagi para tenaga kesehatan daripada sebutnya memndatangkan dokter asing.
"Saya kira yang lebih fokus kepada Kemenkes bagaimana melengkapi fasilitas RS yang ada lebih baik. Fokus kepada fasilitas daripada memasukkan dokter-dokter asing bahkan," bebernya.
Setelah itu semua diperhatikan, maka masyarakat tidak lagi perlu keluar negeri karena fasilitas, dokter tidak kalah dari luar negeri.
Lebih lanjut, dia juga menyebut izin rumah sakit asing dioermudah daripada rumah sakit milik orang Indonesia. Sementara itu, dikter asing yang banyak masuk di Indonesia disebutnya perlu penyetaraan karena dokter luar tidak terlalu menguadai penyalit negara tropis.
Hal senada juga disampaikan Guru Besar UI, Prof Dr dr Budi Samputna SH SpF(K) SpKP DFM. Dirinya menyebut bahwa distribusi dokter disebut kurang. Pendidikan kedokteran makin lama makin banyak kemudian RUU kesehatan harus memikirkan bagaimana melengkapi peralatan kesehatan yang lebih canggih.
"Banyak orang yang ke luar negeri berobat. Banyak kawan-kawan kita di klinik menemukan pasien muntahan dari negara tetangga yang gagal ditangani di luar. Sayangnya orang kita memang senang sekali berobat ke luar negeri hanya untuk berobat yang biasa-biasa saja," beber Prof Budi. (Elva/Fajar)
Sentimen: positif (79.9%)