Sentimen
Positif (97%)
28 Feb 2023 : 17.19
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Cambridge

Kab/Kota: London

Tokoh Terkait

Kisah Pria Autis Tak Bisa Baca sampai Usia 18 Tahun kini Jadi Profesor Universitas Cambridge

28 Feb 2023 : 17.19 Views 3

iNews.id iNews.id Jenis Media: Nasional

Kisah Pria Autis Tak Bisa Baca sampai Usia 18 Tahun kini Jadi Profesor Universitas Cambridge

LONDON, iNews.id - Jason Arday (37), pria autis asal London, Inggris, menjadi profesor di kampus kenamaan Universitas Cambridge. Dia bahkan tak bisa membaca dan menulis sampai usia 18 tahun. Arday juga menjadi profesor kulit hitam termuda di Univrsitas Cambridge.

Dengan gelar barunya itu, Arday akan mulai mengajar Sosiologi Pendidikan pada 6 Maret mendatang. Tak heran jika netizen memuji Arday atas usahanya yang gigih serta tak kenal lelah untuk mengatasi keadaannya yang sulit.

Pria yang besar di Clapham itu harus berjuang melawan autisme dan keterbelakangan belajar. Arday bahkan baru bisa berbicara pada usia 11 tahun. 

Dia didiagnosis menderita keterlambatan perkembangan menyeluruh yang memengaruhi kemampuannya untuk belajar berbicara dan membaca. Para terapis serta penasihat karier memperkirakan Arday akan menghabiskan masa dewasa dengan bantuan orang lain, bahkan sampai seumur hidup. Namun dia berhasil mengatasi semua anggapan itu dan bahkan bisa mencapai posisi yang selevel dengan orang normal.

Arday sempat menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi di sekolah. Sementara untuk belajar membaca dan menulis, keluarga membantunya. Upaya keras keluarga dan orang-orang dekat berhasil meluluskan Arday ke perguruan tinggi yakni di Universitas Surrey. 

Teman dekat sekaligus mentor kampus, Sandro Sandi, selalu mendorongnya untuk mengejar karier. 

"Dia selalu percaya pada saya," ujarnya.

Setelah lulus, Arday bekerja sebagai guru pendidikan jasmani. Pekerjaan itu memberi pelajaran berharga baginya.

“Menjadi guru sekolah memberi saya pemahaman langsung tentang ketidaksetaraan sistemik yang dihadapi anak-anak muda dari kelompok minoritas dalam pendidikan,” ujarnya.

Arday mengenang pengalaman masa lalunya dan bagaimana bisa diterima di masyarakat. Profesor sosiologi itu mengenang permah ditolak di lingkungan saat pertama kali mulai menulis untuk akademis.

"Ketika saya mulai menulis makalah akademis, saya tidak tahu apa yang saya lakukan. Saya tidak punya mentor dan tidak ada yang pernah menunjukkan cara menulis. Semua yang saya kirim ditolak dengan tegas. Proses peer review sangat kejam, tapi saya menganggapnya sebagai pengalaman belajar dan anehnya mulai menikmatinya," kata Arday.

Editor : Anton Suhartono

Follow Berita iNews di Google News

Bagikan Artikel:

Sentimen: positif (97.7%)