Ini 4 Rekomendasi Forum AIPKI, Distribusi Dokter yang Tidak Merata Jadi Sorotan
Solopos.com Jenis Media: News
SOLOPOS.COM - Jumpa pers Forum Dekan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Minggu (29/1/2023). (Istimewa)
Solopos.com, SOLO—Pertemuan Forum Dekan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia atau AIPKI pada Sabtu (28/1/2023) lalu di Solo menghasilkan empat rekomendasi. Mutu pendidikan dokter dan distribusi dokter yang tidak merata di daerah menjadi sorotan
Wakil Ketua 1 AIPKI, Ari Fahrial Syam menyampaikan keempat rekomendasi itu di jumpa pers yang dilaksanakan di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Minggu (29/1/2023).
PromosiPromo Menarik, Nginep di Loa Living Solo Baru Bisa Nonton Netflix Sepuasmu!
“Pertama, Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis dilaksanakan oleh institusi pendidikan sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran,” kata dia dalam jumpa pers.
Hal ini untuk menjamin mutu dan kualitas lulusan dokter di Indonesia. “Jelas kami selaku konsen untuk menjaga mutu dan jurusan kami, baik itu jurusan S1 dokter, spesialis, magister, sampai doktor,” imbuh dia.
Dia juga mendorong pemerintah untuk memberikan insentif dan beasiswa untuk Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS. Ini guna merespons permasalahan kekurangan sebaran dokter spesialis di Indonesia.
“Maka di poin kedua, realisasi insentif dan beasiswa bagi peserta didik PPDS sesuai UU No. 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran,” tambah dia.
Ari juga membeberkan sejumlah masalah fasilitas dan distribusi dokter di luar pulau Jawa-Bali, menurut dia, meski banyak dokter yang dikirim ke daerah-daerah, hal itu tidak serta merta mengatasi masalah. Sebab fasilitas di daerah juga masih minim.
“Justru yang tidak siap daerah, misalnya peralatan untuk operasi tidak ada, jadi untuk poin ketiga kami berharap adanya penguatan implementasi Academic Health System (AHS) melalui Keputusan Presiden untuk memenuhi kebutuhan dokter dan dokter spesialis di Indonesia yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan kualitas,” kata dia.
AHS merupakan konsep yang mengintegrasikan pendidikan dan pelayanan kesehatan melalui kerjasama peningkatan pelayanan kesehatan. Melalui sistem ini, antar institusi pendidikan dan kesehatan bisa saling berbagi sumber daya. Misal, distribusi staf dan peserta didik Fakultas Kedokteran ke RS daerah.
Forum AIPKI juga menyoroti persoalan tidak meratanya pendidikan dokter di daerah. Bahkan program studi kedokteran kebanyakan berada di pulau Jawa. “Nah ini kami sudah diskusi seluruh rekan-rekan di Indonesia hadir kemarin dan kami sampaikan bahwa Jawa ini sudah penuh,” imbuh dia.
Makanya dalam poin empat, dia merekomendasikan pembukaan Prodi Kedokteran baik sarjana maupun profesi hanya ditujukan bagi wilayah yang masih membutuhkan di luar Jawa dan Bali.
“Kalau memang ini mau membuka [program studi], kita berharap di daerah yang memang belum ada Fakultas Kedokteran. Kalau kita membuka hanya di Jakarta, tetap ini akan menjadi masalah berulang terkait distribusi dokter di Indonesia,” kata dia.
Dia mengatakan perlunya universitas-universitas yang membuka Prodi Kedokteran dengan akreditasi A, dapat menaikkan jumlah mahasiswa 10%—20%. Hal ini untuk merespons permasalahan jumlah dokter yang masih kurang, terutama di daerah.
“Meskipun memang butuh waktu, baru lima sampai sepuluh tahun lagi bisa terasa. Karena pendidikan dokter itu lama, paling tidak sekitar lima setengah tahun baru bisa jadi dokter. Belum lagi kalau nanti ambil profesi, akan lama lagi,” imbuhnya.
Empat rekomendasi itu, dia tujukan untuk pemerintah terutama yang memiliki kewenangan seperti Kemendikbud Ristek Dikti sebagai penyelenggara pendidikan dokter. Lalu Kementerian Kesehatan dan pembuat regulasi lain.
Sentimen: positif (100%)