Sentimen
Negatif (100%)
7 Feb 2023 : 08.25
Informasi Tambahan

Kasus: korupsi

Partai Terkait

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Melorot Bukan Tanggung Jawab KPK

7 Feb 2023 : 15.25 Views 1

Akurat.co Akurat.co Jenis Media: News

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Melorot Bukan Tanggung Jawab KPK

AKURAT.CO, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah menegaskan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia turun drastis bukan akibat kesalahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Fahri menyebut ada pihak yang lebih bertanggung jawab dalam perbaikan IPK Indonesia, yakni Presiden.

"IPK adalah prestasi negara semuanya. Tidak bisa keberhasilannya diklaim KPK atau ketika ada penurunan IPK lantas  kesalahannya dibebakankan ke KPK. Kemana tanggung jawab presiden? Apakah Anda mengabaikan kekuasaan yang besar ini?" kata Fahri dalam keterangan tertulis yang diterima Akurat.co di Jakarta, Senin (6/2/2023).

baca juga:

Diketahui, laporan Transparansi Internasional Indonesia menyebut skor IPK Indonesia pada 2022 melorot empat poin menjadi 34 dari sebelumnya 38 pada 2021. Penurunan ini sekaligus menempatkan rangking Indonesia dari peringkat ke-38 menjadi 34 diikuti penurunan posisi Indonesia, dari peringkat 96 dunia menjadi peringkat 110. 

Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), IPK Indonesia memang turun naik. Pada 2014 di awal menjabat, Jokowi mewarisi skor 34. Setahun kemudian, skor naik menjadi 36.

Lalu,  kembali naik menjadi 37 dan sempat mencapai posisi tertinggi di 2019 dengan 40. Sayang setahun kemudian turun ke 37, dan bahkan tahun 2022 kembali ke peringkat ke-34.

Untuk itu, Fahri melanjutkan, publik tidak perlu muluk-muluk memberi beban KPK sebagai pahlawan pemberantasan korupsi. Sebab, ada seorang Presiden yang lebih cocok disebut sebagai pahlawan karena pemilihannya menghabiskan anggaran hingga Rp 100 triliun.

"Sementara memilih ketua KPK ongkosnya kurang dari Rp1 miliar. Ngerti nggak beda antara miliar dan triliun?" tanya Fahri.

Jika memang publik serius dengan pemberantasan korupsi, lanjut Fahri, maka Presiden Jokowi harus dituntut untuk konsentrasi melakukan pembenahan. Jika perlu, seorang calon presiden (Capres) yang akan mengikuti kontestasi Pilpres 2024 harus dimintai komitmennya berupa perjanjian hitam di atas putih, berjanji bisa hilangkan korupsi dalam satu tahun menjabat sebagai presiden.

"Wajibkan calon presiden untuk berjanji, 'setahun jadi presiden korupsi hilang dan indeks persepsi korupsi kita tertinggi di dunia'. Kalau anda berani kampanye ini, baru saya anggap anda serius memberantas korupsi di negeri ini. Jangan tipu rakyat terus," kata Fahri yang menjabat Wakil Ketua DPR Periode 2014-2029.

IPK turun bukan kesalahan pemerintah

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan turunnya IPK Indonesia dari 38 menjadi 34 bukan penilaian terhadap kesalahan pemerintah saja.

Mahfud membela eksekutif yang dianggapnya telah bertindak maksimal dalam pemberantasan korupsi dengan mengutip penangkapan-penangkapan koruptor oleh lembaga-lembaga negara, khususnya oleh Kejaksaan Agung. 

"Harus diketahui juga bahwa turunnya indeks persepsi korupsi bukan hanya penilaian ke pemerintah tapi terhadap legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kalau di eksekutif, rasanya kita sudah habis-habisan dan buktinya naik penegakan hukumnya," kata Mahfud, Jumat (3/2/2023).

Mahfud menegaskan, korupsi dimulai dari pembuatan undang-undang di DPR, dan pelaksanaanya di lembaga peradilan, sehingga kesalahan penurunkan IPK Indonesia tidak bisa sepenuhnya kesalahan dibebankan ke pemerintah.

"Korupsi itu, ketika pembuatan undang-undang, korupsi ketika proses peradilan, dan sebagainya," tegas Mahfud MD.[]

Sentimen: negatif (100%)