Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung, Semarang, Kubu Raya, Banda Aceh, Banjarmasin
Tokoh Terkait
Menyikapi Kontroversi Lato-Lato
Detik.com Jenis Media: News
Sudah lebih sebulan lato-lato menghiasi ruang hidup kita. Demam lato-lato membanjiri media dan kanal Youtube, viewer akun tutorial lato-lato mencapai ratusan ribu hingga jutaan. Lato-lato bukan sekadar permainan masa lalu, tetapi sebagai permainan yang ekspresif di tengah maraknya game online.
Berdasarkan data We Are Social, Indonesia merupakan negara ketiga dengan pemain game online terbanyak di dunia mencapai 94,5 persen. Banyak orangtua khawatir anak-anak mereka akan terjebak kecanduan game online. Dengan viralnya lato-lato, orangtua sedikit lega anak-anak mereka mulai melepas ketergantungan pada gadget.
Sebagai gambaran durasi bermain game online, Lin, Hsu, Wu, Chang (2013) mempublikasikan hasil penelitiannya tentang kategori dan efek durasi bermain game online per hari, kategori rendah 1,34 jam, sedang 4,84 jam, dan tinggi 10,27 jam.
Ketika anak bermain game online melebihi 4,84 jam per hari, maka akan sulit bagi mereka mengatur waktu bermain, belajar, dan beraktivitas. Jika sudah mencapai 10 jam per hari mereka berada pada kondisi tidak stabil, sulit mengatur jam tidur, kemampuan belajar memburuk, interaksi sosial menurun, serta bermasalah secara psikis dan fisik.
Lato-lato sebagai media mampu mengurangi dominasi game online bagi tumbuh kembang anak. Dalam kategori permainan sosial dan non sosial yang dirumuskan oleh Parten, lato-lato kita klasifikasi sebagai permainan asosiatif yang mana anak butuh bermain dengan anak lain, berinteraksi, dan mengikuti temannya yang sudah pandai. Mereka main dengan pola yang mirip, meski dengan cara dan putaran bola yang berbeda.
Dengan bermain lato-lato, anak-anak bisa mengembangkan kemampuan sosio-emosional, melatih akurasi gerakan motorik, menyeimbangkan antara gerakan tangan dan pikiran. Permainan ini juga dapat merangsang fungsi kognitif dalam menilai dan mengatur arah kedua bola agar menghasilkan bunyi tek-tek yang kencang.
Maraknya Pelarangan
Dalam sebulan terakhir, beberapa daerah melalui Dinas Pendidikan justru melarang anak-anak untuk membawa lato-lato ke sekolah. Ini terjadi di beberapa kabupaten atau kota seperti Bandung Barat, Kabupaten Pesisir Barat, Banda Aceh, Banjarmasin, Semarang, dan beberapa daerah lainnya.
Alasan pelarangan karena risiko keamanan dan bahaya saat bola lepas bandul. Selain itu, suara lato-lato membuat kebisingan dan mengganggu konsentrasi belajar anak di sekolah.
Dalam kadar tertentu, jika tidak dikelola dengan baik, bola lato-lato bisa kena mata atau wajah. Seorang anak inisial AJ berusia 8 tahun di Kubu Raya, Kalimantan Barat mengalami luka akibat bola lato-lato pecah di bagian mata. Kejadian tersebut membuat matanya dioperasi.
Dengan maraknya pelarangan, beberapa pihak menyuarakan pandangannya. Salah satunya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). "Melarang bermain lato-lato bukanlah keputusan yang bijak. Lato-lato adalah bagian dunia bermain dan belajar anak, itu bisa jadi media pembelajaran bagi siswa di sekolah," ucap Wakil Ketua KPAI Jasra Putra.
Perbedaan pandangan tentang manfaat dan risiko lato-lato adalah hal lazim. Tugas orangtua dan pihak sekolah membimbing dan mengarahkan anak-anak untuk bisa melatih bermain lato-lato tanpa menimbulkan efek negatif.
Di samping itu, tren lato-lato bisa jadi momen untuk mengembalikan permainan tradisional yang telah lama hilang akibat anak-anak fokus pada game online. Permainan tradisional sebagai alternatif yang kaya akan nilai budaya, memberi ruang gerak lebih banyak daripada game online, dan menstimulasi tumbuh kembang anak dengan cepat.
Kita mestinya bisa menghidupkan kembali permainan tradisional. Seperti yang dilakukan Jurusan Psikologi Universitas Jambi lewat Komunitas Kampung Pintar. Mereka aktif mensosialisasikan berbagai jenis permainan tradisional di titik keramaian Kota Jambi pada hari Minggu.
Dalam program "Playground Permainan Tradisonal", mereka membuka stan dan mengajak anak-anak untuk bermain engklek, dakon, egrang kayu, egrang batok, dan lompat tali. Antusias anak-anak mencoba permainan tradisional sangat tinggi.
Selain itu, masih banyak permainan tradisional yang belum kita kenalkan pada anak-anak generasi Z, permainan yang dulu pernah tren ketika saya masih anak-anak, seperti gobak sodor, bentengan, bola bakar, kucing dan tikus yang biasa kami mainkan ketika di sekolah maupun di luar sekolah.
Memberi Kesempatan
Pihak sekolah harus memfasilitasi lato-lato dan permainan tradisional, membuat tutorial dan modul, memberi kesempatan siswa bermain pada waktu istirahat dan jam pelajaran Penjaskes, dan mengadakan lomba permainan tradisional agar semakin menarik bagi siswa.
Kita juga bisa menyusun strategi digital agar permainan tradisional lainnya bisa viral seperti lato-lato, mengemas jadi permainan yang sederhana dan terjangkau, serta mengkampanyekan dengan melibat influencer dan tokoh publik.
Upaya yang kita lakukan untuk mengenalkan permainan tradisional ke anak-anak di era sekarang penting untuk segera dilakukan. Berbagai teknologi baru terus memunculkan jenis game online yang membuat mereka sulit menahan diri untuk memainkannya siang dan malam. Tren lato-lato adalah kesempatan yang tepat untuk kita mengurangi kecanduan game online yang tidak kita kehendaki itu.
Agung Iranda dosen Psikologi Universitas Jambi, Pengurus HIMPSI Wilayah Jambi
Sentimen: negatif (99.6%)