Sentimen
Negatif (100%)
29 Jan 2023 : 00.39
Informasi Tambahan

BUMN: BTN

Kab/Kota: Gunung, Malang

Kasus: pengangguran, kekerasan seksual, pelecehan seksual

KemenPPA: Kasus Kekerasan Terhadap Anak Melonjak

29 Jan 2023 : 00.39 Views 1

Republika.co.id Republika.co.id Jenis Media: Nasional

KemenPPA: Kasus Kekerasan Terhadap  Anak Melonjak

OLEH RONGGO ASTUNGKORO, RIZKY SURYARANDIKA

Maraknya berita pelecehan seksual dan kekerasan terhadap anak-anak ternyata tercatat juga dalam statistika yang dirangkum berbagai lembaga. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) misalnya menyebutkan, jumlah kasus kekerasan terhadap anak mengalami peningkatan yang signifikan pada 2022.

"Angka (kasus kekerasan terhadap anak) yang terlaporkan itu mengalami kenaikan sangat signifikan. Dari data yang ada di Simfoni (Sistem Informasi Online) saja, misalnya, dari 2019, khususnya dari 2021 ke 2022, itu angkanya meledak tinggi," ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, di kantornya di Jakarta, Jumat (27/1/2023).

Berdasarkan data yang ia paparkan, pada 2019 jumlah kasus kekerasan terhadap anak tercatat 11.057 kasus. Pada 2020 meningkat 221 kasus menjadi 11.278. Lalu, kenaikan signifikan terjadi pada 2021, yakni mencapai 14.517 kasus. Kenaikan signifikan berikutnya terjadi pada 2022 yang mencapai 16.106 kasus.

Jenis kekerasan yang diterima oleh anak-anak didominasi oleh kekerasan seksual yang mencapai 9.588 kasus. "Kemudian dari angka tersebut, angka kekerasan seksual mendominasi kasus-kasus yang muncul. Ini di satu sisi jadi persoalan bahwa menggambarkan tentang banyaknya kasus," ujar Nahar.

Dia menjelaskan, modus yang dilakukan dalam setiap kasus bermacam-macam. Lalu, lokasi kejadian dengan persentase terbesar terjadi di lingkungan rumah tangga, yakni mencapai 53 persen. Sementara untuk pelaku persentase terbesar merupakan teman atau pacar 29 persen dan orang tua 21 persen.

"Dari sisi lokasi kejadian, itu ada di rumah tangga. Di sekitar rumah. Dari pelakunya itu bisa kelihatan bahwa angkanya itu dari teman dekat, pacar, lalu ada orang tua. Orang-orang dekat. Jadi, kejadian-kejadiannya sangat tidak bisa dimengerti oleh akal. Modusnya macam-macam," ujar Nahar.

Nahar mengatakan, peningkatan jumlah laporan itu terjadi akibat semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melapor. Menurut dia, kasus kekerasan terhadap anak ibarat fenomena gunung es, yakni yang muncul ke permukaan hanya sebagian. Karena itu, pihaknya melakukan stimulus kepada masyarakat soal pentingnya melapor.

"Dengan stimulus, punya kesadaran, mudah melapor segala macam makanya angkanya naik. Di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, DIY, itu angka naik karena didukung oleh layanan yang ada, baik jemput bola maupun ketika menerima itu bisa terekam dengan baik sehingga catatannya meluncur ke Simfoni," kata dia.

Nahar menjelaskan, masyarakat lebih memahami untung-rugi dari melaporkan kasus kekerasan terhadap anak. Di mana, akan lebih rugi apabila suatu kasus tidak dilaporkan. Dengan melapor, kata dia, korban dan keluarga mendapatkan bantuan dari pihak lain untuk terlepas dari beban yang ada.

"Melapor itu punya keuntungan. Satu, beban yang ada tidak menjadi tumpuan di korban dan keluarganya, tapi ada campur tangan pihak lain untuk membantu," kata Nahar.

Dengan melapor pula, korban bisa mendapatkan bantuan untuk pengobatan dampak yang diakibatkan oleh kekerasan yang diterima. Dampak tersebut dapat berupa fisik maupun psikis. Korban dapat dibantu dan didukung oleh pihak-pihak yang kompeten untuk itu.

