Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT Pertamina
Event: Rezim Orde Baru
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Misteri Hilangnya Nama Habibie di Panel Sejarah Iptek di BRIN, yang Ada Foto Soekarno
Gelora.co Jenis Media: News
GELORA.CO - Era 1970-an merupakan masa jaya perekonomian Indonesia. Pasalnya, Indonesia meraup keuntungan besar usai minyak bumi dan gas yang diekspor Pertamina laku keras di pasar internasional.
Kas negara bertambah dan pembangunan besar-besaran pun bisa segera terwujud. Sebagai negara berkembang yang usianya belum genap 50 tahun, tentu ini momen tepat untuk bergerak lebih maju.
Soeharto, dalam autobiografinya berjudul Soeharto : pikiran, ucapan, dan tindakan saya (1989), percaya dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) laju pembangunan akan lebih cepat tercapai.
Singkatnya, teknologi jadi salah satu sektor yang diandalkan. Untuk mengawal semua ini, Soeharto mencari orang yang tepat.
Pada saat bersamaan, di Jerman tersiar kabar ada orang Asia yang mampu membuat pesawat. Bahkan dia berhasil melahirkan teori keretakan yang tidak lagi membuat pesawat jatuh saat terbang. Orang itu rupanya warga Indonesia. Namanya Bacharuddin Jusuf Habibie.
Seketika, Soeharto langsung memintanya pulang. Direktur Pertamina Ibnu Sutowo diutus langsung untuk berbicara dengan Habibie di Jerman. Tepat di Januari 1974, Habibie pulang kampung dan langsung menemui Soeharto di Istana.
Menurut Sulfikar Amin dalam The Technological State (2012), pertemuan ini menjadi awal bersejarah untuk pengembangan teknologi Indonesia selama 20 tahun ke depan yang kelak jadi kekuatan utama di era Orde Baru.
Jabatan pertama Habibie di Indonesia adalah Kepala Teknologi Pertamina. Lalu pada 1978 dia resmi diangkat sebagai Menteri Riset dan Teknologi yang kemudian dipegangnya terus-menerus selama hampir 20 tahun.
Habibie punya mimpi yang jauh melebihi zamannya. Dalam "Sophisticated Technologies: Taking Root in Developing Countries" (1990), Habibie ingin Indonesia mutlak menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika dua hal itu sudah dikuasai, Indonesia dapat melakukan lompatan besar: berubah dari negara agraris ke negara industri.
Ambisi ini terlihat pada berdirinya dua lembaga besar sektor teknologi, yakni Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 1976 dan Pusat Penelitian, Sains, dan Teknologi (Puspitek) pada 1984.
Misteri Hilangnya Jejak Habibie di Kantor BRIN
Peran Habibie bagi perkembangan teknologi di Indonesia tentu tak main-main. Namun, jejak Presiden RI kedua ini justru hilang dari linimasa Iptek di Markas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (3/3/2023).
Saat masuk ke lobi utama kantor BRIN, ada sebuah panel berjudul 'Sejarah Riset dan Inovasi Indonesia'. Terlihat jelas dua foto Presiden pertama RI Sukarno dan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko. Sisanya berupa logo besar G20 dan tulisan-tulisan aneka tema.
Namun, justru jejak Habibie hilang dari linimasa itu. Tak ada pula keterangan yang menautkan namanya dengan pesawat produksi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) itu.
Hanya ada foto seorang pria dengan gaya klasik hitam putih berkostum jas di bagian paling kiri panel. Ia berpose agak menyamping sambil memegang pesawat miniatur. Akan tetapi, tak ada papan nama atau keterangan apa pun soal sosok pria ini.
Menarik ke belakang, pernah viral sebuah video sekitar tahun lalu. Laksana Tri Handoko sempat meminta para peneliti untuk lebih realistis dan tak mengulangi praktek era Habibie.
"Kita harus realistis lah, jangan diulangi lagi praktek kita yang sudah sejak zaman, mohon maaf nih ya, eyang kita ya, eyang Habibie," ujarnya, dalam kutipan video yang beredar.
"Karena itu memang sudah eranya sudah beda. Ya zaman dulu aja enggak berjalan, apalagi zaman sekarang," imbuhnya.
Narasi itu pun sempat menuai kritik dari Anggota DPR Fadli Zon. Ia menyebut Handoko masih jauh levelnya ketimbang Habibie.
Merespons video itu, Handoko menyatakan "Kebijakan di BRIN dan riset di Indonesia saat ini tidak dimaksudkan untuk membuat dikotomi antara era Habibie dan saat ini. Karena hal tersebut tidak relevan dan tidak penting".
Sentimen: positif (91.4%)