Sentimen
23 Feb 2023 : 21.36
Informasi Tambahan
Kasus: Tipikor, korupsi
Tanah hingga Duit Rp1 Miliar jadi Bukti Cuci Uang Kakanwil BPN Riau
24 Feb 2023 : 04.36
Views 1
Medcom.id Jenis Media: News
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeklaim punya bukti kuat dalam tudingan pencucian uang Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau M Syahrir. Beberapa aset sampai duit miliaran rupiah miliknya sudah disita.
"Tim penyidik saat ini telah menyita berbagai aset yang memiliki nilai ekonomis tinggi, antara lain berupa tanah dan bangunan serta uang tunai sekitar Rp1 miliar," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 23 Februari 2023.
Total aset yang diduga berkaitan dengan pencucian uang itu belum final. KPK masih mencari bukti melalui pemeriksaan saksi.
"Penelusuran dan pelacakan aset-aset lainnya akan terus dilakukan dalam rangka memaksimalkan asset recovery," ucap Ali.
Syahrir terjerat dugaan suap dan gratifikasi dalam pengurusan hak guna usaha (HGU) di wilayahnya. Kasus ini bermula ketika pemegang saham PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya meminta General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso mengurus perpanjangan HGU perusahaannya yang berakhir pada 2024. Sudarso langsung menghubungi Syahrir untuk mempercepat proses pengurusan.
Syahrir meminta Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura untuk mempercepat pengurusan HGU. Permintaan itu berlangsung di rumah dinas Syahrir.
Sudarso langsung melaporkan permintaan itu kepada Frank dan langsung disetujui. Frank langsung menyiapkan SGD120 ribu untuk menyanggupi mahar yang diminta Syahrir.
Penyerahan uang terjadi di rumah dinas Syahrir sekitar September 2021. Syahrir melarang Sudarso membawa alat komunikasi saat penyerahan duit suap berlangsung.
Setelah perpanjangan didapat, Frank meminta Sudarso mengajukan surat permohonan kemitraan di Kampar kepada Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) saat itu, Andi Putra. Andi tidak keberatan dengan kemitraan itu.
Dalam kasus ini, Frank bersama Sudarso diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, M Syahrir selaku penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
"Tim penyidik saat ini telah menyita berbagai aset yang memiliki nilai ekonomis tinggi, antara lain berupa tanah dan bangunan serta uang tunai sekitar Rp1 miliar," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 23 Februari 2023.
Total aset yang diduga berkaitan dengan pencucian uang itu belum final. KPK masih mencari bukti melalui pemeriksaan saksi.
-?
- - - -"Penelusuran dan pelacakan aset-aset lainnya akan terus dilakukan dalam rangka memaksimalkan asset recovery," ucap Ali.
Syahrir terjerat dugaan suap dan gratifikasi dalam pengurusan hak guna usaha (HGU) di wilayahnya. Kasus ini bermula ketika pemegang saham PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya meminta General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso mengurus perpanjangan HGU perusahaannya yang berakhir pada 2024. Sudarso langsung menghubungi Syahrir untuk mempercepat proses pengurusan.
Syahrir meminta Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura untuk mempercepat pengurusan HGU. Permintaan itu berlangsung di rumah dinas Syahrir.
Sudarso langsung melaporkan permintaan itu kepada Frank dan langsung disetujui. Frank langsung menyiapkan SGD120 ribu untuk menyanggupi mahar yang diminta Syahrir.
Penyerahan uang terjadi di rumah dinas Syahrir sekitar September 2021. Syahrir melarang Sudarso membawa alat komunikasi saat penyerahan duit suap berlangsung.
Setelah perpanjangan didapat, Frank meminta Sudarso mengajukan surat permohonan kemitraan di Kampar kepada Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) saat itu, Andi Putra. Andi tidak keberatan dengan kemitraan itu.
Dalam kasus ini, Frank bersama Sudarso diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, M Syahrir selaku penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
(ADN)
Sentimen: negatif (100%)