Sentimen
Positif (99%)
8 Feb 2023 : 15.26
Partai Terkait

BRIN, Kartu Kuning, dan Aset Riset

Detik.com Detik.com Jenis Media: News

8 Feb 2023 : 15.26
BRIN, Kartu Kuning, dan Aset Riset
Jakarta -

Akhir Desember lalu, langit terasa kelabu, dengan hujan mengguyur sepanjang hari. Suasana tambah kelam saat organisasi tempat saya bekerja, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendapat kartu kuning dari salah satu media. Kartu kuning beserta hujatan netizen diberikan kepada BRIN karena prediksi salah satu perisetnya mengenai kemungkinan badai dahsyat di Ibu Kota pada 28 Desember 2022 meleset.

Kartu kuning untuk BRIN merupakan hal yang absurd, seabsurd jika kartu kuning diberikan wasit kepada PSSI atas pelanggaran cukup keras yang dilakukan oleh Jordi Amat terhadap Adisak Kraisorn di menit ke-88 pada pertandingan ketiga Grup A Piala AFF 2022 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, sehari setelah prediksi cuaca yang gagal tersebut.

Berkelindan dengan cuaca gagal badai namun hujan deras sepanjang hari, hujatan, dan tebaran kartu kuning, BRIN mengumumkan untuk memberikan, tepatnya meminjamkan fasilitas riset berupa laptop kepada perisetnya yang berasal dari Kementerian dan Lembaga (KL). Laptop bukan sembarang laptop. Laptop dengan spesifikasi 12 core i5 dengan banderol harga sekitar 26 juta rupiah di toko online, jelas bukan kaleng-kaleng.

Perlu diketahui, BRIN merupakan lembaga pemerintah gabungan dari Kemristek, 4 Lembaga Pemerintah Non Kementerian dan 69 litbang KL, dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) serta Perpres 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional. Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, seluruh tugas, fungsi, dan kewenangan serta pegawai negeri sipil, perlengkapan, pembiayaan dan aset badan penelitian dan lembaga riset KL menjadi milik BRIN.

Pengalihan tersebut diperlukan agar terjadi critical mass dalam pengelolaan aset, dana serta sumber daya manusia untuk kemajuan riset di Indonesia yang dianggap mandek selama ini. Diperkirakan, terdapat dana riset sekitar 24 T per tahun yang selama ini di-ecer-ecer ke sejumlah lembaga riset. Angka tersebut sekitar 0.2% dari produk domestik bruto (PDB). Not even one percent. Namun, setelah proses integrasi selesai sepenuhnya pada 24 Agustus 2022, anggaran BRIN berada di angka kisaran 7 T. Makin jauh dari satu persen. Entah apakah penurunan dana riset ini perlu dibanggakan karena katanya berarti terjadi penghematan, atau malah membuat hati miris.

-

-

Selisih dana riset yang cukup dalam tersebut bisa dihubungkan dengan kenyataan bahwa sebagian periset KL yang beralih ke BRIN hanya membawa baju di badan, tidak membawa aset riset. Bahkan baju dinas KL pun juga harus ditanggalkan, tidak bisa dibawa juga. Dana beriringan dengan aset. Penyebab selisih anggaran riset bisa beragam. Ada sebagian KL yang menyerahkan aset dan anggarannya secara utuh, ada yang menyerahkan sebagian saja, bahkan ada yang tidak menyerahkannya ke BRIN.

Kondisi tersebut bisa terjadi juga karena alasan yang berbeda-beda. Pertama, aset riset tersebut lebih dibutuhkan oleh KL asal untuk menunjang tugas dan fungsinya dan tidak diperlukan oleh BRIN. Kedua, kualitas aset riset tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, sehingga tidak bisa diterima oleh BRIN. Aset merupakan beban. Selain itu, bukan tujuan BRIN kemaruk untuk menguasai aset. Namun, tujuannya adalah konsolidasi aset riset untuk mencapai kondisi critical mass.

