Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UNAIR, Universitas Airlangga
Kasus: HAM, pembunuhan
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Brigadir Yosua Hutabarat
Baiquni Wibowo
Nofriansyah Yosua Hutabarat
Jelang Sidang Vonis, Pakar Sebut Baiquni Wibowo Bisa Dibebaskan dari Tuntutan Jaksa
Indozone.id Jenis Media: News
INDOZONE.ID - Terdakwa kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Baiquni Wibowo akan menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat, (24/2/ 2023) besok. Baiquni dinilai patut untuk dibebaskan oleh majelis hakim.
Pakar Komunikasi, Emrus Sihombing menilai, penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terhadap Baiquni tidaklah tepat. Sebab, tindakan merusak barang elektronik disebutnya tidak masuk dalam pelanggaran UU ITE.
“Saya bicara aspek komunikasi. Saya terus terang UU ITE itu menurut sepanjang yang saya tahu sebagai komunikolog, itu bukan bicara perusakan peralatan. Perusakan peralatan itu kan bentuk lain, justru UU ITE yang ditransaksikan kan pesan. Jadi bukan teknologinya. Jadi UU ITE itu adalah transaksi, transaksi itu apa, ya komunikasi. Maka di dalam komunikasi salah satu teorinya itu adalah tentang pertukaran pesan informasi,” kata Emrus kepada wartawan, Kamis (23/2/3023).
Baca Juga: Viral Video Kekejaman Mario Dandy Aniaya David yang Sudah Terkapar, Direkam oleh Pacarnya
Emrus menjelaskan, pengerusakan teknologi seperti kabel, antena, atau yang sejenisnya tidak termasuk dalam transaksi informasi, yakni mengoper konten dari satu pihak ke pihak lain.
“Jadi sepanjang yang saya tahu, UU ITE itu menyangkut konten, isi daripada yang ditransaksikan. Jadi bukan teknologinya. Kan ITE informasi transaksi elektronik, bukan teknologi. Transaksi pesan yang saya lihat di sana. Kalau perusakan peralatan adalah hal lain. Itu sama saja kita merusak rumah atau benda-benda lain,” jelasnya.
Perintah Ferdy SamboEmrus juga menyoroti sosok Baiquni Wibowo yang hanya menjalankan perintah dari atasannya yakni Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam.
Ferdy Sambo. (ANTARA FOTO).Dari kacamata komunikasi, lanjutnya, pesan yang disampaikan atasan kepada bawahan jika tidak dituruti maka akan ada dampak atau punishment.
“Jadi kalau perintah atasan kepada bawahan apakah bentuknya persuasif, memaksa, memerintah, atau pesan mengajak, membujuk, tentu relasi di situ power, ada di atasan. Maka bawahan sulit menolak,” tutur Emrus.
Emrus mencontohkan, jika atasan tertawa secara tidak langsung bawahan ikut tertawa meski tidak ada hal yang lucu. Dari situ, dapat dimaknai bahwa bawahan sangat sulit menolak keinginan atasan lantaran nasibnya ada di momen tersebut.
“Saya melihat, sebagai bawahan karena sudah dewasa ketika ada pelanggaran hukum mungkin dia ikut bertanggung jawab tetapi yg paling bertanggung jawab adalah atasan karena itu permintaan, perintah, membujuk, apapun. Atasan bertanggung jawab lebih dibanding bawahan meski bawahan juga bertanggung jawab karena sudah dewasa,” tandasnya.
Baiquni Tidak TahuEmrus lantas mengulas tindakan menyalin atau copy yang juga terjadi pada kasus Baiquni Wibowo. Bahwa pada dasarnya ketidaktahuan dapat membebaskan terdakwa dari hukuman.
“Saya berpendapat artinya tindakan merekam (meng-copy) itu kan dia tidak tahu, isinya apa, dan tindakan merekam pun jadi dimanfaatkan, menjadi alat bukti. Kalau saya berpendapat orang yang merekam karena ketidaktahuan ya dia harus dibebaskan, bukan memperingan lagi. Karena dia tidak tahu, terlepas siapa orangnya,” bebernya.
“Dalam pandangan saya kalau dia diperintahkan merekam tapi dia tidak tahu peristiwa yang sesungguhnya dan bahkan rekaman itu ada manfaatnya bagi proses selanjutnya dan dia dia tidak tahu tujuannya apa ya saya berpendapat orang seperti itu harusnya dibebaskan. Dalam konteks itu ya,” sambung Emrus.
Laksanakan TugasSementara itu, tim penasihat hukum Baiquni Wibowo, Junaedi Saibih menilai, apa yang dilakukan kleinnya hanya melaksanakan tugas kedinasan atau perintah atasan yang sah. Berdasarkan UU Pelayanan Publik pejabat pelaksana tidak dapat dipersalahkan.
"Jadi majelis hakim sudah sepantasnya mengedepankan ratio legis dalam pertimbangannya sebagaimana yang kami uraikan. Bahwa cukup alasan untuk tidak menjatuhkan pidana apa pun terhadap para terdakwa," kata dia.
Lagipula, kata Junaedi, Pakar Komunikasi Universitas Airlangga Henri Subiakto yang dihadirkan dalam persidangan pada 19 Januari 2023 menyebut Arif Rahman tak bisa dituntut dengan Pasal 33 UU ITE. Menurut dia, dalam Pasal 33 itu yang ingin dilindungi adalah fungsinya.
"Jadi harus terpenuhi bahwa ada fungsi yang terganggu akibat tindakan non fisik tersebut. Sedangkan dalam fakta persidangan tidak terbukti tindakan Baiquni yang dapat mengganggu fungsi Sistem CCTV Kompleks," kata Junaedi mengutip kesaksian Henri.
Menurut Junaedi, pada tahun 2021 Presiden Jokowi juga merasa banyak masalah dalam UU ITE, salah satu alasannya karena muncul pernyataan dari lembaga HAM PBB atau SPMH bahwa Indonesia telah melakukan judicial harassment karena menerapkan UU ITE tidak sesuai dengan asas hukum yang berlaku.
"Maka kemudian Presiden menunjuk Menkopolhukam untuk mengatasi masalah ini. Menindaklanjuti arahan dari Presiden, dibuatkanlah SKB (Surat Keputusan Bersama) sebagai pedoman yang disusun oleh menkopolhukam bersama Jaksa Agung, Kapolri, dan Kominfo," tutur Junaedi.
Diketahui, Baiquni dituntut 2 tahun denda Rp10 juta subsider 3 bulan kurungan. Baiquni disebut menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan yang berakibat terganggunya sistem elektronik menjadi tidak bekerja semestinya.
Baca Juga: Pejabat DJP Pajak yang Anaknya Aniaya Pelajar Minta Maaf, Akui Tindakan Mario Dandy Salah
Sistem elektronik dalam perkara ini adalah rekaman kamera keamanan (CCTV) di rumah dinas mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo.
Artikel Menarik Lainnya:
Sentimen: negatif (99.9%)