Sentimen
Negatif (99%)
1 Feb 2023 : 05.15
Informasi Tambahan

BUMN: BTN

Kasus: covid-19, stunting

Partai Terkait

Bola Panas Anggaran Kemiskinan

1 Feb 2023 : 12.15 Views 1

Republika.co.id Republika.co.id Jenis Media: Nasional

Bola Panas Anggaran Kemiskinan

OLEH RONGGO ASTUNGKORO, FAUZIAH MURSID

Anggaran pengentasan kemiskinan yang digelontorkan pemerintah jadi sorotan belakangan. Kebanyakan anggaran tersebut disebut justru tak mengalir ke langkah-langkah kongkrit mengurangi kemiskinan.

Polemik itu bermula dari pernyataan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Abdullah Azwar Anas pada Jumat (27/1). "Hampir Rp 500 triliun anggaran kita untuk anggaran kemiskinan yang tersebar di kementerian dan lembaga, tapi tidak in line dengan target Pak Presiden karena kementerian/lembaga sibuk dengan urusan masing-masing," kata dia dalam acara "Sosialisasi PermenPAN RB Nomor 1/2023", di Jakarta Pusat.

Kala itu, Azwar Anas menyayangkan anggaran pengentasan kemiskinan yang digelontorkan pemerintah justru terserap untuk kegiatan rapat hingga studi banding. Ia tak menyebut berapa persen dari Rp 500 triliun itu dipakai rapat dan studi banding.

Kendati demikian, paparannya mendapat "sambutan hangat". Berbagai pihak kaget, DPR berencana memanggil yang bersangkutan.

Pekan ini, Azwar Anas yang sibuk mengklarifikasi pernyataannya. Menurut Anas, sebagian program kemiskinan belum berdampak optimal, bukan semua anggaran tersedot untuk rapat dan studi banding kemiskinan.

"Jadi begini, setelah kita pilah, ada sejumlah instansi, terutama di beberapa daerah, yang program kemiskinannya belum sepenuhnya berdampak optimal. Misal ada studi banding soal kemiskinan, ada diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel. Faktualnya itu ada, tapi bukan kurang-lebih Rp 500 triliun habis untuk studi banding dan rapat," ujar Anas, Senin (30/1).

Anas menambahkan, arahan Presiden Joko Widodo sudah jelas, yaitu anggaran yang ada harus dibelanjakan dengan tepat sasaran untuk program yang berdampak langsung ke warga. Anas mencontohkan yang dialami di kementeriannya, yang setiap hari menerima tamu dari berbagai daerah di Tanah Air untuk berkonsultasi terkait berbagai kebijakan Kemenpan-RB.

"Tentu biaya perjalanan dinas harus dipilah. Mana yang perlu, mana yang tidak. Seperti pekan lalu, kami menerima jajaran pemkab dari Sumatra dan Kalimantan sangat jauh daerahnya, untuk konsultasi soal reformasi birokrasi tematik kemiskinan. Ada 5-10 orang dari pemda. Itu baru satu pemda. Setiap hari bisa 10 pemda yang datang. Sudah berapa biayanya," terang dia.

Maka, kata Anas, sekarang konsultasi dan sebagainya dapat dilakukan secara daring. Setiap hari ada konsultasi via daring untuk menghemat agar pemerintah-pemerintah daerah tidak perlu ke Jakarta.

Menurut dia, lebih baik anggarannya dialihkan menambah alokasi pemberdayaan yang langsung berdampak ke masyarakat sebagaimana arahan presiden.

Anas menjelaskan, pernyataan soal anggaran kemiskinan disampaikan ketika sosialisasi kebijakan baru mengenai jabatan fungsional secara hibrida di hadapan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah beberapa hari lalu. Ketika itu, konteksnya adalah membangun logical framework yang jelas soal reformasi birokrasi tematik pengentasan kemiskinan.

Saat itu, Anas memaparkan, logical framework pemerintah daerah soal pengentasan kemiskinan harus fokus. Apabila golnya pengentasan kemiskinan, maka contoh program yang dapat dilakukan adalah peningkatan daya beli warga hingga meningkatkan akses murah terkait pendidikan untuk mengurangi beban pengeluaran keluarga menengah ke bawah.

"Saat itulah saya sampaikan ada program instansi pemerintah yang belum selaras. Tujuannya mengurangi kemiskinan, tetapi sebagian programnya studi banding dan diseminasi atau rapat sosialisasi program kemiskinan. Jadi bukan semua anggaran untuk studi banding atau rapat, tapi sebagian ada, sehingga belum sepenuhnya selaras dengan tujuan," kata Anas.

"Ada pula yang inginnya mengurangi stunting, tapi kegiatannya sosialisasi gizi, di sisi lain pembelian makanan untuk bayi malah tidak dialokasikan. Padahal arahan presiden jelas, bahwa di tengah tantangan fiskal yang ada, instansi termasuk di daerah harus cermat membelanjakan dana. Setiap rupiah dampaknya harus optimal dan langsung ke masyarakat," sambung dia.