"Dampak fisiknya diobati mungkin dalam jangka waktu tertentu selesai. Tapi, kalau dampaknya ke psikis lalu kemudian menerima beban itu seumur hidup, tak ada batas waktu. Maka ini juga perlu dukungan dari semua pihak, proses penyadaran bahwa melapor itu lebih penting," ujar dia.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebelumnya juga mengungkapkan sebanyak 4.683 aduan masuk sepanjang 2022. Nyaris 5.000 pengaduan itu bersumber dari pengaduan langsung, pengaduan tidak langsung (surat dan e-mail), daring dan media massa.

Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus.

"Data tersebut mengindikasikan anak Indonesia rentan menjadi korban kejahatan seksual dengan berbagai latar belakang, situasi, dan kondisi anak di mana berada," kata Ketua KPAI AI Maryati Solihah dalam keterangan yang dikutip pada Ahad (22/1).

KPAI menemukan kekerasan seksual terjadi di ranah domestik di berbagai lembaga pendidikan berbasis keagamaan maupun umum. Selama 2022, provinsi dengan pengaduan kasus anak korban kekerasan seksual terbanyak adalah DKI Jakarta dengan 56 pengaduan dan Provinsi Jawa Timur dengan 39 pengaduan.

Kemudian, data pengaduan Klaster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif sebanyak 1960 aduan. Angka tertinggi pengaduan kasus pelanggaran hak anak terjadi pada anak korban pengasuhan bermasalah/konflik orang tua/keluarga sebanyak 479 kasus.

"Hal tersebut menggambarkan bahwa keluarga yang seharusnya menjadi tempat paling aman dan nyaman bagi anak, tapi justru sebaliknya kerap menjadi tempat pelanggaran hak anak," ujar Ai.

Berikutnya, data anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis sebanyak 502 kasus. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan fisik dan/atau psikis kepada anak diantaranya adalah adanya pengaruh negatif teknologi dan informasi, permitivitas lingkungan sosial-budaya, lemahnya kualitas pengasuhan, kemiskinan keluarga, tingginya angka pengangguran, hingga kondisi perumahan atau tempat tinggal yang tidak ramah anak.

"Ini memperlihatkan bahwa posisi anak sangat rentan terhadap berbagai kekerasan karena ada banyak sekali faktor yang dapat menjadikan anak sebagai korban maupun pelaku," ujar Ai.

Selanjutnya anak berhadapan hukum sebanyak 184 kasus. Anak korban pornografi dan cyber crime sebanyak 87 kasus. Anak dalam situasi darurat sebanyak 85 kasus serta anak dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual sebanyak 85 kasus, dan kasus pelanggaran hak anak lainnya sebanyak 95 kasus.

KPAI juga memotret data pelanggaran perlindungan anak dari seluruh Indonesia, tersebar di berbagai Provinsi, kota dan kabupaten se Indonesia. Dari 10 provinsi dengan pengaduan kasus pelanggaran hak anak tertinggi adalah Jawa Barat sebanyak 929 kasus, Provinsi DKI Jakarta sebanyak 769 kasus, Provinsi Jawa Timur sebanyak 345 kasus, Provinsi Banten sebanyak 312 kasus, Provinsi Jawa Tengah sebanyak 286 kasus, Provinsi Sumatra Utara sebanyak 197 kasus, Provinsi Sumatra Selatan sebanyak 62 kasus, Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 54 kasus, Provinsi Lampung sebanyak 53 kasus, dan Provinsi Bali sebanyak 49 kasus.

"KPAI mengingatkan kewajiban orang tua dalam memberikan pengasuhan, memelihara, mendidik, dan melindungi anak," ujar Ai.

Di luar data-data tersebut, pemberitaan kekerasan terhadap anak memang tergolong marak belakangan. Salah satu yang terkini terjadi di Kabupaten Malang, Jawa Timur (Jatim). Kasus tersebut dilaporkan terjadi di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jatim.

Kasatreskrim Polres Malang, Iptu Wahyu Rizki Saputro mengatakan, kasus pelecehan seksual dilaporkan oleh salah satu ibu kandung korban berinisial LS. Pelapor menyampaikan warga Singosari berinisial K telah melakukan pelecehan seksual terhadap muridnya yang masih di bawah umur.

