Sentimen
Negatif (100%)
24 Mar 2023 : 00.01
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Event: Ramadhan

Institusi: Universitas Trisakti

Kasus: covid-19

Partai Terkait

HEADLINE: Jokowi Larang Pejabat dan Pegawai Pemerintah Gelar Buka Puasa Bersama, Pengawasannya?

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: News

24 Mar 2023 : 00.01
HEADLINE: Jokowi Larang Pejabat dan Pegawai Pemerintah Gelar Buka Puasa Bersama, Pengawasannya?

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan larangan menggelar acara buka puasa bersama Ramadhan 2023. Larangan tersebut menyasar pada Menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri serta Kepala Badan/Lembaga.

Dalam surat bernomor 38 /Seskab/DKK/03/2023 yang diteken Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 21 Maret 2023, tertulis soal penyelenggaraan buka puasa bersama tersebut. Seluruh pejabat dan aparatur negara diminta mematuhi arahan Presiden itu dan meneruskannya kepada semua pegawai di instansi masing-masing.

Instruksi Jokowi tersebut menuai pro kontra di tengah masyarakat. Mengingat sebelum Ramadhan menyapa, masyarakat Indonesia tak terlarang menghadiri sebuah acara dengan jumlah pengunjung yang membludak. Tak hanya itu, acara resepsi pernikahan pun juga banyak digelar dalam ragam bentuk acara.

Sekjen Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara sekaligus guru besar UPI, Cecep Darmawan menilai ini sebagai langkah inkonsistensi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan. Terlebih momentum aturan itu dinilainya tak tepat.

"Kalau saya melihat ini, pemerintah harusnya konsisten dalam larangan-larangan. Kalau dilarang orang buka bersama itu seharusnya kan orang yang hajatan juga dilarang. Harus konsisten. Kalau kumpul-kumpul tadi tidak dilarang, mestinya buka bersama juga jangan dilarang," kata Cecep kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (23/3/2023).

Dia mengungkapkan ada niat baik pemerintah dalam melindungi rakyatnya terhadap bahaya covid-19. Larangan ini, kata dia, demi menghindari kasus Covid-19 yang sewaktu waktu datang dan kembali meledak.

"Tetapi ini menurut saya salah kaprah. Maksudnya, jangan dilarang buka bersamanya tetapi buka bersama melalui prokes yang ketat. Itu yang benar," ujar dia.

Selain itu, Ia pun mempertanyakan mengapa larangan ini hanya tertuju pada pejabat dan ASN saja. Karena menurutnya, virus Covid-19 dapat membahayakan semua orang, tanpa mengenal status sosial.

"Kenapa yang ASN dan pejabat saja yang dilarang? Itu juga kan kebijakan yang menurut saya keliru. Kalau mau dilarang, ya semua, Apakah Covid-19 hanya untuk ASN? Itu menurut saya tidak tepat," katanya.

"Momentumnya mengapa ini di bulan puasa. Karena sebelum bulan puasa orang ngumpul-ngumpul kan biasa, bahkan kumpul-kumpul di hotel, sosialisasi ini itu, ASN itu kan ngumpul tiap hari, ada kegiatan, nah kenapa nggak dilarang," ungkap Cecep.

Dia meyakini stressing instruksi Jokowi tersebut terletak pada pencegahan penyebaran Covid-19 di Tanah Air. Karena saat ini, Indonesia masih belum sepenuhnya pulih dari serangan virus tersebut. Jika demikian, arahan tersebut harus didukung oleh semua masyarakat dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan baik.

"Kalau ada bukber atau acara ngumpul ya prokes ditegakkan, nah itu lah tadi yang disebut dengan pengawasan, kontrol. Siapa (yang mengontrol)? Ya masing masing institusi punya mekanisme pengawasan yang baik. Jadi saya yakin bukan melarang bukbernya tapi penyebarannya," Cecep menandaskan.

"Pemerintah harusnya mengajak buka bersama dengan para dhuafa. Beri santunan mereka di bulan Ramadhan. Ajak bukber bahagiakan mereka," kata dia.

Karena itu, ia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali aturan tersebut. Sebab selama ini, banyak kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam jumlah yang banyak.

"Bagaimana dengan konser-konser, perayaan pernikahan, rapat-rapat dinas yang semua ada makan-makan bersama. Kok bebas saja," ucap dia. 