Lalu, apa yang terjadi dengan aset riset yang ditinggalkan oleh para penjaganya, yaitu periset, pada saat ini? Dari hasil perbincangan saya dengan beberapa kolega lintas instansi, untuk unit kerja yang hanya memiliki sejumlah kecil periset, kemudian pindah ke BRIN, unit tersebut baik-baik saja, melanjutkan tugas selain riset seperti biasa.

Situasi berbeda dialami oleh instansi yang memiliki jumlah periset cukup signifikan. Periset bagaikan ruh pada aset riset. Tanpa ada ruh, aset riset hanyalah sebuah benda mati. Dingin. Kaku. Mengapa kondisi ini sampai terjadi? Aset riset yang dibangun, sebelumnya tentu sudah direncanakan dan dianggarkan untuk tujuan dan sesuai spesifikasi riset. Ketika digunakan untuk tujuan selain riset, tentu segala sesuatu yang direncanakan pada awalnya menjadi tidak sesuai lagi. Seperti memaksakan minum kopi menggunakan gayung yang seharusnya digunakan untuk mandi. Bisa sih, namun dari pengalaman, akan lebih nyaman jika seruput kopi dari mug atau cangkir.

Apapun ceritanya, situasi ini menyebabkan periset harus berpisah dengan aset riset seperti lab dan bangunan yang selama ini digunakannya di KL. Malah, sebagian perisetlah yang membangun dan memelihara aset tersebut hingga berada pada kondisinya sebelum proses integrasi. Aset riset tersebut sudah menjadi seperti anaknya sendiri. Dirawat dengan penuh kasih sayang. Dan, kondisi pasca integrasi menjadi seperti perceraian, tanpa mendapat hak asuh anak di tangan periset. Menyakitkan. Tanpa tahu bagaimana nanti nasib anaknya tersebut, apakah dirawat dengan baik oleh pengasuh selanjutnya, atau malah jadi anak terlantar.

Periset pun legowo meninggalkan anaknya itu. Tentu, BRIN sudah menggantinya dengan anak-anak asuh baru seperti fasilitas lab terbaru dan tercanggih, co-working space dengan konsep perkantoran modern, serta fasilitas kendaraan riset yang bisa digunakan kapan pun dan ke mana pun. Fasilitas riset tersebut dapat diakses secara terbuka oleh seluruh lapisan masyarakat melalui sistem E-layanan Sains BRIN (Elsa). Mulai dari petani, pedagang, ibu rumah tangga, mahasiswa sampai lingkungan industri dapat mengakses aset riset milik negara, tentu dengan syarat dan ketentuan berlaku.

Untuk apa masyarakat bisa akses aset riset tersebut? Selama ini, banyak permasalahan sehari-hari rakyat dalam segala dimensi belum terpecahkan dengan baik. Aset riset ini akan menjadi titik pertemuan antara masyarakat dengan periset, agar masalah-masalah yang dihadapi masyarakat dapat diselesaikan berbasis sains, berdasarkan data dan fakta. Bawa saja masalah Anda ke BRIN, selama bisa diselesaikan dengan prinsip-prinsip ilmiah, bukan secara supranatural atau pseudosains, periset akan dengan senang hati mencari jalan keluarnya dengan memanfaatkan aset riset yang ada, bukan apa adanya atau ada apanya.

Sebagai contoh, jika Anda ingin mengembangkan UMKM yang menjual gudeg instan, pia berbasis rumput laut ulva, sabun transparan, sosis keong usal sampai membangun pabrik CPO skala mini atau pabrik penyulingan minyak atsiri, paten sudah tersedia dan bisa diakses oleh masyarakat. Tinggal digunakan saja. Pada 2022, BRIN mengeluarkan katalog produk untuk UMKM sejumlah 160 buah. Untuk ini, saya berikan kartu hijau untuk BRIN.

Adnan, Ph.D peneliti teknologi pascapanen Organisasi Riset Energi dan Manufaktur BRIN

(mmu/mmu)

Sentimen: positif (99.2%)