"Terlapor sendiri berusia 72 tahun, pekerjaan swasta atau guru ngaji," kata Wahyu saat dikonfirmasi Republika, Rabu (25/1/2023). Berdasarkan laporan yang diterima, kasus pelecehan seksual ini dialami tiga muridnya. Perinciannya, yakni korban NAK (9 tahun), EYP (10 tahun), dan ACC (12 tahun).

").attr({ type: 'text/javascript', src: 'https://platform.twitter.com/widgets.js' }).prependTo("head"); if ($(".instagram-media").length > 0) $("").attr({ type: 'text/javascript', src: 'https://www.tiktok.com/embed.js' }).prependTo("head"); $(document).on("click", ".ajaxContent", function(t) { var e; t.preventDefault(); Pace.restart(); var a = $(this).attr("href"); var b = $(this).attr("data-id"); $(".btn-selengkapnya-news").show(); $(".othersImage").addClass("hide"); $(this).hide(); $("." + b).removeClass("hide"); return e ? (Pace.stop(), document.getElementById("confirm_link").setAttribute("href", a), $("#modal_confirm").modal()) : ($("*").modal("hide"), void $.get(a, function(t) { $("#" + b).html(t.html); console.log("#" + b); }).done(function() { $(".collapse").fadeOut(); $("#" + b).fadeIn(); }).fail(function() { $("#modal_alert .modal-body").html(fail_alert), $("#modal_alert").appendTo("body").modal() })) }); $(".body-video").on('loadedmetadata', function() { if (this.videoWidth < this.videoHeight) this.height = 640; this.muted = true; //console.log(this.videoHeight); } ); window.onload = function() { var videos = document.getElementsByTagName("video"), fraction = 0.8; function checkScroll() { if (videos.length > 0) { for (var i = 0; i < videos.length; i++) { var video = videos[i]; var x = video.offsetLeft, y = video.offsetTop, w = video.offsetWidth, h = video.offsetHeight, r = x + w, b = y + h, visibleX, visibleY, visible; visibleX = Math.max(0, Math.min(w, window.pageXOffset + window.innerWidth - x, r - window.pageXOffset)); visibleY = Math.max(0, Math.min(h, window.pageYOffset + window.innerHeight - y, b - window.pageYOffset)); visible = visibleX * visibleY / (w * h); if (visible > fraction) { video.play(); } else { video.pause(); } } } } window.addEventListener('scroll', checkScroll, false); window.addEventListener('resize', checkScroll, false); }; // window.fbAsyncInit = function() { // FB.init({ // appId: '700754587648257', // xfbml: true, // version: 'v14.0' // }); // }; // (function(d, s, id) { // var js, fjs = d.getElementsByTagName(s)[0]; // if (d.getElementById(id)) { // return; // } // js = d.createElement(s); // js.id = id; // js.src = "https://connect.facebook.net/en_US/sdk.js"; // fjs.parentNode.insertBefore(js, fjs); // } // (document, 'script', 'facebook-jssdk')); // $(".share_it a,.share-open-fix li").on("click", function() { // url = window.location.href; // s = $(this).parents("div.blok_quot").children("div.blog-post-actions").children("div.pull-left").text().replace(/[^a-z0-9\s]/gi, '').replace(/[_\s]/g, '+'); // c = $(this).parents("div.blok_quot").children("div.quote-text").text().replace(/[^a-z0-9\s]/gi, '').replace(/[_\s]/g, '+'); // content = c + " - " + s; // if ($(this).children().hasClass("fa-facebook")) { // img = document.querySelector("meta[property='og:image']").getAttribute("content"); // FB.ui({ // method: 'share_open_graph', // action_type: 'og.shares', // action_properties: JSON.stringify({ // object: { // 'og:url': url, // 'og:title': "", // 'og:description': c, // 'og:og:image:width': '610', // 'og:image:height': '409', // 'og:image': img // } // }) // }); // console.log(img); // } else if ($(this).children().hasClass("fa-twitter")) { // window.open("https://twitter.com/intent/tweet?text=" + content + " " + url); // } else if ($(this).children().hasClass("fa-whatsapp")) { // window.open("https://api.whatsapp.com/send?utm_source=whatsapp&text=" + content + " " + url + "?utm_source=whatsapp"); // } // return false; // }); });

Sentimen: negatif (100%)