Sentimen
Negatif (99%)
1 Feb 2023 : 11.40
Informasi Tambahan

Institusi: UNPAD

Kasus: covid-19

Isu Reshuffle Kabinet Mengemuka, Keputusan Jokowi Sulit Ditebak

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

1 Feb 2023 : 11.40
Isu Reshuffle Kabinet Mengemuka, Keputusan Jokowi Sulit Ditebak

PIKIRAN RAKYAT - Pertemuan Jokowi dengan Surya Paloh tampaknya menjadi tanda dan kunci penting mengerucutnya isu reshuffle. Pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Surya
Paloh itu bisa jadi menandai adanya pengumuman reshuffle sudah di ambang pintu atau
justru sebaliknya, rekonsiliasi dan konsolidasi?

Pengamat politk dari Universitas Padjadjaran Firman Manan menyebutkan, Presiden Jokowi merupakan sosok pemimpin yang sulit ditebak keputusannya. Terutama mengenai
reshuffle, banyak perhitungan publik yang meleset selama Jokowi tujuh kali melakukan
perombakan kabinet pada dua periode kepemimpinannya. Namun, ia menangkap sinyalamen akan dilakukannya reshuffle itu.

“Makanya, ketika sekarang banyak orang bicara reshuffle, ada kemungkinan tidak
dilakukan. Meskipun, kalau bagi saya, saya menangkap ada beberapa sinyal yang disampaikan beliau, yang memang membuka peluang untuk reshuffle,” ucapnya, Senin, 30 Januari 2023.

Firman mengutarakan, perombakan kabinet merupakan sesuatu yang wajar karena merupakan kewenangan presiden dan bisa dilakukan kapan pun. Menteri adalah pembantu presiden. Oleh karena itu, sangat penting bagi presiden agar bisa puas terhadap pembantu-pembantunya tersebut dalam dua hal.

Baca Juga: Isu Reshuffle Kabinet Kian Kencang Jelang 'Rabu Pon', PPP: Hanya Jokowi dan Allah SWT yang Tahu

Pertama, mengenai kinerja. Sejauh ini, Firman berpendapat bahwa tidak ada keluhan spesifik dari presiden terkait dengan kinerja para menterinya.

Kedua, mengenai team work atau kerja sama di antara para menteri itu sendiri dan bawahannya. Firman melihat, ada beberapa peringatan yang disampaikan oleh presiden terhadap kedua hal tersebut, tetapi bukan merupakan hal yang serius.

Menurut Firman, secara garis besar, kinerja para menteri yang tergabung dalam Kabinet Indonesia Maju tidaklah buruk, tetapi tidak terlalu berprestasi juga.

Singkatnya, kinerjanya baikbaik saja alias standar. Salah satu problem yang dihadapi pascapandemi Covid-19, yakni pemulihan ekonomi dan situasi global seperti resesi dunia, membuat kinerja kabinet menjadi tidak mudah.

“Sehingga, walau bagaimanapun, kinerja pemerintahan pun termasuk para menteri, tidak bisa optimal juga,” ujarnya.

Firman melihat, kalaupun dilakukan reshuffle, ke putusan tersebut akan le bih bernuansa politis. Dari konteks kinerja, Firman me lihat memang belum maksimal, tapi tidak ada menteri yang under perform atau kontroversial.

“Tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah hari ini pun tidak rendah-rendah
amat juga,” ujarnya. Karena kedua hal yang disebutkan Firman, yakni kinerja dan team work dianggap tidak memiliki masalah yang serius, maka kalaupun reshuffle jadi dilakukan, pengaitnya adalah mengenai loyalitas. Konteksnya bisa berdasarkan latar belakang
atau pun personal.

“Kita tahu bahwa para menteri ini latar belakangnya adalah dari partai politik sehingga memang loyalitas parpol sebagai anggota koalisi akan sangat menjadi pertimbangan,” kata Firman.

Baca Juga: PKS Mantap Dukung Anies Baswedan di Pilpres 2024: Bahtera Siap Tempuh Berbagai Tantangan

Nasdem

Di balik beredarnya isu reshuffle tersebut, publik menduga bahwa para menteri yang berasal dari Partai Nasdem akan terkena imbas.

