Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Menteng, Kotabaru
Kasus: Tipikor, korupsi
Tokoh Terkait
Laporan Dugaan Korupsi Lahan di Kalimantan Selatan Tak Ada Kemajuan, Denny Indrayana Sebut KPK Mudah Terima Titipan
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Senior Partner Integrity Law Firm, Denny Indrayana menyayangkan langkah KPK yang hingga saat ini tidak memproses lebih lanjut laporannya soal dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan yang mengakibatkan hilangnya hutan negara seluas 8 ribuan lebih.
Menurut Denny, hal tersebut menunjukkan KPK lemah dan tidak kuat lagi karena kewenangan sudah disunat oleh UU KPK hasil revisi.
“Secara normatif itu bisa dibantah, tetapi saya punya pengalaman, saya tahu, laporan kami terkait satu perkara pengambilan lahan (negara) 8 ribu hektar lebih di Kalimantan Selatan, sangat jelas, bukti-buktinya lengkap, sudah setahun tidak ada proses apa-apa,” kata Denny saat ditemui Tamarin Hotel, Menteng, Jakarta, Kamis (2/2/2023).
KPK sekarang, kata dia, lebih mudah diintervensi dan mudah menerima titipan perkara.
Hal itu, ia mencontohkan dengan kasus di Kota Baru yang dilaporkannya, yang sampai saat ini tidak diproses karena menyangkut figur yang sangat kuat di Kalimantan Selatan.
“Itu menunjukkan memang KPK-nya sudah tidak lagi sekuat, tak sebertaring dulu pada saat UU-nya belum dilumpuhkan,” tandas Denny.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo atau biasa disapa Rambo membenarkan bahwa laporan atas PT MSAM ke KPK, belum ditindaklanjuti.
Padahal, kata dia, pihaknya sudah menyerahkan bukti-bukti dugaan korupsi lengkap ke KPK dalam kasus penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
“PT MSAM ini menggunakan tanah negara sekitar seluas 8.610 hektare di mana tanah ini sebenarnya hasil kerja sama perusahaan BUMN milik negara berupa Inhutani 2 di Pulau Laut, Kalsel, memang sebebarnya kerja sama BUMN dengan satu perusahaan sawit tidak diperbolehkan secara UU, kecuali ada izin dari pemberi izin yakni menteri ini yang kita sangka, kita duga ada indikasi tindak pidana korupsi berupa kerugian negara,” ujar Rambo.
Lebih lanjut, Rambo berharap KPK segera menindaklanjuti laporannya sehingga bisa dipastikan apakah ada tindak pidana korupsi dalam kasus hilangnya hutan negara seluas 8 ribuan lebih di Kalsel.
“Harapannya ditindaklanjuti kasus ini, sehingga kita bisa membuktikan ada atau tidak, benar tidak dugaan kita, tindak pidana korupsi merugikan negara itu benar atau tidak. Karena faktanya kita lihat sawitnya sudah tumbuh, sawitnya sudah menghasilkan,” pungkas Rambo.
Diberitahukan sebelumnya, PT Inhutani II adalah pemegang Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.193/MENHUT-II/2006 (SK 193/2006) dengan areal kerja pemanfaatan hutan seluas + 40.950 ha di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 19 Juni 2017, oknum direksi PT Inhutani II mengadakan kerja sama perkebunan sawit di sebagian area IUPHHK-HA bersama PT MSAM.
Disebutkan, Sawit Watch menduga kerja sama tersebut tidak sesuai dengan SK 193/2006 sebab kawasan hutan PT Inhutani II digunakan sebagai perkebunan sawit tanpa memperoleh persetujuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK).
Puncaknya terjadi pada 4 September 2018, Menteri ATR/BPN menerbitkan Keputusan Pemberian HGU kepada PT MSAM dengan Nomor: 81/HGU/KEM-ATR/BPN/2018. Penerbitan HGU kepada PT MSAM menyebabkan hilangnya hutan negara seluas sekira 8.610 ha yang dahulu dimanfaatkan oleh PT Inhutani II. (pojoksatu/fajar)
Sentimen: negatif (99.9%)