Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Indonesia
Tokoh Terkait
Dianggap Tak Adil, Pasal Penghinaan Presiden Digugat ke MK
Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional
PENGAJAR di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Fernando Manullang menguji Undang-Undang No.1/2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) khususnya terkait pasal penghinaan presiden dan lembaga tinggi negara terhadap UUD 1945, ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Diwakili Kuasa Hukumnya Zico Leonard D Simanjuntak, pemohon beralasan presiden beserta lembaga negara sebagai pihak yang menjalankan negara layak mendapat kritikan maupun saran dari warga negara. Meskipun ada beberapa saran yang disampaikan tidak sesuai dengan etika ataupun moral, namun menurut pemohon pengaturan pasal penghinaan terhadap presiden dan lembaga negara justru bertentangan dengan UUD 1945 yakni perlindungan hukum yang adil tanpa memandang jabatan atau latar belakang.
Baca juga: Mantan VP ACT Divonis Tiga Tahun Penjara
“Sudah ada pasal pencemaran nama bagi bagi individual yang ada dalam KUHP baru. Apakah perlu pengaturan khusus bagi penghinaan presiden maupun lembaga negara. Harusnya berlaku bagi siapa saja dan tidak memberi perlakuan istimewa maupun pengecualian bagi pemerintah,” papar Zico dalam sidang pendahuluan perkara Nomor 7/PUU-XXI/2023 yang diketuai Hakim Konstitusi Suhartoyo, dengan anggota Arief Hidayat dan Daniel Yusmic P.Foekh di ruang sidang pleno, MK, Jakarta, Selasa (24/1).
Pemohon meminta Mahkamah menyatakan pasal penghinaan presiden dan lembaga negara dibatalkan yang diatur dalam Pasal 218 ayat (1), Pasal 219, Pasal 240 ayat (1) dan Pasal 241 ayat (1) UU No.1/2023 tentang KUHP bertentangan dengan UUD 1945. Meskipun UU No.1/2023 baru berlaku tiga tahun kemudian sejak diundangkan, pemohon menilai MK dapat menguji undang-undang tersebut. Menurut Zico, sudah ada preseden bahwa MK pernah memutus UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang berlaku 23 Juli 2015 baru berlaku. Tetapi MK menjatuhkan putusan pada 24 Oktober 2012 saat UU itu diuji.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan ada perbedaan ketika MK harus memutus pengujian UU Sistem Peradilan Anak yang baru berlaku dua tahun setelah diundangkan. Mahkamah mempertimbangkan ketika itu tidak ada undang-undang lain yang berkenaan dengan substansi sistem peradilan anak sehingga apabila tidak diputus terjadi kekosongan hukum. Sedangkan, imbuh Arief, KUHP lama saat ini masih berlaku atau menjadi hukum positif. Adapun UU No.1/2023 ditunda keberlakuannya selama tiga tahun.
“Hukum positif ini yang mana, apakah KUHP lama atau baru? Judicial review bisa dilakukan terhadap hukum positif,” ucap Arief.
Ia juga menyampaikan bahwa ada dampak negatif yang perlu diantisipasi seiring berkembangnya informasi dan teknologi yakni berkembangnya ujaran kebencian, hoaks. Oleh karena itu, menurutnya pembuat undang-undang merumuskan pasal penghinaan terhadap presiden dan lembaga negara.
“Pembentuk undang-undang melihat dampak dari disrupsi bisa berakibat buruk sehingga yang muncul di dunia maya bukan sekadar saran atau kritik, tapi banyak ujaran kebencian yang dilakukan oleh warganet,” cetus Arief.
“Pemerintahan yang demokratis menghargai kritik saran yang konstruktif, tapi kalau itu ujaran kebencian yang bisa memecah kohesi sosial itu dampak negatif bagi negara,” tukasnya. (OL-6)
Sentimen: negatif (99.9%)