"Cabut surat edaran tersebut. Ganti dengan yang saya sarankan di atas plus prokes yang baik," Cecep manandaskan.

Sedangkan Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai larangan buka puasa bersama pejabat hingga ASN pemerintah kurang tepat. Sebab menurutnya, momen ini sebagai ajang silaturahmi yang sudah tiga tahun vakum karena adanya pandemi covid-19.

"Mungkin yang perlu dilakukan itu pembatasannya," ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (23/3/2023).

Selain itu, dia menambahkan, Presiden juga dapat mengarahkan anak buahnya untuk tidak menggelar acara di tempat-tempat mewah. Acara buka puasa bersama sebaiknya dapat digelar dengan melibatkan pelaku-pelaku UMKM agar perekonomian mereka kembali meningkat.

"(Acara Bukber) tidak terlalu mewah. Malah kalau bisa Pak Jokowi mengarahkannya ke kuliner-kuliner kecil, jadi dia ngedrop (logistik), itu kalau mau menghidupkan ekonomi bawah. Kalau disetop semua, nanti UMKM itu mati. Masyarakat sulit. Menurut saya pemerintah malah keliru. Kalau kebijakan itu kan menguntungkan publik, ini tidak menguntungkan publik jadinya," ucapnya.

Trubus pun menilai alasan pemerintah mengada-ngada, dalam melarang buka bersama ini. Menurutnya, pada saat ini justru pemerintah didorong membantu perekonomian masyarakat bawah agar bisa kembali bergeliat.

"Alasan pandemi ke endemi, malah terbalik ini, harusnya di masa endemi ini membangun masyarakat bawah untuk bisa bertahan. Saya memahami beliau maunya supaya tidak dipolitisasi, takut mewah-mewah, flexing, tapi yang penting kan kebijakan pengendaliannya," kata dia.

Trubus pun menyoroti pengawasan agar aturan larangan bukber bersama ini berjalan efektif. Menurutnya, ada harga yang harus dibayar mahal bila nantinya pengawasan ini dilakukan dengan melibatkan perangkat daerah.

"Pengawasannya, ujung-ujungnya tim gugus. Ndak perlu, Penegakan hasilnya Perda, berarti Satpol PP. Ya enggak perlu lah, nanti keluar biaya lagi, pemborosan juga, emang menurunkan tim gugus nggak memerlukan biaya, jadi nggak tahu ini, kok kebijakan ini aneh," dia menandaskan.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyebut larangan buka puasa pejabat hingga ASN pemerintahan berpotensi membuat masyarakat jadi berspekulasi dan pesimistis terkait pembatasan aktivitas buka puasa, walaupun sampai saat ini hanya berlaku di ranah ASN.

“Dengan segala hormat, saya agak bingung dengan arahan ini. Dan walaupun hanya berlaku untuk ASN, namun ini saya rasa bisa menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat tentang apa yang sebenarnya tengah terjadi,” ujar Sahroni dalam keterangannya, Kamis (23/3/23).

Sahroni mengaku heran sebab, sebelumnya banyak kegiatan skala besar, tentu jauh lebih besar dari buka puasa bersama, namun justru diperbolehkan. Oleh karena itu dirinya tidak mengerti kenapa agenda buka puasa justru mendapat pembatasan.

“Jika alasannya untuk penanggulangan Covid-19, saya mencatat setahun belakangan ini begitu banyak acara besar yang diselenggarakan tanpa protokol covid lagi. Konser besar (dihadiri) sampai ratusan ribu orang, acara kenegaraan juga ada yang sampai dihadiri 1 juta orang, semuanya dilakukan secara lancar-lancar saja. Acara buka puasa ini saya kira sebanyak-banyaknya paling hanya 500 orang,” tambahnya.

Legislator DKI ini juga mempertegas bahwa dirinya bukan dalam posisi kontra terhadap keputusan pemerintah. Namun, ia mengaku larangan tersebut disertai alasan yang lebih konkret agar masyarakat mendapat kejelasan dan tidak menduga-duga.