Hal ini disebut-sebut sebagai ekses manuver politik Nasdem yang telah terang-terangan mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden 2024 mendatang.

Akibat manuver itu, sejumlah pihak memperkirakan tiga menteri dari Nasdem yang kini bercokol dalam kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin akan tereliminasi dan digantikan dengan sosok
baru.

Mereka adalah Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dan Menteri Kominfo Johnny G. Plate.

“Deklarasi Anies ini, bagaimanapun, dilihat sebagai representasi oposisi, bahkan sosoknya juga sering kali dipersepsikan berseberangan dengan Jokowi. Kedua, setelah mendukung Anies, partai ini berpotensi juga akan berkoalisi dengan partai-partai oposisi. Maka, memang ada catatan terhadap menterimenteri yang berasal dari Nasdem,” tutur Firman.

Baca Juga: Menilik Isi Perjanjian Politik Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Sandiaga Uno: Ada Materainya

Di sisi lain, Firman menilai bahwa sikap politik Jokowi merupakan khas pemimpin
Jawa yang jarang mengambil keputusan secara frontal sehingga menimbulkan potensi
konflik.

Dengan demikian, ada tiga kemungkinan yang terjadi ke tika reshuffle jadi digulirkan. Pertama, justru tidak menyentuh kader-kader partai Nasdem untuk menghindari
konflik.

Kedua, bisa saja menyentuh kader Nasdem, tapi tidak semuanya. Ketiga, secara ekstrem mengganti semua menteri yang berasal dari Nasdem.

“Yang perlu diperhatikan adalah presiden ini tipe pemimpin yang akomodatif, tidak berupaya memicu konflik. Kemungkinan ketiga yang ekstrem justru akan merugikan karena yang mendapatkan insentif politik adalah Nasdem,” kata Firman.

Dilema Partisan

Pakar komunikasi politik Universitas Pendi dikan Indonesia (UPI) Prof. Karim
Suryadi pun mengatakan, pertemuan Presiden Jokowi dengan Surya Paloh itu sebagai hal yang menarik menjelang akhir masa jabatan Presiden.

Karim menilai, ada dua hal penting yang bi sa dipaparkan terkait dengan pertemuan tersebut.

"Kesatu, meski pergantian menteri hak prerogatif presiden, tapi fatsun politik menuntun presiden untuk berbicara dengan Surya Paloh," katanya.

Nasdem dan Surya Paloh adalah mitra koalisi sejak Pilpres 2024. Bahkan, Surya
Paloh bisa dikatakan sebagai 'penemu bakat Jokowi'. Sebab, Surya Paloh sudah
menggadang-gadang Jokowi sebagai capres 2014 sebelum PDIP menyuarakannya.

Kedua, jika pertemuan dilakukan dalam konteks reshuffle, maka ini kode kuat yang akan tergusur adalah pos menteri yang diduduki kader Nasdem.

Baca Juga: Pengamat Soal Isu Reshuffle Kabinet Indonesia Maju: Tergantung kepada Surya Paloh dan Jokowi

"Oleh karena itu, reshuffle kali ini, saya katakan berbeda nuansanya dibandingkan dengan sebelumnya," ujar Karim.

Suasana yang berbeda dimaksud karena ada perbedaan arah di Pilpres 2024. Nasdem tidak lagi satu tujuan dengan PDIP yang jelasjelas kubu Presiden Jokowi. Persoalan keretakan koalisi juga akan tetap jadi sorotan.

Karim mengatakan, meskipun akan tetap dibungkus peningkatan performa kabinet, isu keretakan koalisi pendukung pemerintah sudah merebak duluan.

"Inilah poin paling dilematis dalam pemerintahan Jokowi. Bagaimana Presiden
mengelola te kanan luar biasa dengan kepentingan menjauhkan lembaga kepresidenan dari jebakan dilema partisan," kata Karim.

Karim mengatakan, Jokowi akan memiliki catatan buruk sebagai pemimpin yang tidak mampu melepaskan diri dari jebakan dilema partisan. Hal itu bila yang mencuat reshuffle didorong sikap politik Nasdem yang berani mengambil langkah cepat dan berbeda mengha -
dapi Pilpres 2024.

