Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung, Semarang, Surabaya, Malang, Solo, Palembang, Manado, Denpasar
Sering Bermain Gadget Tingkatkan Risiko Anak di Indonesia Menderita Diabetes
Solopos.com Jenis Media: News
SOLOPOS.COM - Ilustrasi diabetes (Freepik)
Solopos.com, JAKARTA–Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut risiko anak menderita diabetes atau penyakit gula meningkat jika terlalu sering bermain gadget atau gawai.
Sebab, sering bermain gadget membuat anak kurang gerak. Para orang tua disarankan mengajak anak aktif bergerak.
PromosiPromo Menarik, Nginep di Loa Living Solo Baru Bisa Nonton Netflix Sepuasmu!
Diabetes melitus adalah penyakit autoimun kronis yang disebabkan oleh gangguan pengaturan gula darah. Pada umumnya diabetes mellitus (DM) dibedakan menjadi dua tipe, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2.
DM tipe 1 disebabkan oleh pankreas yang tidak memproduksi cukup insulin, sementara DM tipe 2 disebabkan oleh gangguan kerja insulin yang juga dapat disertai kerusakan pada sel pankreas.
“Gerak pada tubuh menyebabkan badan anak lebih sehat dibandingkan dengan diam saja di depan komputer atapun gadget. Ada penelitiannya bahwa gadget pada anak-anak menyebabkan penurunan aktivitas sehingga risiko gemuknya lebih besar yang diikuti dengan risiko diabetes tipe 2,” ungkap Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Muhammad Faizi saat acara Media Briefing Diabetes pada Anak pada Rabu (1/2/2023) lalu.
Anak dengan risiko diabetes disarankan segera memeriksakan kondisi gula darahnya tanpa mempertimbangkan umur. Risiko diabetes yang menjadi perhatian adalah kondisi indeks massa tubuh anak dan riwayat diabetes yang memiliki hubungan darah dengan sang anak.
Kasus Diabetes Anak di Indonesia
Faizi menginformasikan kasus diabetes pada anak di Indonesia meningkat. Hingga awal 2023, jumlah kasusnya meningkat lebih kurang 70 kali lipat dibanding 2010.
Karena itu, diabetes melitus menjadi salah satu penyakit yang menghantui generasi anak muda di Indonesia. Bahkan, diabetes ini dominan menyerang anak-anak usia sekolah di bawah 14 tahun. Memang frekuensi penyakit ini terus meningkat di seluruh dunia.
Muhammad Faizi mengatakan per 2023 total sebanyak 1.645 anak di Indonesia menderita diabetes. Menurut laporan yang diterima IDAI, hingga Selasa (31/1/2023), ada 1.645 pasien anak penderita diabetes.
Berdasarkan usia, jumlah kasus diabetes pada anak di Indonesia paling tinggi ditemukan pada anak usia 10-14 tahun yakni mencapai 46,23%. Diabetes pada anak usia 5-9 tahun sebanyak 31,05%, anak usia 0-4 tahun sebanyak 19%, dan anak usia lebih dari 14 tahun 3%.
Berdasarkan jenis kelamin, sebaran kasus diabetes pada anak lebih banyak didominasi oleh perempuan dengan persentase 59,3%, sedangkan diabates pada anak laki-laki 40,7%.
“Pada 2023, angkanya meningkat 70 kali lipat dibandingkan pada 2010 yang 0,028 per 100.000 dan 0,004 per 100.000 jiwa pada 2000. Pada 2023, prevalensi kasus diabates pada anak di Indonesia dua per 100.000 jiwa,” ucap Muhammad Faizi.
Dia melanjutkan anak Indonesia penderita diabates tersebar di 13 kota meliputi Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja, Solo, Surabaya, Malang, Denpasar, Makassar, dan Manado.
“Di kota-kota besar umumnya ditemukan penyintas diabetes anak, mulai dari Jakarta, Medan, Padang, Palembang, Bandung, Semarang, hingga Surabaya,” lanjut dia.
Menurut Faizi, tren penderita diabetes di kalangan anak muda di perkotaan lebih tinggi. Hal ini disebabkan anak-anak di perkotaan banyak yang lebih gemuk.
Pemahaman orang tua bahwa anak gemuk menandakan sehat sebenarnya tidaklah lagi berlaku. Anak yang gemuk diakibatkan keseringan mengonsumsi junk food dan kurang gerak menyebabkan diabetes tipe 2 lebih dini.
“Perlu diketahui ya, tidak ada kata sembuh pada penderita diabetes, tapi bisa hidup. Jika harus dikelola dengan baik, maka harapan usianya akan sama dengan orang yang tidak diabetes. Untuk anak, para orang tua harus mengatur pola makan. Cukupi protein hewani dan sayur-sayuran,” ungkapnya.
Gejala Diabetes pada Anak
Faizi melanjutkan gejala awal diabetes pada anak biasa disebut dengan 3P, yakni polifagi (banyak makan), polidipsi (banyak minum), dan poliuri (banyak kencing).
Penurunan berat badan yang tidak disengaja juga bisa menjadi tanda peringatan diabetes. Penurunan berat badan tanpa usaha sering terlihat pada pasien diabetes tipe 1, tetapi juga dapat memengaruhi orang dengan diabetes tipe 2.
Selain itu, banyak anak di Indonesia yang diabetes merasa lelah, lesu, atau lelah pada saat tertentu. Perasaan ini sering dikaitkan dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.
“Gejala lain yang harus diwaspadai orang tua adalah jika si kecil tiba-tiba ngompol. Misalnya, sudah tiga sampai empat tahun anak tidak ngompol, namun secara mendadak mendadak ngompol lagi. Hal itu harus dicurigai sebagai gejala diabetes,” ulas Faizi.
Ketua Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso turut menyampaikan sebaiknya anak-anak dibiasakan berolahraga dan mengonsumsi makanan yang berasal dari bahan alami seperti sayur, buah, dan rebus-rebusan.
“Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk bisa mencontohkan kepada anak pola hidup yang sehat. Rutin berolahraga dan mengonsumsi makanan sehat yang tentunya tidak mengandung gula dan tepung yang tinggi atau berlebihan itu akan sangat baik sekali untuk kesehatan agar anak di Indonesia terhindari dari diabetes,” ucapnya.
Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Waspada! Diabetes Melitus Intai Anak Usia Sekolah, Kenali Gejalanya
Sentimen: negatif (100%)