Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak, Pilkada 2017
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Juju Purwantoro ingatkan materi perjanjian politik masa Pilkada 2017 dibeberkan saja
Elshinta.com Jenis Media: Politik
Juju Purwantoro, Ketua DPP Parpol UMMAT, Bidang Advokasi Hukum. (foto: ist)
Elshinta.com - Menuju pilpres 2024, pencalonan Anies Baswedan sebagai bakal calon Presiden 2024, menuai polemik. Sejumlah elite politik Gerindra membicarakan perjanjian politik antara Ketua Umum Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dengan Anies Baswedan saat Pilkada DKI 2017.
Lalu, menyeruak juga soal utang Anies ke Sandiaga Uno sebesar Rp50 miliar.
Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Sandiaga Uno, mengungkap perjanjian spekulasi politik tersebut, satu di antaranya perihal Anies yang tak boleh menjadi capres selama Prabowo mencalonkan diri.
Juju Purwantoro, Ketua DPP Parpol UMMAT, Bidang Advokasi Hukum, terkait masalah tersebut, menurutnya, Anies sudah mengklarifikasi bahwa perjanjian itu hanya terkait dengan Pilkada 2017.
"Perjanjian itu terjadi pada Pilkada 2017. Jadi, seharusnya setelah Anies memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2017 dan menjadi gubernur, perjanjian tersebut selesai," ucapnya hari ini pada Dudung Supriyatna, kontributor Elshinta.com.
Juju Purwantoro yang juga Ketua Humas dan Advokasi Presidium Duta Peradaban, Relawan Anies Baswedan for President 2024 mengungkapkan, meruaknya perjanjian politik tersebut, kemungkinan adanya pihak pihak yang berusaha mengompori atau mendegradasi posisi dan kredibilitas Anies Baswedan sebagai Bakal Calon Pres (Bacapres) 2024.
Yaitu, adanya isu perjanjian perdata tentang hutang piutang antara Anies kepada Sandiaga Uno, yang diketahui Yusuf Kala, Prabowo Subianto, Erwin Aksa juga Fadli Zon, yaitu, sebesar 50 Miliar.
"Info tersebut diperoleh dari isi Podcast Akbar Faisal sebagai host dari Sandiaga Uno. Ini tentunya masih perlu diklarifikasi. Namun para pendukung Anies dan rakyat sendiri sudah cerdas menilai kebenaran informasi itu dan diarahkan ke mana pengungkitan isu itu. Dan jika tentang perjanjian (perdata) tersebut secara materiil kalau sifatnya individual, personal dan ada itikad baik, tentu tidak harus diumbar ke publik," ucapnya.
Terkait hal itu, menurut Juju, sesuai ketentuan Hukum Perdata, Pasal 1338 ayat (3) KUHPer ; 'Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik'.
"Dengan asas ini diharapkan para pihak, melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau niat baik (good faith) yang teguh. Jadi tidak patut dan tidak etis, kalaupun ada perjanjian Anies dengan para pihak tersebut dipublikasikan, atau dikaitkan kepada Anies sebagai Bacapres 2024," terang Juju.
Juju Purwantoro menegaskan, terkait masalah tersebut, Anies sudah mengklarifikasi bahwa perjanjian itu hanya terkait dengan Pilkada 2017.
"Jadi harusnya sudah selesai, tentu tidak berlaku selamanya. Terkait isi atau materi 'perjanjian politik' tersebut, jika ingin lebih fair dibeberkan saja kepada publik, supaya tidak menjadi 'api dalam sekam', dan diketahui obyektifitasnya. Dengan demikian kita tidak menebak-nebak, sehingga bisa jadi obyek 'permainan liar' para 'buzzer Rp'," kilahnya.
Juju juga meanmbahkan, merebaknya isu itu diduga ada upaya terselubung (hidden agenda) yang disengaja untuk menghambat dan menjatuhkan citra Anies.
"Semakin Anies dicitrakan buruk dan dikriminalisasi, dampaknya Anies akan semakin dicintai rakyat. feedbacknya akan seperti itu," tutup Juju. (dd)
Sentimen: positif (99%)