Sentimen
Negatif (80%)
18 Sep 2022 : 16.32
Informasi Tambahan

Kasus: HAM, kekerasan seksual

Tokoh Terkait

Kemenag Sosialisasikan Upaya Preventif Mencegah Kekerasan di Pesantren 

SuaraSurabaya.net SuaraSurabaya.net Jenis Media: News

18 Sep 2022 : 16.32
Kemenag Sosialisasikan Upaya Preventif Mencegah Kekerasan di Pesantren 

Sejumlah tindak kekerasan belakangan ini terjadi di lembaga pendidikan keagamaan, termasuk pesantren.

Waryono Abdul Ghofur Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag) mengatakan institusinya selama ini telah melakukan ikhtiar dini sebagai bagian dari tindakan pencegahan dan upaya preventif.

“Kami melakukan sejumlah upaya, meskipun tidak harus show of force. Misalnya, preventifnya, kami melakukan upaya pembinaan sosialisasi pesantren ramah anak. Kami punya buku panduan yang disusun bersama KPPA (Komisi Pelindungan Perempuan dan Anak) untuk pesantren ramah anak. Ini kami sosialisasikan,” terang Waryono di Jakarta, Minggu (18/9/2022), mengutip laman resmi Kemenag.

Kemenag, kata Waryono, terus menjalin komunikasi dengan pesantren untuk sama-sama saling mengingatkan bahwah santri adalah titipan orang tua kepada para kyai, ibu nyai, dan ustaz. Sehingga, santri harus diperlakukan seperti anak sendiri.

“Artinya, santri harus mendapatkan pelindungan dan pembelajaran. Kalau sakit, diobati. (santri) Tidak boleh mendapatkan kekerasan. Ini terus kami komunikasikan dan sosialisasikan,” jelas Waryono.

Proses sosialisasi ini terus berjalan secara bertahap. Sebab, jumlah pesantren memang sangat banyak,ada  lebih 37 ribu yang terdaftar di Kemenag. Sosialisasi disampaikan kepada para Kepala Bidang dan Kepala Seksi di Kanwil Kemenag Provinsi yang bertugas dalam pembinaan pesantren. Sosialisasi juga diberikan kepada perwakilan pesantren, baik dalam forum dalam jaringan (daring) atau luar jaringan (luring).

“Kami sampaikan bahwa pengasuh pesantren harus membaca regulasi terkait pelindungan anak dan perempuan. Bahkan, saya menyebutnya regulasi itu sebagai kitab kuning baru. UU pelindungan anak dan perempuan agar menjadi panduan pesantren dan seluruh masyarakat Indonesia,” tuturnya.

“Jadi, pesantren tidak hanya membaca kitab kuning (keagamaan) ansich, tapi juga kitab kuning dalam bentuk regulasi yang berlaku di Indonesia,” sambungnya.

Kemenag, lanjut Waryono, saat ini juga tengah Menyusun Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dan Anak di Pesantren. Proses penyusunannya sudah memasuki tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

RPMA ini terdiri dari 8 bab dengan kurang lebih 50 pasal. Definisi kekerasan seksual dalam regulasi ini berbeda dari definisi dalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Pasalnya, aturan Permendikbud memiliki klausul “tanpa persetujuan korban” untuk mendefinisikan tindakan kekerasan seksual. Dalam RPMA ini, definisi dibuat dengan pendekatan agama.

RPMA juga memuat bab pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama. Aturan ini akan mendorong lembaga pendidikan agama untuk membuat satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (Satgas PPKS).

Dalam bab penanganan, regulasi ini akan mengatur alur pelaporan bagi korban kekerasan seksual. Kemenag akan bekerja sama dengan Dinas Sosial dan lembaga swadaya masyarakat untuk membantu mendampingi korban dari aspek psikologis. Bab ini juga mengatur sikap lembaga pendidikan terhadap pelaku dan korban. Waryono menerangkan, korban semestinya diberi kesempatan untuk tetap melanjutkan pendidikan.

Terkait pelaku kekerasan seksual dalam lembaga pendidikan agama, Waryono menjelaskan bahwa regulasi yang sedang disusun ini mengatur tentang sanksi dalam bentuk administratif dan pidana. Jika memenuhi unsur pidana, pelaku akan diserahkan ke penegak hukum. “Kalau administratif bisa berupa pemecatan,” kata Waryono.

“Regulasi ini juga akan mengatur bahwa pelaku harus membayar ganti rugi untuk memulihkan mental dan kesehatan korban,” katanya lagi.(dfn/iss)

Sentimen: negatif (80%)