Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UGM
Kasus: HAM
Tokoh Terkait
Wamenkumham Tepis Prasangka Buruk KUHP Baru Disiapkan untuk Ferdy Sambo
Detik.com Jenis Media: News
Dibentuknya ketentuan hukuman terpidana mati dalam KUHP baru dikaitkan dengan kasus Ferdy Sambo. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyebut aturan tersebut dibuat sebelum adanya kasus Sambo.
"Orang berasumsi orang berprasangka buruk boleh-boleh saja silahkan itu urusan mereka sendiri. Tapi, saya ingin menegaskan bahwa pemikiran konstruksi Pasal 100 itu bukan yang tiba-tiba turun dari langit, tapi sudah dari 10 tahun yang lalu dan ini sebagai suatu jalan tengah," ujar Eddy Hiariej, sapaan dia, dalam video keterangan pers dari Kementerian Hukum dan HAM, Rabu (15/2/2023).
Begini bunyi Pasal 100 di KUHP baru
Pasal 100
(1) Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan:
a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau
b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.
(2) Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.
(3) Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.
(5) Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan.
(6) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.
Profesor dari UGM ini menyebut aturan soal hukuman mati di KUHP baru itu sebagai cara Indonesia mencari jalan tengah bagi pindana mati. Jalan tengah itu berada di antara paham yang ingin mempertahankan pidana mati dan paham yang ingin menghapus pidana mati.
Eddy Hiariej mengatakan KUHP versi baru mengatur bahwa pidana mati bukan sebagai pidana pokok melainkan pidana khusus. Pidana mati dijatuhkan dengan selektif dan percobaan 10 tahun.
"Akirnya pemerintah dan DPR memutuskan pidana mati bukan lagi pidana pokok tapi pidana khusus. Apa kekhususannya? dia dijatuhkan hakim sangat selektif, dua dijatuhkan dengan percobaan 10 tahun inilah kekhususannya," tuturnya.
Ia menyebut diberikannya percobaan 10 tahun agar sesuai dengan visi reintegrasi sosial. Sebab diharapkan ada perubahan setelah mendapatkan pembinaan dan bisa kembali diterima oleh masyarakat.
"Diharapkan ketika dia dijatuhi sanksi dia menjalani sanksi sembari mendapat pembinaan dari teman-teman di pemsayarakatan dia akan kembali menjadi baik, jadi reintegrasi sosial, dia akan bisa diterima oleh masyarakat dia tidak akan mengulangi perbuatan pidanannya dan bisa bermanfaat bagi masyarakat," tuturnya.
"Kalau pidana mati seketika dieksekusi lalu bagaimana dengan visi reintegrasi sosial itu, tidak tercapai artinya jangan sampai kita memformulasikan pasal-pasal dalam suatu UU itu bertentangan dengan visinya. Jadi mengapa kita ada masa percobaan 10 tahun ya sesuai dengan visi reintegrasi sosial, artinya ketika hakim menjatuhkan pidana mati selalu dibarengkan dengn alternatif percobaan 10 tahun," sambungnya.
(dwia/dnu)Sentimen: negatif (100%)