Anas juga mengaku acap kali mencontohkan dampak program yang kurang optimal, seperti tujuannya pelestarian sungai, tetapi kegiatan di daerah adalah seminar soal revitalisasi sungai. Dia mengatakan, bukan berarti seminar tidak penting, tetapi dengan anggaran terbatas seyogyanya untuk membeli bibit pohon untuk ditanam di daerah sekitar sungai.

"Ketika menjelaskan contoh logical framework itulah timbul persepsi anggaran kemiskinan tersedot untuk rapat dan studi banding. Padahal kami mencontohkan sebagian logical framework yang belum selaras, bukan menyebutkan anggaran habis untuk rapat," kata dia.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy kemudian membalas juga pernyataan Menteri PAN-RB itu. Muhadjir menilai, rapat dan perjalanan dinas sudah sangat diminimalisasi di era Pemerintahan Joko Widodo.

"Berapa dana untuk penanggulangan kemiskinan yang habis dipakai untuk rapat, perjalanan dan studi banding saya tidak tahu persis. Tetapi saya kira sudah jauh berkurang karena presiden sangat keras memperingatkan hal itu," kata Muhadjir dalam keterangan yang diterima Republika, Selasa (31/1).

Muhadjir menambahkan, apalagi dengan adanya pandemi Covid-19 membuat banyak instansi memilih untuk melakukan kegiatan rapat via daring. Dengan begitu, kata Muhadjir, jumlah rapat secara tatap muka jauh berkurang. "Apalagi dua tahun terakhir selama pandemi ada kebijakan PPKM," ujarnya.

Muhadjir mengeklaim telah menanyakan langsung kepada Menteri PAN-RB terkait pernyataannya pekan lalu. "Pak Menpan RB bermaksud menjelaskan bahwa ada sebagian program penanggulangan kemiskinan di daerah-daerah yang belum optimal, seperti sebagian dananya digunakan untuk rapat dan perjalanan dinas. Jadi bukan 'habis' untuk rapat dan perjalanan dinas," ujarnya.

Dia juga menjelaskan, dana penanggulangan kemiskinan yang disebut Azwar Anas jumlah sebenarnya tidak sampai Rp 500 triliun. Menurut Muhadjir, angka itu juga tidak spesifik untuk penanggulangan kemiskinan, melainkan program perlindungan sosial (Perlinsos).

"Untuk penanggulangan kemiskinan dalam arti spesifik, melulu untuk warga miskin, jumlahnya tidak sampai Rp 500 triliun. Jumlah itu adalah anggaran program Perlindungan Sosial (Perlinsos), yang pada 2022 mencapai Rp 461,6 Triliun," kata Muhadjir.

Muhadjir memaparkan, dalam angka tersebut terdapat komponen anggaran program subsidi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, gas, pupuk, bibit, dan subsidi iuran BPJS Kesehatan serta anggaran penanggulangan kemiskinan

"Karena sebagian petani miskin adalah buruh tani. Juga subsidi iuran BPJS kesehatan untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) itu menyasar 130 juta lebih penduduk, sedang jumlah warga miskin per September 2022 sebesar 26,36 juta orang (9,5 persem)," kata Muhadjir.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini menjelaskan, untuk bantuan spesifik warga miskin itu berupa bantuan sosial utamanya berada di Kementerian Sosial. Menurut Menteri Sosial, anggaran Bansos tahun 2022 sekitar Rp 72 triliun.

Susah tercapai

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menyebutkan, angka kemiskinan nasional pada 2022 sebesar 9,50 persenan. Sementara persentase kemiskinan ekstremnya sebesar 2,04 persen.

Pemerintah menargetkan, angka kemiskinan pada 2024 mendatang turun menjadi tujuh persen. Lalu ditargetkan angka kemiskinan ekstrem pada tahun tersebut bisa menyentuh nol persen.

Margo menilai, akan sulit mencapai target itu. "Melihat tren data, sulit capai target, namun demikian perlu ada perbaikan sistematik tata kelola kemiskinan, termasuk tata kelola data," ujarnya dalam "Launching Reformasi Birokrasi BPS Tahun 2023 dan Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020", di Menara Danareksa, Jakarta, Senin (30/1).

Meski sulit, kata dia, pemerintah harus berupaya melakukan percepatan dan tata kelola baru agar target 2024 bisa dicapai. BPS kemudian menyandingkan data kemiskinan ekstrem di 212 kabupaten atau kota. "Pada Maret 2021 kemiskinan ekstrem 3,61 persen. Lalu Maret 2022 turun menjadi 2,76 persen," kata dia.

Kemudian, lanjut dia, dari miskin ekstrem menjadi miskin angkanya 2,91 persen pada 2022. Hal tersebut dinilainya sebagai bagian dari keberhasilan pemerintah pada tahun lalu.

