Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Ucapan pimpinan DPR dinilai bisa memicu kekerasan di Papua
Alinea.id Jenis Media: News
Wewenang pemerintah yang besar tersebut, kata dia, tentunya akan dapat menimbulkan persoalan baru dan warga sipil yang tidak bertikai dapat menjadi korban.
Berkaitan dengan status operasi keamanan di Papua, Kontras sebelumnya pernah mengajukan permohonan informasi publik kepada Kemenkopolhukam pada 5 April 2022 dengan nomor surat 17/SK-KontraS/IV/2022, mempertanyakan terkait status keamanan di Papua saat itu. Namun, menurut Fatia, surat tersebut tidak mendapatkan balasan.
"Dengan tidak diberikannya informasi tersebut, membuktikan bahwa pengerahan aparat keamanan secara masif ke Papua patut dipertanyakan sebab tidak ada transparansi dan akuntabilitas dari negara atas pengerahan pasukan keamanan yang selama ini dilakukan," ungkapnya.
Berdasarkan catatan Kontras, lanjut dia, sebanyak 8.264 personel gabungan TNI/POLRI diterjunkan ke tanah Papua. Kedatangan pasukan dengan jumlah besar ini memicu terjadinya kontak senjata antara TNI/POLRI dengan TPNPB-OPM.
Akibatnya, sepanjang Desember 2021-November 2022 diketahui terdapat sekitar 48 peristiwa kekerasan yang terjadi. Banyak korban yang jatuh justru didominasi warga sipil termasuk perempuan dan anak-anak.
Kontras, tegas Fatia, menilai berulangnya berbagai peristiwa kekerasan yang terjadi di Papua, membuktikan pendekatan keamanan atau militerisme tidak dapat menyelesaikan pokok masalah. Pemerintah seharusnya melihat konflik yang selama ini terjadi di Papua berdasarkan pada akar masalah.
Fatia mengutip temuan tim kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tentang Papua. Disebutkan, terdapat empat akar masalah yang menjadi pemicu terjadinya konflik kekerasan di wilayah Papua. Pertama, marjinalisasi terhadap masyarakat Papua. Kedua, kegagalan pembangunan. Ketiga, persoalan status politik Papua. Keempat, pelanggaran hak asasi manusia.
"Bahwa atas temuan tersebut, pemerintah perlu menindaklanjutinya dengan mengupayakan cara-cara non-kekerasan berupa pendekatan dialog untuk menyelesaikan akar permasalahan yang terjadi," katanya.
Lebih lanjut, Fatia menyikapi adanya penyanderaan yang diduga dilakukan kelompok TPNBP-OPM pada Selasa (7/2) di lapangan terbang Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, terhadap seorang pilot pesawat Susi Air, berkewarganegaraan Selandia Baru. Menurutnya, pihak yang berkonflik patut bersikap hati-hati, sehingga orang yang disandera dapat dibebaskan dengan keadaan selamat.
"Semua pihak harus menghindari cara-cara kekerasan dan menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia. Keselamatan orang yang disandera harus menjadi prioritas. Kami mendorong pihak yang berkonflik mengedepankan pendekatan secara damai atau non-kekerasan dalam menyelesaikan konflik yang selama ini terjadi," tandasnya.
Sentimen: negatif (66.3%)