Komnas HAM: Pemerintah Tidak Transparan dalam Penanganan Kasus Gagal Ginjal Anak
Medcom.id Jenis Media: News
12 Mar 2023 : 09.20
Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan kesimpulan atas penanganan pemerintah dalam kasus gagal ginjal akut pada anak. Sepanjang 2022 sampai 5 Februari 2023, ada 326 kasus yang tersebar di 27 provinsi.
Kasus gagal ginjal akut ini disebabkan oleh obat yang mengandung zat kimia berbahaya di luar ambang batas aman, yakni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Menurut kesimpulan Komnas HAM, pemerintah lamban dalam memberikan informasi, adanya tindakan tidak efektif dalam proses identifikasi penyebab gagal ginjal akut, dan tidak efektifnya pengawasan sistem kefarmasian.
Kemudian, buruknya koordinasi antara lembaga otoritatif dan industri dalam sistem layanan kesehatan dan kefarmasian, serta tidak maksimalnya penanganan korban dan keluarga korban.
-?
-
-
-
-
"Pemerintah tidak transparan dan tanggap dalam proses penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia, terutama dalam memberikan informasi yang tepat, cepat kepada publik untuk meningkatkan kewaspadaan, serta meminimalisir dan mencegah bertambahnya korban," kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Sabtu, 11 Maret 2023.
Kesimpulan lainnya, ada ketidakefektifan tindakan surveilans kesehatan atau penyelidikan epidemiologi yang dilakukan pemerintah dalam menemukan faktor penyebab kasus gagal ginjal.
Selain itu, Komnas HAM menemukan adanya unsur pengabaian terhadap kewajiban industri dalam menjamin mutu khasiat dan keamanan obat. Hal ini, kata Anis, bentuk pelanggaran HAM karena telah mencabut hak hidup seseorang.
Ada 11 tersangka dalam kasus gagal ginjal akut pada anak. Sebanyak empat tersangka perorangan dan tujuh tersangka korporasi.
Tersangka perorangan ialah pemilik CV Samudera Chemical, berinisial E dan AR, serta Direktur Utama PT Anugrah Perdana Gemilang (APG), berinisial AIG dan Direktur di PT APG inisial AS.
Kemudian, tersangka korporasi ialah PT Afi Farma Pharmaceutical Industries, CV Chemical Industries, PT Tirta Buana Kemindo, CV Anugrah Perdana Gemilang, serta PT Fari Jaya Pratama.
BPOM juga telah menetapkan tersangka kepada dua korporasi dalam kasus obat sirop. Kedua tersangka korporasi tersebut ialah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries.
Pasal yang disangkakan kepada PT Afi Pharma ialah Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Sedangkan, CV Samudera Chemical disangkakan dengan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP. Dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
(AZF)
Sentimen: negatif (100%)