Padahal, isu yang diusung awalnya untuk kepentingan meningkatkan performa kabinet.
Jika memang tujuannya untuk meningkatkan kemanfaatan reshuffle bagi perbaikan kinerja, kata Karim, Presiden harus melakukan evaluasi menyeluruh atas kinerja menteri-menteri. Ini akan mengurangi tuduhan reshuffle sebagai pesanan Presiden.

"Mereka yang kinerjanya tidak memuaskan, ganti. Mereka yang sibuk dalam urusan capres, ganti juga. Penggantian tak sebatas pos menteri yang diduduki kader Nasdem," ujar Karim.

Bila langkah itu yang diambil, Karim mengatakan, Presiden dan kabinet akan fokus pada penyelesaian agenda pembangunan dan penciptaan kondisi politik yang kondusif bagi digelarnya pemilu damai yang adil dan beradab.

Baca Juga: Pramono Anung Tanggapi Isu Reshuffle Kabinet 'Rabu Pon': Saya Dampingi Presiden ke Bali

Kendati demikian, Karim mengatakan, pembicaraan reshuffle itu pun tidak akan menggoyahkan rencana koalisi dari Nasdem.

"Saya tidak yakin Surya Paloh tidak akan menganulir keputusannya hanya karena
batu sandungan pos menteri di kabinet. Alih-alih goyah, kekuatan koalisi akan meningkat sejalan efek Anies yang terus menggelinding," ucapnya.

Pertemuan dengan Surya Paloh ini, kata Karim, akan jadi pertaruhan keberanian Jokowi untuk menyelamatkan muka pemerintahannya. Karim mengatakan, yang dibutuhkan Jokowi sebagai presiden adalah memastikan kabinetnya tetap bekerja meski pertarungan kepentingan politik elektoral kian sengit.

Oleh karena itu, Jokowi perlu menegaskan sosok kabinet kerja yang lebih fokus pada program dan meng ayomi semua kepentingan parpol menghadapi pilpres.

Karim mengatakan, reshuffle akan terlambat jika ditunda. "Pilihannya lakukan
sekarang atau tidak sama sekali sebab soliditas pemerintahan akan kian digoda dilema partisan jelang pilpres," ujarnya.

Deal Politik

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai, isu reshuffle yang muncul saat ini lebih karena persoalan adanya Partai Nasdem yang mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024. Jadi tidaknya reshuffle bakal ditentukan oleh sikap Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

“Apakah reshuffle ada atau tidak, itu hak prerogatif presiden. Yang kedua, tergantung antara deal Jokowi dan Surya Paloh ketika Kamis lalu bert emu,” katanya, Senin, 30 Januari 2023.

Menurut dia, bila dalam pertemuan itu tidak terjadi kesepakatan, dalam artian Nasdem tetap bersikukuh mendukung Anies Baswedan dan konsisten membentuk Koalisi Perubahan dengan Partai Demokrat dan PKS, maka reshuffle bisa saja terjadi.

Baca Juga: Rabu Pon Diduga Jadi Pengumuman Reshuffle Kabinet ala Jokowi, Sekjen PDIP: Preferensi Biasa Bagi Pemimpin

“Kemungkinan menteri yang lain dari Nasdem akan di-reshuffle. Tetapi kalau deal, sepakat untuk saling mendukung satu sama lain pada Pilpres nanti, reshuffle mungkin tidak akan ada. Tapi, risikonya, Anies akan cenderung ditinggalkan,” kata dia.

Ujang menambahkan, pilihannya tergantung kepada Surya Paloh dan Jokowi. “Karena dua tokoh ini kan beda dukungan. Surya Paloh ke Anies, Jokowi ke Ganjar (Ganjar Pranowo),” katanya.

Namun demikian, Ujang mengatakan, di samping keriuhan tentang reshuffle, pada dasarnya tidak ada urgensi untuk melakukannya. Apalagi jika memperhatikan masa pemerintahan Jokowi yang akan segera berakhir. (Endah Asih, Muhammad Ashari)***

Sentimen: negatif (99.2%)