Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: nepotisme
Tokoh Terkait
Apresiasi Paparan Yusril di MK Terkait Sistem Tertutup, Hasto: PDIP dan PBB Pilih Jalan Ideologi Meski Terjal
abadikini.com Jenis Media: News
Abadikini.com, JAKARTA – PDI Perjuangan dan Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai partai politik lebih memilih jalan ideologi yang kokoh pada prinsip meskipun terjal, kata Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto.
“Dengan sikap Prof Yusril (Ketua Umum PBB) tersebut, maka semakin jelas bagaimana PDI Perjuangan dan PBB hadir sebagai partai ideologi. Kami menempuh jalan ideologi, sementara yang lain jalan liberalisme. Jalan ideologi meski sering terjal, namun kokoh pada prinsip,” kata Hasto Kristiyanto dalam keterangannya, Kamis (9/3/2023).
Sebagai parpol yang memilih jalan ideologi, katanya, PDI Perjuangan turut menyiapkan kader dengan basis tersebut dan dipersiapkan melalui kaderisasi kepemimpinan.
“Sebab menjadi anggota legislatif itu dituntut untuk menyelesaikan masalah rakyat saat ini dan merancang masa depan Indonesia melalui keputusan politik. Dalam peran strategis tersebut, maka caleg harus dipersiapkan melalui kaderisasi kepemimpinan” kata dia.
PDI Perjuangan memberikan apresiasi kepada Prof Yusril Ihza Mahendra yang telah menyampaikan pemikiran kenegarawanan berdasarkan amanat ideologi Pancasila dan UUD 1945.
“Pemikiran ahli hukum tata negara dan sekaligus Ketua Umum PBB tersebut sangat mencerahkan, dan menampilkan kepakaran beliau yang dipandu sikap kenegarawanan tentang bagaimana sistem pemilu tertutup berkorelasi dengan pelembagaan partai dan menegaskan bahwa peserta pemilu legislatif adalah parpol, bukan orang per orang,” katanya.
Menurut dia, dengan sistem proporsional tertutup, maka caleg bermodalkan keahlian, dedikasi, dan kompetensi melalui kaderisasi, sementara kalau proporsional terbuka modalnya popularitas dan kekayaan.
“Secara empiris, proporsional terbuka mendorong bajak-membajak kader ala transfer pemain dalam sepak bola; kecenderungan kaum kaya dan artis masuk ke politik, primordialisme, dan ada partai karena ambisi, lalu ambil jalan pintas merekrut isteri, anak, atau adik pejabat dan menguatlah nepotisme,” kata dia.
Logikanya, menurut Hasto, pejabat akan mengerahkan kekuasaannya untuk caleg dari unsur keluarganya. Di tata pemerintahan, menteri yang memegang sumber logistik dan kekuasaan hukum akan menjadi rebutan.
“Dalam proporsional terbuka caleg lahir secara instan, akibatnya kepuasan terhadap parpol dan lembaga legislatif selalu berada di urutan paling bawah dari lembaga negara lainnya. Mengapa, karena pragmatisme politik merajalela,” ucapnya.
Hal tersebut, papar dia, karena untuk menjadi anggota legislatif harus bermodalkan kapital atau dukungan investor politik, maka skala prioritas lebih menggunakan kekuasaan untuk mengembalikan modal politik, dan kemudian mencari modal dalam pencalonan ke depan.
“Dalam proses ini terjadi penyatuan fungsi antara politik, bisnis, dan hukum. Semua demi agenda pencitraan, dan kebijakan populisme yang menyandera fiskal di masa depan,” ujarnya.
Paparan Yusril Ihza Mahendra di MK
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra memberikan keterangan dalam sidang MK, Rabu (8/2/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Yusril mewakili PBB sebagai Pihak Terkait dalam Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 ihwal pengujian materiil Pasal 168 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Permohonan pengujian UU Pemilu ini diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan (PDI-P), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Sidang tersebut digelar dengan agenda mendengarkan keterangan Pihak Terkait.
Yusril mengatakan sistem proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi, UUD 1945. Sistem tersebut bertentangan konsep kedaulatan rakyat yang diatur oleh Pasal 1 ayat (2), (3), Pasal 6A ayat (2), Pasal 22E ayat (2), (3) dan Pasal 28D ayat (1) UU NRI 1945.
Hal ini dikarenakan ketentuan Pasal 1 ayat (2) UU 1945 telah menegaskan kedaulatan yang berada di tangan rakyat itu tidaklah dilaksanakan oleh seluruh rakyat Indonesia melainkan dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh UUD yakni oleh ketentuan Pasal 6A ayat (2), Pasal 22E ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 dilakukan oleh partai politik melalui kepesertaannya di pemilu untuk memilih DPR, DPRD dan Presiden serta Wakil Presiden.
“Dengan ditegaskan partai politik pemain utama peserta dalam pemilihan umum maka ketika jumlah suara yang diperoleh telah mencukupi syarat untuk itu maka sudah selayaknya partai politik diberikan peran signifikan untuk menentukan kandidat mana yang akan ditentukan duduk di post jabatan terpilih,” kata Yusril di hadapan sidang.
Yusril menilai penyerahan keputusan keterpilihan suara terbanyak dalam empat kali pemilu, telah menampilkan banyak sisi gelap dari sistem proporsional terbuka. Sistem proporsional terbuka yang awalnya bertujuan menghilangkan jarak pemilih dan kandidat wakil rakyat, ternyata memunculkan jarak antara pemilih dan kandidat wakil rakyat yang melemahkan posisi partai politik.
“Partai politik tidak lagi fokus mengejar fungsi sebagai penyalur, pendidikan dan partisipasi politik yang benar. Partai politik tidak lagi berupaya meningkatkan kualitas program-programnya yang mencerminkan ideologi partai melainkan hanya sekedar untuk mencari fokus kandidat-kandidat yang dapat menjadi magnet untuk meraih suara terbanyak,” tutur dia.
Menurut Yusril, di situlah letak pelemahan partai politik yang terjadi secara struktural. Partai, kata dia, tidak lagi fokus membina kader-kader muda secara serius untuk kepentingan jangka panjang ideologi partai melainkan fokus mencari jalan pintas dengan memburu kader-kader popular berkemampuan finansial untuk mendanai kebutuhan partai.
“Kader-kader terbaik yang ideologis punya kapasitas untuk bekerja namun tidak begitu popular, perlahan-lahan tersingkir dari lingkaran partai dan digantikan oleh figur-figur terkenal yang nyatanya kadang-kadang belum tentu bisa bekerja dengan baik,” pungkas Yusril.
Sentimen: netral (99.9%)