Di sisi lain, terdapat masyarakat pada 2021 di posisi miskin ekstrem lalu pada 2022 masih sama, datanya 0,70 persen. Ada pula yang pada 2021 di posisi miski, tapi pada 2022 menjadi miskin ekstrem, angkanya 2,06 persen.

"Artinya kemiskinan itu dinamis, maka perlu merancang data dengan tata kelola baik agar sasarannya menjadi clear," tutur Margo.

Ia melanjutkan, perlu pemutakhiran data secara rutin, terintegrasi, dan berkesinambungan. Selanjutnya, perlu standardisasi siapa soal siapa yang masuk kategori miskin sehingga penentuan target tepat sasaran dan tidak berbeda antara kementerian, lembaga serta daerah.

"Perlu dibangun dan dipetakan dengan jelas siapa yang miskin ekstrem itu agar sasarannya sama," ujar dia.

Perlu diketahui, BPS saat ini diberikan tugas melakukan evaluasi pengentasan kemiskinan ekstrem. "Ini saya selalu laporkan kepada Presiden bagaimana progres pemerintah dalam pengentasan kemiskinan ekstrem," tutur Margo.

").attr({ type: 'text/javascript', src: 'https://platform.twitter.com/widgets.js' }).prependTo("head"); if ($(".instagram-media").length > 0) $("").attr({ type: 'text/javascript', src: 'https://www.tiktok.com/embed.js' }).prependTo("head"); $(document).on("click", ".ajaxContent", function(t) { var e; t.preventDefault(); Pace.restart(); var a = $(this).attr("href"); var b = $(this).attr("data-id"); $(".btn-selengkapnya-news").show(); $(".othersImage").addClass("hide"); $(this).hide(); $("." + b).removeClass("hide"); return e ? (Pace.stop(), document.getElementById("confirm_link").setAttribute("href", a), $("#modal_confirm").modal()) : ($("*").modal("hide"), void $.get(a, function(t) { $("#" + b).html(t.html); console.log("#" + b); }).done(function() { $(".collapse").fadeOut(); $("#" + b).fadeIn(); }).fail(function() { $("#modal_alert .modal-body").html(fail_alert), $("#modal_alert").appendTo("body").modal() })) }); $(".body-video").on('loadedmetadata', function() { if (this.videoWidth < this.videoHeight) this.height = 640; this.muted = true; //console.log(this.videoHeight); } ); window.onload = function() { var videos = document.getElementsByTagName("video"), fraction = 0.8; function checkScroll() { if (videos.length > 0) { for (var i = 0; i < videos.length; i++) { var video = videos[i]; var x = video.offsetLeft, y = video.offsetTop, w = video.offsetWidth, h = video.offsetHeight, r = x + w, b = y + h, visibleX, visibleY, visible; visibleX = Math.max(0, Math.min(w, window.pageXOffset + window.innerWidth - x, r - window.pageXOffset)); visibleY = Math.max(0, Math.min(h, window.pageYOffset + window.innerHeight - y, b - window.pageYOffset)); visible = visibleX * visibleY / (w * h); if (visible > fraction) { video.play(); } else { video.pause(); } } } } window.addEventListener('scroll', checkScroll, false); window.addEventListener('resize', checkScroll, false); }; // window.fbAsyncInit = function() { // FB.init({ // appId: '700754587648257', // xfbml: true, // version: 'v14.0' // }); // }; // (function(d, s, id) { // var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0]; // if (d.getElementById(id)) { // return; // } // js = d.createElement(s); // js.id = id; // js.src = "https://connect.facebook.net/en_US/sdk.js"; // fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs); // } // (document, 'script', 'facebook-jssdk')); // $(".share_it a,.share-open-fix li").on("click", function() { // url = window.location.href; // s = $(this).parents("div.blok_quot").children("div.blog-post-actions").children("div.pull-left").text().replace(/[^a-z0-9\s]/gi, '').replace(/[_\s]/g, '+'); // c = $(this).parents("div.blok_quot").children("div.quote-text").text().replace(/[^a-z0-9\s]/gi, '').replace(/[_\s]/g, '+'); // content = c + " - " + s; // if ($(this).children().hasClass("fa-facebook")) { // img = document.querySelector("meta[property='og:image']").getAttribute("content"); // FB.ui({ // method: 'share_open_graph', // action_type: 'og.shares', // action_properties: JSON.stringify({ // object: { // 'og:url': url, // 'og:title': "", // 'og:description': c, // 'og:og:image:width': '610', // 'og:image:height': '409', // 'og:image': img // } // }) // }); // console.log(img); // } else if ($(this).children().hasClass("fa-twitter")) { // window.open("https://twitter.com/intent/tweet?text=" + content + " " + url); // } else if ($(this).children().hasClass("fa-whatsapp")) { // window.open("https://api.whatsapp.com/send?utm_source=whatsapp&text=" + content + " " + url + "?utm_source=whatsapp"); // } // return false; // }); });

Sentimen: negatif (99.6%)