Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali, membeberkan salah satu alasan belum terwujudnya Koalisi Perubahan yang akan menjadi kendaraan Anies Baswedan di Pemilu 2024. Menurutnya, masih ada pemaksaan dari salah satu partai politik terkait sosok calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Anies.

"Pertemuan tiga partai saya pikir sudah dilakukan berkali-kali lewat tim kecil, tapi kemudian ada partai politik yang menyatakan sikapnya tentang Anies dengan kadernya. Bahkan dibuat penegasan kalau bukan AHY wakil (presiden), itu koalisi perubahan tidak terjadi," ujar Ali.

Baca Juga: Segera Deklarasikan Dukungan, Demokrat Pasrah Kalau AHY Tak Dipilih Jadi Pendamping Anies Baswedan

Dengan demikian, terkait momen deklarasi Koalisi Perubahan, ia melempar hal tersebut kepada Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

"Artinya kalau dia seperti itu kita tidak bisa berdiskusi lagi. Artinya kalau itu jadi keputusan mutlak, ya itu namanya mengunci, padahal sejak awal kita tidak bicara itu," sambungnya.

Sementara itu, Ahmad Ali mengakui bahwa NasDem menyerahkan sepenuhnya keputusan soal cawapres kepada Anies Baswedan. Kendati demikian, ia mengakui bahwa partainya mempertimbangkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai cawapres.

"Jadi Ibu Khofifah menjadi salah satu figur yang orang perhitungkan pastilah. Sebagai Gubernur Jawa Timur pasti punya basis massa," ujar Ali kepada wartawan, Selasa (24/1/2023).

Baca Juga: Manuver Safari Bareng NasDem Bikin Oposisinya Kelonjotan, Reaksi Anies Baswedan: Terima Kasih!

Namun, Partai Nasdem disebutnya mendahulukan pembicaraan terkait kriteria yang tepat untuk mendampingi Anies. Bukan membicarakan sosok, yang hanya dipusatkan pada nama-nama tertentu saja.

"Kriteria kita bicarakan kalau kita sudah ada koalisi, sekarang ada banyak partai bicara tentang capres tentang Anies, tapi tidak pernah deklarasi. Bingung juga kita itu," ujar Ali.

Baca Juga: Perkuat Transaksi Non-Tunai, Bank DKI Dorong Digitalisasi Pasar

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Warta Ekonomi dengan Republika.