Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: penganiayaan, korupsi
Tokoh Terkait
Rafael Alun Trisambodo dalam Jeratan Tindak Pidana Pencucian Uang
Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional
KASUS yang secara tidak langsung terkait dengan penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy kepada David, yang merupakan anak pengurus GP Anshor, memasuki babak baru. Orangtua Dandy, Rafael Alun Trisambodo, yang merupakan pejabat pajak, diduga terseret kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dari hasil temuan PPATK dan KPK, Rafael memiliki transaksi Rp500 miliar sepanjang 2019-2023 di rekening keluarganya. Transaksi itu ditemukan pada 40 rekening yang berkaitan dengan keluarga dan pihak terdekat yang berkaitan dengan Rafael. Rekening ini kemudian telah dibekukan PPATK sambil proses penyelidikan dilanjutkan.
Rafael juga kini harus dipecat dari Ditjen Pajak karena terbukti melakukan pelanggaran disiplin berat.
Baca juga: Rafael Alun Bisa Dijerat Pasal Kerugian Negara, Pidana Korupsinya Harus Dicari
"Yang bersangkutan itu dengan posisinya melakukan pengadaan barang dan jasa dari perusahaan miliknya, ada konflik kepentingan di sana," ujar Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh.
Selain dipecat dengan cara tidak terhormat, Rafael dipastikan tidak mendapatkan uang pensiun.
Bukan kali pertamaKejadian korupsi dan pencucian uang yang dilakukan pegawai Ditjen Pajak sebenarnya bukan pertama kali terjadi. Kasus Rafael seolah mengingatkan beberapa kejadian yang pernah menimpa instansi pemerintah tersebut. Besarnya peran Ditjen Pajak sebagai tombak pemasukan negara seolah-olah dipermainkan oknum yang berniat buruk.
Baca juga: Abraham Samad Dukung Miskinkan Rafael Alun
Kasus Gayus Tambunan, contohnya, kasus yang jauh sekali terjadi sebelum kasus Rafael. Gayus terbukti menerima suap dan gratifikasi hingga Rp925 juta, US$659.800 (sekitar Rp10 miliar), dan S$9,6 juta (sekitar Rp 108 miliar), serta melakukan pencucian uang.
Ada juga Bahasyum Assifie yang menerima suap senilai Rp1 miliar dan melakukan pencucian uang serta Dhaya Widyatmika yang terbukti menerima gratifikasi dengan total nilai Rp2,5 miliar, melakukan pemerasan, dan melakukan pencucian uang.
Banyaknya kasus yang membuat pelaku harus masuk bui ternyata tidak membuat Rafael sadar. Bukannya menjauhi tindakan tersebut, Rafael justru mengikuti jejak para pendahulunya. Hal ini tentunya menjadi contoh buruk dan mencoreng wajah instansi Ditjen Pajak.
Kebiasaan pencucian uangTPPU sebenarnya mempunyai pola yang sama. Namun, pola ini tidak mudah ditebak dan sering kali dilakukan secara bersamaan atau justru tidak berurutan.
Hal yang paling sering dilakukan pelaku TPPU biasanya ialah placement atau proses memindahkan uang tunai ke sistem finansial. Biasanya pelaku memecah uang menjadi pecahan yang lebih kecil agar tidak dicurigai. Uang ini dipecah dan dimasukkan ke instrumen keuangan yang berbeda-beda.
Ada juga layering yang dilakukan untuk menjauhkan uang yang diperoleh dari kejahatan. Biasanya dilakukan dengan membeli aset, investasi, atau menyebar uang tersebut melalui pembukaan rekening bank di beberapa negara.
Biasanya pelaku memilih negara-negara yang memberikan suaka pajak atau tax heaven, yaitu wilayah tertentu yang menyediakan fasilitas penampungan aset atau investasi asing tanpa kewajiban membayar pajak.
Selain itu, ada cara integration, yaitu upaya menggabungkan atau menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke berbagai jenis produk keuangan dan bentuk material lainnya, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, maupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana.
Cara yang biasa dilakukan ialah melakukan investasi pada suatu kegiatan usaha, penjualan dan pembelian aset, serta pembiayaan korporasi.
Perlunya peran bersamaCara-cara yang sudah dijabarkan tersebut membuat TPPU sering kali lolos dan sulit terdeteksi. Pelaku juga biasanya telah mengetahui celah-celah hukum sehingga membuat prosesnya sering kali tidak terdeteksi oleh negara.
Oleh karena itu, peran bersama penting sekali dilakukan untuk mencegah TPPU. Misalnya. penyedia jasa keuangan (PJK) dapat menerapkan program antipencucian uang dengan customer due dilligence (CDD) dan enhanced due dilligence (EDD) dalam penerimaan nasabah, dimulai dari identifikasi, verifikasi, pemantauan, serta profil nasabah dan pengkiniannya (prinsip mengenali pengguna jasa).
Selain itu, PJK dapat menyampaikan laporan transaksi keuangan tunai (LTKT), laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM), serta laporan transaksi keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri (LTKL) kepada PPATK.
Masyarakat yang menjadi nasabah PJK juga dapat berperan untuk menghentikan TPPU, misalnya dengan memberikan identitas dan informasi yang benar yang dibutuhkan pihak pelapor dan sekurang-kurangnya memuat identitas diri, sumber dana, dan tujuan transaksi dengan mengisi formulir yang disediakan pihak pelapor dan melampirkan dokumen pendukungnya.
Transaksi pengiriman uang melalui sistem transfer wajib memberikan identitas dan informasi yang benar mengenai pengirim asal, alamat pengirim asal, penerima kiriman, jumlah uang, jenis mata uang, tanggal pengiriman uang, sumber dana, dan informasi lain yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib diberikan kepada PJK.
Jika tindakan pencegahan dilakukan secara bersama-sama, sebenarnya TPPU dapat diberantas dan dihentikan. Hal ini penting dilakukan karena TPPU selain digunakan untuk memperkaya diri sendiri juga dapat digunakan untuk berbagai hal negatif. (Z-1)
Sentimen: negatif (97%)