Debat Panas, Pakar 'Kuliti' Prof Gayus yang Bela Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu
Oposisicerdas.com Jenis Media: News
Debat sengit terjadi antara mantan Hakim Agung RI Prof Gayus Lumbuun dengan pakar hukum tata negara Feri Amsari. Keduanya adu argumen terkait putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang berujung kemungkinan penundan Pemilu 2024.
Gayus awalnya dalam salah satu sesi acara Indonesia Lawyers Club memaparkan argumennya yang tak heran dengan putusan PN Jakpus. Bagi dia, putusan PN Jakpus yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terkait keadilan.
Kata dia, ada pihak yang teraniaya haknya, sehingga PN Jakpus juga perintahan KPU ada pergantian kerugian Rp500 juta. Pun, dia menyebut Prima menggugat KPU karena perbuatan melawan hukum atau PMH.
Paparan Gayus disela Feri Amsasi yang meminta izin untuk menanggapi. Feri minta agar Gayus membaca Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019.
"Prof, izin, saya masuk. Prof harus baca juga Perma Nomor 2 2019," kata Feri dikutip VIVA pada Selasa, 14 Maret 2023.
"Saya sudah tahu, sudah tahu," jawab Gayus.
Namun, Feri tetap menyanggah dengan argumennya. Dia menyampaikan isi Perma Nomor 2 2019 itu perkara PMH yang berhadapan dengan badan peradilan itu dinyatakan tak dapat diterima.
"Saya harus mengatakan. Ini antar pihak, inter partes," ujar Gayus menimpali.
"Kalau inter partes, kenapa pemilunya yang ditunda, prof?" tanya Feri dengan kritis.
Gayus pun menjelaskan argumen versinya. Dia mengatakan bukan bermaksud mencampuri putusan PN Jakpus. Ia hanya seperti menggambarkan sistem yang ada.
"Kalau dipersoalkan di PN ya tidak salah. Menggugat inter partes, yaitu KPU," ujar Gayus.
Dia bilang hukum tidak bisa selalu disatukan karena berbeda ruang dan karakter. Hal itu juga dipengaruhi beda rezim.
Feri meminta izin ke moderator Karni Ilyas untuk membantah penjelasan Gayus. "Izin saya membantah beliau. Guru saya juga." kata Feri.
Feri lantas menyertakan teori ahli hukum asal Austria Hans Kelsen. Dia paparkan pandangan Hans Kelsen soal penyatuan unsur-unsur dalam hukum.
"Itu boleh saja, itu doktrin. Anda percaya itu, saya percaya konsep lain," ujar Gayus.
"Tunggu dulu, maka saya jelaskan dulu," tutur Feri.
"Hans Kelsen itu hukum murni bung," ujar Gayus.
"Prof silakan baca. (Buku) Hukum dan negara. Itu bukan hukum murni, buku yang lain itu," tutur Feri.
Feri lalu panjang lebar jelaskan sebelum lahirnya UU Nomor 5 Tahun 1986. Saat itu, ada peristiwa PMH yang berkaitan dengan lembaga negara. Seiring waktu berjalan, dibuatlah UU Nomor 9, hingga perbaikannya lahir UU 30 tahun 2019.
Dari aturan itu, bahwa PMH yang berkaitan dengan kebijakan dan tindakan negara harus dialihkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Prima yang gugat KPU mestinya mengajukan ke PTUN, bukan PN.
"Apa yang digugat teman-teman Partai Prima itu berkaitan dengan kebijakan lembaga negara yang bernama KPU," ujar Feri.
Dia menyinggung hal yang sama pernah dialami parpol lain seperti PBB dan PKPI. Lalu, jelang Pemilu 2024, ada Partai Ummat yang masuk belakangan setelah menggugat KPU ke Bawaslu.
"Tapi, sama sekali hak Partai Prima ini tak boleh mengganggu hak ratusan juta warga Indonesia untuk memilih 5 tahun sekali," tutur Feri.
Mendengar penjelasan Feri, Gayus bersikeras dengan sikap pendiriannya.
"Saya tetap bertahan. Mohon maaf, ini ditonton masyarakat se Indonesia ini," ujarnya.
"Saya juga bertahan prof, tapi pakai Perma. Prof bertahan karena apa?" tanya Feri.
"Saya bertahan karena tak bisa dihalangi keadilan oleh seorang, oleh lembaga mana pun," jawab Gayus dengan terbata-bata.
"Apakah lembaga lain bukan untuk mencari keadilan?" tanya Feri.
"Sama," jawab Gayus.
"Ya, sudah selesai. Kan ada peraturannya," tutur Feri.
"Ini bukti hakim memutus itu. Jadi, tolong jangan berpandai-pandai sendiri," kata Gayus menghardik Feri.
Feri menepis omongan Gayus yang coba menyudutkannya. Dia heran dengan Gayus yang berdasarkan asumsi, bukan aturan.
"Saya bukan berpandai-pandai sendiri. Saya sebut konstitusi, UU, Perma. Prof menyebut apa?" kata Feri menyindir Gayus.
"Saya menyebut keadilan itu di atas semua. Keadilan, apa itu mau dibiarkan," tutur Gayus.
Feri tertawa menanggapi Gayus. Dia bilang Gayus memakai perspektif subjektif bukan perspektif hukum.
"Perspektif hukum itu silakan subjek itu mencari keadilan sesuai aturan-aturannya," kata Feri.
"Kalau prof tidak menyebut aturan, berarti prof mengabaikan peraturan," lanjut Feri.
"Peraturan apa?" tutur Gayus.
Feri menekankan kembali PN Jakpus tak bisa berwenang mengurus perkara sengketa pemilu yang digugat Prima.
"Tidak bisa, tidak boleh," jawab Gayus menepis argumen Feri.
"Berarti Prof di atas hukum, di atas aturan," kata Feri.
"Oh, jangan begitu," ujar Gayus.
"Tidak menyebut normanya, tidak menyebut aturan. Cuma asumsi-asumsi saja," tutur Feri.
"Peraturannya jelas ada," imbuh Gayus tanpa menyebut aturan yang dimaksud.
"Kalau begitu prof subjektif dan berasumsi saja," kata Feri.
"Saya tanya Perma itu apa?" ujar Gayus dengan menunjuk tangannya ke Feri.
"Peraturan. harus dipatuhi. Prof belajar tidak?" jawab Feri.
"Saya tahu, dari mana itu?" ucap Gayus dengan nada meninggi.
"Peraturan, harus dipatuhi, prof belajar nggak UU 12 2011?" tanya Feri.
"Saya mengajar, saya mengajar," jawab Gayus.
"Maka itu, Anda salah," ujar Feri.
"Siapa yang salah," kata Gayus.
Feri sempat tertawa kembali mendengarkan omongan Gayus.
Karni Ilyas selaku moderator diskusi pun akhirnya menyudahi perdebatan tersebut.
Foto: Debat panas Gayus Lumbuun dengan pakar hukum tata negara Feri Amsari. Sumber : YouTube Indonesia Lawyers Club
Sentimen: positif (65.3%)