Publik Diajak jadi Amicus Curiae Tanggapi Putusan PN Jakarta Pusat
Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional
PUTUSAN Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terhadap gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang salah satunya menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda pelaksanaan Pemilu 2024 ke 2025 menimbulkan polemik di masyarakat. Setelah KPU menyatakan banding, kini publik diajak menjadi amicus curiae atau sahabat pengadilan.
Langkah yang dapat dilakukan masyarakat itu disampaikan pakar hukum dari Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (Pushan) Oce Madril saat ditemui usai acara Focus Group Discussion (FGD): Pandangan dan Sikap KPU terhadap Putusan PN Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (9/3).
"Publik berhak mengajukan amicus curiae, karena, kan, isu pemilu ini isu hak publik, bukan isunya KPU saja. Sehingga publik yang merasa punya perhatian itu bisa membantu, misalnya mengajukan amicus curiae," katanya.
Baca juga: KPU Ungkap Manuver Lain Partai Prima
Oce menjelaskan, amicus curiae merupakan pendapat yang disampaikan ke majelis hakim terhadap perkara yang sedang atau akan diputus. Upaya tersebut, lanjutnya, dilakukan oleh pihak yang tidak berperkara, tapi merasa peduli terhadap perkara tersebut.
"Sahabat pengadilan itu bisa saja membuat pendapat kemudian mengirimkannya ke pengadilan untuk dipertimbangan, dalam hal ini pengadilan tinggi," sambung Oce.
Baca juga: Paloh Temui Prabowo, BPIP: Silahturahmi Politik Jaga Konsensus Bernegara Jelang Pemilu 2024
Dalam acara FGD itu, pakar hukum tata negara sekaligus Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengingatkan bahwa putusan PN Jakarta Pusat bersifat serta merta. Hal itu dijelaskan pada amar keenam putusan yang menyatakan putusan perkara tersebut dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta atau uitvoerbaar bij voorraad.
Artinya, putusan PN Jakarta Pusat yang salah satunya menghukum KPU untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 saat ini dapat dilakukan terlepas adanya upaya hukum banding. Kendati demikian, eksekusi itu baru dapat dilakukan setelah disetujui oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Yusril menjelaskan, jika PT DKI memberikan lampu hijau untuk eksekusi putusan PN Jakarta Pusat, pihak ketiga yang berkepentingan dapat melakukan verzet atau perlawanan atas penetapan dimaksud. Adapun pihak ketiga dalam hal ini adalah partai politik peserta Pemilu 2024.
"Karena penetapan eksekusi ini menyangkut kepentingan partai-partai lain yang sebenarnya bukan pihak berperkara. Pihak berperkara itu hanyalah KPU dan Partai Prima," tandas Yusril. (Tri/Z-7)
Sentimen: netral (66.6%)