Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: BRI
Kab/Kota: Depok, Menteng
Tokoh Terkait
antara Penyalahgunaan Teknologi dan Masalah Literasi Digital Kita
iNews.id Jenis Media: Nasional
MENJELANG pengujung Oktober lalu, Fida menerima pesan lewat aplikasi WhatsApp (WA) di ponselnya. Pesan itu berasal dari nomor tak dikenal yang mengaku-ngaku sebagai petugas salah satu bank pelat merah di Tanah Air.
Isi pesan itu memintanya untuk mengklik tautan yang kemudian mengarahkannya ke laman website tertentu. Fida pun mengklik tautan tersebut. Setelah sampai ke laman yang dimaksud, dia diminta memasukkan password dan user name untuk mendapatkan OTP (one time password) alias kata sandi sekali pakai pada aplikasi perbankan yang baru saja dia gunakan sejak dua pekan sebelumnya.
Namun, OTP yang ditunggu-tunggu tak kunjung masuk ke ponselnya. Setelah lima menit, Fida baru menyadari telah menjadi korban penipuan.
“Waktu menerima pesan (dari si pelaku) itu, saya memang lagi sibuk. Karena bacanya sekilas, jadi percaya saja,” ujar pria yang berprofesi karyawan salah satu perusahaan swasta di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, itu kepada iNews.id, Kamis (19/1/2023).
Menurut Fida, akun aplikasi perbankannya sempat dibuka oleh si penipu. Karena itu, dia langsung mengganti kata sandi akunnya. Namun, si pelaku masih saja terus mencoba membobol akun tersebut. Fida kemudian menerima pemberitahuan lewat email atau surat elektronik bahwa akunnya telah diblokir karena sudah berkali-kali dimasukkan username dan password yang salah.
Oleh pihak bank, Fida akhirnya diminta untuk menghubungi customer service untuk memulihkan akunnya yang diblokir. “Untungnya, karena rekening saya itu masih baru, belum ada isinya,” tutur warga Depok, Jawa Barat, itu.
Lain lagi ceritanya dengan Dedi. Lelaki yang bekerja sebagai guru di sebuah sekolah menengah negeri di Payakumbuh, Sumatra Barat itu pernah beberapa kali menerima pesan lewat WA dari nomor asing yang mengatasnamakan petugas Bank BRI. Isi pesannya berupa pemberitahuan tentang perubahan tarif transfer ke bank lain, dari yang tadinya kena potongan Rp6.500 per transaksi menjadi Rp150.000 per bulan.
Si pengirim pesan juga meminta nasabah untuk melakukan “konfirmasi” dengan mengisi formulir yang menyatakan penolakan atau persetujuan atas kebijakan perubahan tarif tersebut di atas. Padahal, jika nasabah mengisi formulir itu, si pengirim pesan dapat mengakses atau membobol rekening nasabah.
Dalam beberapa bulan terakhir, Dedi sudah tiga kali mendapatkan pesan semacam itu dari nomor yang berbeda. Seolah-olah ingin meyakinkan calon korbannya, para pelaku bahkan menggunakan gambar logo Bank BRI sebagai foto profil WA mereka.
“Istri saya juga pernah mendapatkan pesan yang sama, padahal bukan nasabah BRI. Kalau saya sendiri memang nasabah BRI,” tutur ayah tiga anak itu.
Beruntung, Dedi sudah pernah mendapatkan informasi terkait modus penipuan sejenis dari berita di media. Dia pun mengabaikan pesan dari si pelaku.
“Saya tahu itu penipuan. Lagi pula, BRI juga sudah menyatakan info (potongan Rp150.000 per bulan) itu hoaks, jadi enggak pernah saya ladeni (si pengirim pesan),” katanya.
Sejak jauh hari sebelumnya, Bank BRI memang sudah berulang kali mewanti-wanti para nasabah untuk berhati-hati terhadap berbagai modus penipuan yang mengatasnamakan BRI. Corporate Secretary BRI, Aestika Oryza Gunarto, meminta para nasabah agar selalu waspada dengan tidak memberikan data pribadi maupun informasi lainnya melalui link dari sumber tidak resmi.
Hari ini, modus penipuan secara digital kian beragam. Karena itu, BRI pun mengimbau agar nasabah tidak sembarang menginstal aplikasi dari sumber yang tidak resmi dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Aestika mengingatkan, data atau informasi dapat dicuri oleh para penipu (fraudster) jika masyarakat menginstal aplikasi dari sumber tak resmi itu. BRI, kata dia, juga terus mendukung, berkoordinasi, dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menangani serta menangkap pelaku kejahatan soceng alias social engineering.
Editor : Ahmad Islamy Jamil
Follow Berita iNews di Google News
Bagikan Artikel:Sentimen: negatif (64%)