Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Hewan: Gajah
Kab/Kota: Gunung, Bekasi, Kramat, Kebon Sirih, Senen, Tomang
Kasus: covid-19, Kemacetan
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Pemda DKI Terkesan Cari Pendapatan dari Warga
Rilis.id Jenis Media: Nasional
RILISID, Jakarta — Wacana penerapan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) yang digulirkan Pemprov DKI Jakarta ditentang komunitas driver ojek online. Mereka hari ini, Rabu (25/1/2023) menggelar demonstrasi di depan Kantor DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Mereka menganggap alasan penerapan kebijakan jalan berbayar untuk mengurai kemacetan jalanan Ibu Kota sebagai akal-akalan pemda. Karena, menurut mereka, persoalan kemacetan di Jakarta sudah berlangsung sejak zaman orde baru.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta asal Fraksi PAN, Wawan Suhawan, mengaku memahami penolakan yang disampaikan massa aksi driver ojek online.
Menurut Wawan, penerapan jalan berbayar di sejumlah ruas jalan Ibu Kota akan sangat merepotkan dan berdampak terhadap penghasilan ojol. Selain itu, ERP juga belum tentu dapat mengurai kemacetan.
Dia juga mengaku tidak setuju Pemda DKI memungut biaya dari warga yang saat ini masih kesulitan akibat dihantam pandemi Covid-19, yang justru akan makin membebani masyarakat.
"Saya pribadi jelas menolak, karena ini akan memberatkan warga juga, bukan hanya teman-teman ojol," ungkap Wawan.
Sebagaimana diketahui, dalam Rencana Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas secara Elektronik (PL2SE), sistem jalan berbayar bukan saja hanya menyasar roda empat, tetapi juga pengendara kendaraan bermotor roda dua akan dikenai tarif mulai Rp5.000 - Rp19.000.
Wawan menjelaskan, tingkat kesejahteraan masyarakat Jakarta masih belum merata. Bahkan, bisa dibilang masyoritas masih dibawah rata-rata alias menengah ke bawah.
"Mereka semuanya butuh akses jalan, sama dengan mereka yang mungkin dianggap kaya atau mampu," ucap Wawan.
Karena itu, Wawan meminta eksekutif membatalkan atau setidaknya menunda dulu rencana penerapan ERP tersebut.
Pemerintah, kata dia, tidak boleh membuat program yang seolah-olah melayani tetapi malah terkesan 'mencari pendapatan' dari masyarakat.
"Karena warga suka tidak suka akan tetap mengakses jalan protokol di DKI, baik si kaya maupun si miskin semuanya dipaksa bayar setiap melintas. Jadi, ini hanya akan membuat biaya perjalanan semakin tinggi," ungkap Wawan.
"Tentu ini akan mempersulit bagi mereka yang mencari rezeki, khususnya mereka yang mobilitasnya tinggi," imbuhnya.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta mengklaim kebijakan jalan berbayar ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di Ibu Kota. Selain itu, ERP jalan berbayar ini juga untuk mengatur volume kendaraan di Jakarta.
Saat ini, Raperda ERP masih dibahas Pemda DKI dan DPRD DKI Jakarta.
Berikut 25 Titik Rencana Jalan Berbayar di Jakarta:
1. Jalan Pintu Besar Selatan
2. Jalan Gajah Mada
3. Jalan Hayam Wuruk
4. Jalan Majapahit
5. Jalan Medan Merdeka Barat
6. Jalan Moh Husni Thamrin
7. Jalan Jend Sudirman
8. Jalan Sisingamangaraja
9. Jalan Panglima Polim
10. Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1-Simpang Jalan TB Simatupang)
11. Jalan Suryopranoto
12. Jalan Balikpapan
13. Jalan Kyai Caringin
14. Jalan Tomang Raya
15. Jalan Jenderal S Parman (Simpang Jalan Tomang Raya-Simpang Jalan Gatot
16. Jalan Gatot Subroto
17. Jalan MT Haryono
18. Jalan DI Panjaitan
19. Jalan Jenderal A Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya-Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan)
20. Jalan Pramuka
21. Jalan Salemba Raya
22. Jalan Kramat Raya
23. Jalan Pasar Senen
24. Jalan Gunung Sahari
25. Jalan HR Rasuna Said. (*)
Sentimen: negatif (99.9%)