“Saya bukan ingin dalam posisi kontra dengan kebijakan Pak Presiden, namun kami rakyat perlu alasan yang lebih konkret, itu saja sebenarnya. Agar tidak terjadi persepsi macam-macam di masyarakat tentang kondisi negara kita saat ini,” pungkas Sahroni

Sementara Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, meminta larangan buka bersama bagi ASN dan pejabat jangan diartikan larangan kegiatan agama Islam. Menurutnya, banyak amalan lain yang masih dapat dilakukan secara bersama-sama.

“Yang jelas, larangan bukber ini jangan disalahartikan. Bukan melarang kegiatan keagamaan. Toh, kegiatan tarawih, tadarus, qiyamul lail, dan kegiatan Ramadan lainnya masih diperbolehkan,” kata Saleh saat dikonfirmasi, Kamis (23/3/2023).

Saleh menyebut larangan bukber bagi pejabat dan ASN oleh presiden Jokowi perlu dimaknai secara positif. Pasalnya, alasan yang disampaikan di dalam surat tersebut adalah bahwa saat ini Indonesia masih dalam masa transisi dari pandemi menuju endemi. Artinya, masih terbuka kemungkinan adanya penyebaran virus Covid-19 di tempat-tempat ramai seperti itu.

"Secara global, status penanganan Covid-19 masih pandemi. WHO sampai saat ini belum berubah. Indonesia tentu harus ikut aturan WHO tersebut. Termasuk mewaspadai berbagai kemungkinan menyebarnya virus berbahaya tersebut,” kata Saleh

"Lagian, kita juga masih mendengar adanya kasus-kasus baru. Pasien terpapar masih banyak yang dirawat. Ini menandakan, Indonesia masih perlu hati-hati dan waspada,” sambungnya.

Menurut Saleh, larangan bukber bagi pejabat dan ASN bukan berarti mengurangi amalan dan aktivitas ibadah. Ada banyak aktivitas lain yang bisa dilakukan. Antara lain, melaksanakan pemberian santunan bagi masyarakat kurang mampu, melakukan tadarus, pengajian, dan aktivitas lain yang tidak dalam bentuk keramaian dan kerumunan.

"Anggaran buat bukbernya dialihfungsikan saja. Bisa dibuat untuk membantu masyarakat kurang mampu. Kegiatan seperti ini nilainya pasti tidak kalah dengan bukber,” pungkasnya.

Sementara itu, Sekjen PAN Eddy Soeparno meyakini tidak ada diskriminasi terhadap umat Islam dalam kebijakan Jokowi tersebut. Menurutnya, yang dilarang Jokowi adalah pejabat pemerintah pusat dan daerah, bukan kegiatan buka puasa bersama secara umum.

“Sepemahaman kami, Presiden Jokowi melarang pejabat pemerintah dari pusat sampai daerah untuk melakukan buka bersama. Ini bukan larangan kegiatan buka bersama oleh masyarakat. Jangan kemudian dibuat narasi seolah-olah masyarakat dilarang berbuka bersama. Tidak ada sama sekali larangan buka bersama yang dilakukan masyarakat. Jangan menyebar hoax dengan isu yang tidak bertanggungjawab. Mari kita jaga kesucian bulan Ramadhan dengan lisan dan tindakan yang mulia” kata Eddy pada wartawan, Kamis (23/3/2023).

Wakil Ketua Komisi VII DPR ini juga menolak tegas narasi yang seolah-olah mengkaitkan larangan Jokowi ini dengan diskriminasi terhadap umat Islam di Bulan Suci Ramadhan ini.

“Tidak ada diskriminasi terhadap umat Islam dalam aturan ini. Kalau masyarakat ingin berbuka bersama di Masjid atau di tempat-tempat lain ini tidak ada larangannya. Saya pun mengagendakan acara-acara bukber di dapil dengan masyarakat, tentunya dengan memperhatikan protokol kesehatan,” kata dia.

Eddy mengklaim, ramadhan di Tanah Air tetap semarak meski ada larangan bukber pejabat. Apalagi, larangan itu tidak berlaku bagi masyarakat umum.

“Semarak bulan suci Ramadhan tetap berjalan tanpa larangan ap apun yang itu mengarah pada diskriminasi umat Islam. Masyarakat ingin berbuka puasa silakan, bahkan masjid pun saat ini semakin ramai. Karena itu walaupun tahun ini adalah tahun politik, mari kita tetap beribadah sebaik-baiknya dan menghindari narasi tendensius apalagi memecah belah,” pungkasnya.

Sentimen: negatif (100%)