Sentimen
Negatif (66%)
9 Feb 2023 : 06.00
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Institusi: ITB

Kab/Kota: bandung, Setiabudi, Yogyakarta, Garut

Saat Abdul Muis Tangkis Penghinaan Penjajah Lewat Tulisannya

Okezone.com Okezone.com Jenis Media: Nasional

9 Feb 2023 : 06.00
Saat Abdul Muis Tangkis Penghinaan Penjajah Lewat Tulisannya

JAKARTA - Abdul Muis merupakan sosok wartawan yang mendapat gelar pahlawan nasional Indonesia pertama. Dia lahir di Sungai Puar, Sumatera Barat pada 3 Juli 1883.

Abdul Muis merupakan putra Datuk Tumangguang Sutan Sulaiman. Sang ayah merupakan seorang demang yang keras menentang kebijakan Belanda di dataran tinggi Agam.

Jabatan ayahnya memungkinkan Abdul Muis memasuki STOVIA atau School tot Oleiding Voor Inlandsche Artsen. Sekolah tersebut dikhususkan untuk pendidikan dokter pribumi di Batavia pada zaman kolonial Hindia Belanda.

Ada yang menarik saat Abdul Muis bersolah di STOVIA. Saat itu, Abdul Muis sempat pingsan saat menjalani ujian praktikum.

Usut punya usut rupanya dirinya tak tahan melihat darah. Alhasil, kandaslah cita-citanya menjadi dokter, dilansir dari Sindonews.

Baca juga: Pers Diminta Kawal Pelanggaran Pemilu hingga Pelaku Dapatkan Sanksi Hukum

Abdul Muis sempat bekerja sebagai pegawai negeri pada Departemen Agama dan Kerajinan. Setelah itu ia diketahui pindah ke harian "Preanger Bode", surat kabar Belanda yang terbit di Bandung.

Selama bertugas di Preanger Bode, Abdul Muis mengoreksi karangan-karangan yang akan dimasukkan ke percetakan. Dirinya pun mendapati karangan-karangan Belanda yang berisi penghinaan terhadap bangsa Indonesia.

Baca juga: Dewan Pers: Pemberitaan Berperspektif Keberagaman Perlu Diperkuat

Abdul Muis tak terima, harga dirinya tersinggung. Dia lalu mengajukan protes kepada atasannya, tetapi tidak pernah ditanggapi.

Ia pun melawan dengan menulis karangan-karangan untuk menangkis penghinaan yang dilontarkan terhadap bangsanya oleh penulis-penulis Belanda.

Follow Berita Okezone di Google News

Artikel-artikel yang ditulisnya itu dikirim ke harian De Express, harian berbahasa Belanda yang dipimpin oleh Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi), seorang Indo yang menentang penjajahan Belanda.

Di dunia jurnalis, Abdul Muis pun pernah bekerja sama dengan Haji Agus Salim memimpin majalah Neraca. Selain menjadi jurnalis, Abdul Muis adalah anggota Sarekat Islam (SI). Namanya sejajar dengan tokoh SI lainnya seperti Haji Agus Salim maupun Mohammad Roem.

Johan Prasetya dalam buku Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan (Penerbit Saufa, Agustus 2014) menulis, Abdul Muis adalah anggota pengurus besar SI. Dalam Kongres SI pada tahun 1916 di Bandung, Abdul Muis menegaskan perlunya mengusahakan pendidikan dan pengajaran bagi rakyat Indonesia, khususnya kaum Islam.

Sebagai aktivis pergerakan yang cerdas, Abdul Muis memilih cara unik untuk memperjuangkan nasib bangsanya. Selain melalui tulisan-tulisan yang tajam, ia juga menggelorakan pemboikotan perayaan yang diadakan Belanda untuk mengenang 100 tahun terbebasnya Belanda dari penjajahan Perancis pada Pada November 1913. Aksi tersebut membuatnya harus berhadapan dengan mahkamah pengadilan.

Abdul Muis selalu memanfaatkan banyak momen tum untuk kepentingan Indonesia. Misalnya, ketika dikirim ke Belanda pada 1917 atas nama Komite Ketahanan Hindia Belanda (Indie Weerbar), ia memanfaatkan kesempatan itu untuk memengaruhi tokoh-tokoh politik Belanda agar mendirikan sekolah teknologi tinggi (Technische Hooge School) di Indonesia.

Abdul Muis terpikirkan hal itu setelah dirinya mencoba naik pesawat terbang. Dari pengalaman tersebut, Abdul Muis yakin bahwa kemajuan teknik barat perlu dipelajari oleh pemuda-pemuda Indonesia.

Perjuangannya tidak sia-sia. Sekolah tersebut akhirnya didirikan dan sekarang terkenal dengan nama Institut Teknologi Bandung (ITB).

Di momen lain, bersama HOS Cokroaminoto, Abdul Muis yang merupakan wakil dari SI dalam Volksraad, pada tanggal 25 November 1918 mengajukan mosi terhadap Pemerintah Belanda agar membentuk parlemen yang anggota-anggotanya dipilih sendiri oleh rakyat.

Abdul Muis juga terlibat dalam peristiwa pemogokan massal buruh di Yogyakarta pada 1922. Akhirnya, Pemerintah Belanda menangkap dan mengasingkannya ke Garut, Jawa Barat pada tahun 1927.

Di Garut, jiwa sastra Abdul Muis muncul. la menulis novel yang kemudian cukup terkenal hingga sekarang yakni "Salah Asuhan". Ia juga menerjemahkan buku dan bahasa asing, antara lain "Sebatang Kara", "Don Kisot", dan "Tom Sawyer Anak Amerika".

Pada zaman Jepang, nama Abdul Muis tidak banyak terdengar. Tetapi setelah kemerdekaan diproklamasikan, keinginannya untuk melakukan kegiatan politik bangkit kembali. Bersama beberapa temannya, ia membentuk "Persatuan Perjuangan Priangan", yang berpusat di Wanaraja, di luar Garut.

Tahun 1946 ia ditawari menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung, tetapi ada saja orang yang iri. Orang itu menulis laporan palsu kepada Presiden Soekarno yang mengatakan bahwa sewaktu diasingkan di Garut, Abdul Muis minta ampun kepada Pemerintah Belanda. Padahal, anjuran meminta ampun ditolak mentah-mentah oleh Abdul Muis.

Pada 17 Juni 1959, Abdul Muis meninggal dunia di Bandung. Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 218 Tahun 1959 tertanggal 30 Agustus 1959, Pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan kepada Abdul Muis.

Sentimen: negatif (66.3%)