Sentimen
Negatif (100%)
26 Jan 2023 : 13.43
Informasi Tambahan

BUMN: BTN, Bank Tabungan Negara, BSI

Kab/Kota: Senayan

Tokoh Terkait

Simak Update Terkini Ekonomi RI! Baik Sih, Tapi..

26 Jan 2023 : 13.43 Views 1

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: News

Simak Update Terkini Ekonomi RI! Baik Sih, Tapi..

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian dunia saat ini tengah was-was. Banyak negara maju mengalami resesi ekonomi. Namun, hingga penghujung tahun 2022, ekonomi Indonesia bisa dibilang relatif aman dari ancaman resesi.

Pada kuartal III-2022 ekonomi Indonesia masih tumbuh solid mencapai 5,72% (year on year/yoy) dengan tingkat inflasi yang terjaga pada level 5,71% (yoy) pada Oktober 2022.

Bandingkan dengan ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Ekonomi AS pada kuartal III-2022 tumbuh 2,6% (yoy) dengan tingkat inflasi mencapai 7,7% pada Oktober 2022.

Namun perlu diketahui, ekonomi AS telah mengalami kontraksi dalam dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal I-2022, PDB AS tercatat 1,6% (yoy), kemudian memburuk hingga -0,9% pada kuartal II-2022. Sehingga secara teknis mengalami resesi.

Sementara di Eropa, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2022 tercatat tumbuh 2,1% (yoy), melambat dibandingkan realisasi pada kuartal sebelumnya sebesar 4,3% (yoy), dengan tingkat inflasi mencapai 10,6% (yoy) pada Oktober 2022.

Kepala Ekonomi dan Strategi di Citi Global Market Asia Johanna Chua juga mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat solid, sehingga mampu menahan gejolak yang ada, termasuk kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang baru saja naik menjadi 5,25%.

-

-

Johanna bilang, laju inflasi di Indonesia sebenarnya bukan masalah besar, karena pemerintah dan otoritas mampu menahan gejolaknya dengan baik, sehingga tingkat inflasi bisa terjaga.

"Jadi, menurut saya ekonomi Indonesia cukup kuat untuk menyerap kejutan kenaikan suku bunga BI 50 bps," jelas Johanna kepada CNBC Indonesia saat ditemui di Plataran Senayan, Jakarta, pekan lalu, dikutip Senin (21/11/2022).

Kendati demikian, Johanna juga memperingatkan bahwa faktor global dan meningkatnya suku bunga acuan Bank Sentral AS atau The Fed tidak bisa diabaikan begitu saja.

Menurut Johanna BI harus memasang suku bunga yang menarik, agar spread atau jaraknya antara suku bunga BI dan The Fed tidak terlalu jauh, agar dana asing tak banyak lari dari Indonesia.

Seperti diketahui, BI mencatat transaksi modal dan finansial mengalami defisit sebesar US$ 6,1 miliar atau 1,8% dari produk domestik bruto (PDB), lebih tinggi dibandingkan defisit pada kuartal II-2022 yang mencapai US$ 1,2 miliar atau 0,3% dari PDB.

Saat ini, spread antara suku bunga BI dan The Fed hanya memiliki rentang perbedaan 125 basis poin. Suku bunga kebijakan BI 5,25%, sementara suku bunga The Fed saat ini 3,75% - 4%.

Sementara, di masa lalu, kata Johanna, di saat suku bunga AS sangat tinggi, ketika Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan, spread antara suku bunga BI dan The Fed mencapai 300 basis poin.

"Oleh karena itu, BI harus memiliki premi spread yang lebih tinggi untuk menstabilkan neraca pembayaran," ujarnya.

Arah Suku Bunga Acuan BI

BI sudah mengerek suku bunga acuan sebanyak 175 basis poin (bps) hanya dalam waktu empat bulan, masing-masing 25 bps pada Agustus, dan masing-masing 50 bps pada September, Oktober, dan November.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan kenaikan suku bunga acuan ditempuh sebagai langkah front loaded, preemptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi.

Kenaikan suku bunga acuan juga untuk memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1% lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023.

Kemudian juga memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.

Hal ini akan berakhir ketika sasaran tersebut sudah tercapai.

"Peak-nya inflasi inti triwulan I dan kami mencoba front loaded tidak menunggu triwulan I, jadi bisa lebih cepat," kata Perry dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (17/11/2022).

Inflasi inti diakui Perry masih berpotensi naik ke depannya. Pada akhir tahun ini diperkirakan mencapai sekitar 3,5%.

Kemudian pada kuartal I-2023 inflasi inti bisa menyentuh 3,7%. Perry memastikan inflasi inti tidak akan menembus level 4%. "Inflasi inti diharapkan akan lebih rendah dari perkiraan," ujarnya.

Nilai Tukar Rupiah Sentuh Rp 15.689/US$

Pada perdagangan Senin (21/11/2022), nilai tukar rupiah menguat melawan dolar. Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 15.680/US$, menguat tipis 0,03% di pasar spot.

Rupiah sepanjang pekan lalu tidak mampu menguat melawan dolar AS, pelemahannya tercatat sebesar 1,26%. Padahal, Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin.

Kendati demikian, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpeluang menguat menjelang tutup tahun 2022 dan di tahun 2023.

Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip menjelaskan, setidaknya ada tiga faktor yang akan menopang penguatan rupiah pada akhir tahun ini.

Pertama, kebijakan kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) atau BI7DRR pada bulan ini yang naik 50 basis poin (bps) ke level 5,25%, berdampak pada posisi real interest rate Indonesia yang semakin baik, di tengah tekanan inflasi yang semakin berkurang.

"Hal tersebut akan menjadi daya tarik bagi investor institusional asing masuk ke pasar keuangan Indonesia," ujar Sunarsip.

Faktor kedua, menjelang tutup tahun 2022, aktivitas penerbitan efek di pasar modal baik melalui IPO dan right issue masih berlanjut.

Berdasarkan pipeline hingga November 2022, terdapat sekitar Rp 46,9 triliun dana dari IPO dan Rp 39,4 triliun dari right issue yang kini bersiap menerbitkan efeknya pada sisa akhir tahun ini dan pada tahun 2023 mendatang.

Adapun, yang akan melakukan penerbitan efek, di antaranya Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Syariah Indonesia (BSI). BTN dan BSI akan melakukan right issue masing-masing sebesar Rp 4,13 triliun dan Rp 3 triliun pada akhir 2022 ini.

Foto: Infografis/ Rupiah Sepekan/ Edward Ricardo Sianturi
Infografis, Pergerakan Rupiah Sepekan

Menurutnya, kehadiran emiten 'big name' dengan berkinerja baik dalam aktivitas bursa, menjadi hal penting untuk memberikan confidence bagi investor institusional asing terhadap pasar modal dan pasar keuangan Indonesia.

Serta faktor ketiga, dari sisi eksternal, yakni tekanan kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau FFR masih akan terjadi hingga akhir 2022.


FFR diperkirakan akan mulai berkurang ketika memasuki tahun 2023, seiring dengan ekspektasi inflasi di AS yang diperkirakan akan kembali ke level normal pada tahun depan.

"Jadi kita punya peluang di akhir 2022 ini bisa menutup tahun dengan penguatan nilai tukar meskipun mungkin belum pada level yang ideal. Rupiah akan mencapai Rp 15.300/US$ pada 2022 dan Rp 14.800/US$ pada 2023," jelas Sunarsip.


[-]

-

Harga Batu Bara Cs Meroket, Ekonomi RI 'Terbang' 5,44%
(cap/mij)

Sentimen: negatif (100%)