Putusan soal Penundaan Pemilu tunjukkan Hakim tak Paham Batasan
Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional
PENGADILAN Negeri Jakarta Pusat memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk menunda Pemilu 2024. Perintah tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum.
Pengamat Politik Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai putusan tersebut sangat tidak relevan. Menurutnya, pokok gugatan Partai Prima hanya soal adanya pengabaian KPU terhadap putusan Bawaslu yang memerintahkan KPU untuk melakukan verfikasi faktual dan mengkoreksi data.
Ray juga menjelaskan tidak ada penjelasan kausalitas yang rasional antara gugatan Partai Prima dan penundaan pemilu. "Sekalipun begitu, putusan menunda pemilu 2 tahun sejak putusan tersebut dibacakan, tentu sangat tidak relevan," terangnya.
Menurutnya, putusan PN Jakpus tersebut dapat diterima selama berada di dalam kewenangan pengadilan untuk memutuskan perihal yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilu. Oleh sebab itu, KPU disarankan melaksanakan putusan PN Jakpus terkait dengan status Partai Prima. Sedangkan untuk penundaan pemilu, Ray menyatakan KPU tidak harus melaksanakan putusan tersebut.
"Untuk tidak melaksanakan putusan PN Jakpus terkait dengan penundaan tahapan pemilu. Sebab, putusan ini tidak memiliki dasar yang kuat untuk ditetapkan oleh PN Jakpus," sambungnya.
Baca juga: PN Jakpus tegaskan Putusan soal Pemilu belum Inkrah
Menurutnya, kewenangan penundaan pemilu dengan tegas dinyatakan berada di tangan KPU yang didasarkan pada adanya gangguan keamanan, bencana alam, kerusuhan, atau gangguan lain yang dapat mengganggu tahapan pemilu.
"Oleh karena itu, hakim PN sejatinya memahami batasan ini. Tidak dimasukannya putusan pengadilan mana pun untuk menunda pemilu karena hal tersebut tidak berhubungan dengan keadilan pemilu. Dan juga dengan kepastian hukum pemilu," tuturnya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.
"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," ucap Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Oyong, dikutip dari Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, diakses dari Jakarta, hari ini.(OL-4)
Sentimen: negatif (99.6%)