Waspada! 5 Hal Ini Bisa Bikin Ekonomi Dunia Jungkir Balik
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengemukakan lima hal yang berpotensi memicu gejolak ekonomi pada tahun ini dan tahun depan.
Hal tersebut disampaikan oleh Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja dengan Gubernur Bank Indonesia (BI) dengan Komisi XI DPR RI pada Senin
(21/11/2022).
Pertama, kata Perry, perlambatan pertumbuhan. Bahkan, dia melihat ada risiko-risiko sejumlah negara resesi.
"Dalam tabel itu pertumbuhan dunia semula tahun ini 3% kemungkinan akan turun menjadi 2,6% bahkan juga ada risiko-risiko menjadi 2% terutama di AS dan di Eropa," kata Perry dalam paparannya, Senin (21/11/2022).
Perry mengingatkan resesi di AS dan di Eropa probabilitasnya sudah mendekati 60%.
"Apalagi di eropa, bahkan kondisi winter tahun ini belum yang terburuk, tahun depan yang terburuk karena ini berkaitan dengan geopolitik, fragmentasi politik ekonomi dan investasi, slowing growth," tegasnya.
Kedua adalah inflasi tinggi atau high inflation. Inflasi global tahun ini diperkirakan mencapai 9,2%. Inflasi di AS bahkan mendekati 8,8%, Eropa 10% dan di Inggris kemarin mendekati 11%.
"Dari mana inflasinya, tentu saja harga energi dan tidak adanya pasokan energi akibat perang maupun kondisi geopololitik. Inflasi energi, inflasi pangan yang langsung kemudian berhubungan dengan kesejahteraan rakyat," paparnya.
Ketiga, lanjut Perry, yaitu higher interest for longer period of time atau suku bunga yang tinggi dan akan berlangsung lama.
Perry menuturkan kenaikan suku bunga acuan di AS terakhir 75 basis points (bps) menjadi 4%. BI memperkirakan kemungkinan Desember akan naik lagi jadi 50 bps sehingga 4,5%.
Lebih lanjut, dia melihat Fed Fund Rate ini akan kembali naik menjadi 5%.
"perkirakan 5,25% dan puncaknya kuartal I-kuartal II dan tidak akan segera turun, dan inilah higher for longer," katanya. Kondisi ini juga akan terjadi di Eropa, menurut BI.
Alhasil, BI melihat ada kejar-kejaran antara menaikkan suku bunga dan inflasi tinggi. "Ini yang kenapa disebut risiko stagflasi, pertumbuhan yang stagnan menurun bahkan sekarang istilahnya sekarang adalah risiko resflasi, risiko resesi dan tingginya inflasi ini yang ketiga," lanjutnya.
Keempat adalah fenomena strong dolar. Indeks dolar bahkan sempat mencapai 114, rekor tertingginya. Kondisi ini dirasakan oleh semua negara, tidak terkecuali Indonesia.
"Dolar menguat karena Fed Fund Rate naik dan yield US Treasury yang naik," ujar Perry. Kemudian, risiko kelima adalah cash is the king.
Investor global akibat risiko portofolio naik, mereka memilih menumpuk uangnya di instrumen yang likuid, baik cash dan near cash. Lagi-lagi, kondisi ini terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. "Inilah mengapa terjadi aliran modal keluar."
Perry menegaskan lima hal ini masih ditambah oleh ketidakpastian kapan perang Ukraina dan Rusia akan berakhir dan ketegangan geopolitik Taiwan dan China, serta lockdown Zero-Covid di China.
Untuk menghadapi ini, Perry berharap semua pihak di Indonesia melakukan sinergi. "Sinergi, sinergi, sinergi. Koordinasi, koordinasi, koordinasi. Koordinasi harus erat," tegas Perry.
[-]
-
Gawat! BI Bilang Ada 5 Isu Kritis di Kancah Global
(haa/haa)
Sentimen: negatif (100%)