Sentimen
Negatif (94%)
10 Feb 2023 : 16.53
Informasi Tambahan

Event: Pemilu 2019

Kab/Kota: Banyuwangi

Sistem Pemilu Ditantang Lahirkan Pemilih dan Caleg yang Tak Pragmatis

10 Feb 2023 : 16.53 Views 3

Detik.com Detik.com Jenis Media: News

Sistem Pemilu Ditantang Lahirkan Pemilih dan Caleg yang Tak Pragmatis

Jakarta -

Sistem pemilu proporsional terbuka sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar diubah menjadi proporsional tertutup. Dua sistem itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga perlu jalan tengah sebagai solusi.

Menurut anggota Dewan Penasihat Perludem, Titi Anggraini, menyatakan sistem pemilu yang berlaku sekarang ini secara obyektif perlu dievaluasi.

"Demokrasi mensyaratkan well inform voters. Pemilih yang terinformasi baik. Tahu bagaimana mekanisme mencoblos, tahu siapa calegnya, tahu siapa capres cawapres, dan juga tahu konsekuensi dari pilihan yang dibuat. Jadi tantangan kita adalah melahirkan pemilih yang tidak pragmatis. Selain tantangan terbesar kita yaitu melahirkan caleg-caleg yang juga tidak pragmatis," kata Titi sebagaimana dilansir siaran pers Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Jumat (10/2/2023).

-

-

Podcast BPHN dengan topik "Polemik Pemilu 2024 : Untung-Rugi Sistem Proporsional Pemilu Terbuka, Tertutup, atau Campuran?". Dalam diskusi itu, mantan anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar mengemukakan Pemilu 2024 harus dirancang sejak hari ini.

"Ini karena dalam waktu kurang dari 1 tahun ini kita harus bisa menekan cost sekaligus waktu pelaksanaan nanti di lapangan, jangan sampai kejadian Pemilu 2019 terutama jatuhnya korban yang kelelahan karena Pemilu ini pekerjaan berat bukan hanya 1 hari pelaksanaan selesai, namun mulai dari persiapan hingga pelaksaan cukup panjang dan dampaknya juga merupakan dampak jangka panjang," kata Fritz.

Adapun Rektor Untag Banyuwangi, Andang Subahariyanto juga memberikan contoh bagaimana warga di Banyuwangi pernah ada kasus yang tidak bisa mencalonkan diri pada pemilihan daerah padahal sudah lama mengabdi di partai namun tidak dipertimbangkan karena dianggap tidak populer untuk memperoleh suara.

"Kita perlu mengevaluasi dan mengkaji kembali sistem proporsional kita, agar masyarakat baik pemilih atau yang maju dalam pemilihan jika memang pantas untuk mencalonkan diri dan telah mendapatkan internalisasi karena telah melalui proses kaderisasi dengan minimal sekian tahun pengabdian bisa maju dalam bursa pemilihan," ujar Andang yang juga Sekjen Pertinasia.

Sebelumnya, Kepala BPHN Widodo Ekatjahjana kedua sistem itu memiliki kelebihan dan kelemahan, baik yang terbuka atau yang tertutup.

"Itu sebabnya, diperlukan jalan tengah yang mengombinasikan kelebihan masing-masing, sehingga parpol sebagai aktor utama pemilu yang konstitusional demokratis memiliki kewenangan untuk menugaskan kader terbaiknya di lembaga perwakilan, sedangkan suara terbanyak tetap mendapat ruang untuk diakomodir," kata Widodo.

Widodo menambahkan, dengan sistem kombinasi tersebut akan dapat dijaga/ dilindungi melalui kebijakan afirmasi parpol antara lain:

1. Keterwakilan calon perempuan
2. Calon yang memiliki popularitas dan telah bekerja mendulang suara untuk partainya
3. Calon dan kader terbaik partai yang tidak memiliki popularitas tetapi memiliki prestasi dan kinerja terbaik untuk partai.

Di sisi lain, konflik dan 'perkelahian" antar calon di dalam tubuh satu partai di MK akan dapat ditekan dan dikendalikan.

"Ini berarti jumlah perkara PHPU seperti pada pemilu sebelumnya akan sangat jauh berkurang dan dapat dikendalikan," pungkas Widodo.

(asp/zap)

Sentimen: negatif (94.1%)