Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT Pertamina
Kab/Kota: bandung
Tokoh Terkait
Kebijakan Baru Penyaluran Gas 3 Kg Tak Boleh Buat Warga Bingung
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Penyaluran gas elpiji 3 kg yang berbasis data membuat warga senang sekaligus bingung. Senang karena itu menandakan penjualan gas 3 kg akan tepat sasaran untuk warga miskin. Namun, warga juga bingung apakah namanya terdata di data yang menjadi acuan, padahal merasa kurang mampu dan merupakan pelaku industri rumahan.
“Saya memang beli pakai KTP di penyalur dekat rumah, sudah lama seperti itu. Tapi, kalau pakai data baru itu, belum tahu euy saya masuk nggak ya? Mulai kapan ya berlakunya?” ucap Evi (45), warga yang berdomisili di kawasan Pungkur Kota Bandung.
Begitupun yang dikatakan Esther (37), warga Kabupaten Bandung. Sebagai pengguna gas 3 kg, ia pun merasa kebijakan itu baik asalkan memang mengutamakan kepentingan penduduk yang tidak mampu.
“Ada plusnya sih, ya, jadi semoga tidak ada lagi yang menyalahgunakan. Tetapi, kebijakan ini sulitnya dari ketersediaannya kali, ya? Bagaimana kalau butuh gas dalam keadaan mendesak seperti misalkan proses produksi di rumahan sedang berjalan? Sementara kalau ke penyalur besar dan nama kita tidak ada di data, ada prosedurnya dulu yang harus dilewati,” ujarnya.
Baca Juga: Rencana Pemerintah Larang Warung Jual Gas Elpiji 3 Kg, Warga Pelosok Bandung Barat Keberatan
Data yang dimaksud akan menjadi acuan penjualan gas elpiji 3 kg adalah Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE). Berdasarkan data itu, konsumen hanya perlu menyebutkan NIK untuk dicek keberadaan namanya di data tersebut.
Demi mengena ke sasaran, penggunaan data itu juga disetujui pengamat ekonomi Acuviarta Kartabi. Peredaran gas elpiji yang sering disebut gas melon itu tak boleh sampai digunakan kalangan mampu, sekaligus tak membuat warga bingung atau malah dirugikan.
“Tetapi datanya jangan dulu saklek, jadi harus sambil jalan. Saya tidak yakin bahwa data itu 100 persen sudah akurat sehingga selain data dipastikan sudah tepat, juga harus ada mekanisme lain di masa transisi. Jangan sampai jika diberlakukan, malah menimbulkan kegaduhan di masyarakat dan menimbulkan spekulasi. Nanti ujung-ujungnya harga gas malah menjadi lebih tinggi,” tutur akademisi dari Universitas Pasundan itu.
Penyalur hanya efektif di perkotaanBaca Juga: Kementerian BUMN Pastikan Skema Pembatasan Elpiji 3 Kilogram Dibuat Simpel
Menurut Acu, penghapusan penjualan elpiji di warung-warung kecil di dekat lingkungan warga hanya akan efektif di wilayah perkotaan. Di kota, distributor resmi mitra Pertamina sudah banyak. Lain halnya di daerah pedesaan, jumlahnya lebih sedikit.
“Jadi, penghapusan penjualan itu, saya kira, harus menjamin bahwa konsumen target tidak akan sulit mendapatkan gas elpiji 3 kg. Untuk itu, tidak hanya penghapusan warung-warung kecil, tetapi juga harus ada layanan antar gas karena saya yakin distribusi spasial pengecer resmi Pertamina dengan sebaran penduduk akan berbeda, sehingga efeknya ada sebagian masyarakat yang nanti akan repot jika penjualan di warung itu dihapuskan,” ucapnya.
Bagi warga yang ingin menjadi sub-penyalur pun, kata dia, syaratnya tak boleh terlalu berbelit. Pemerintah, dalam hal ini Pertamina, harus tetap memberi ruang warung-warung kecil untuk bermintra dengan pemerintah.
Keberadaan warung kecil itu bisa membuat masyarakat konsumen tidak kesulitan mendapatkan gas elpiji. Penjual dan konsumennya pun juga jelas sehingga bisa terlihat data dan informasi penyaluran serta harganya.
“Yang penting, memberi ruang kepada warung-warung kecil untuk terdata secara formal menjadi mitra Pertamina dan jelas ada jaminan bahwa harga di tingkat eceran tidak berbeda dengan HET. Jadi diberikan kemudahan bagi warung-warung untuk menjadi mitra Pertamina, terutama di wilayah yang jangkauan mitranya saat ini masih sangat minim, khususnya di pedesaan,” ujarnya lagi.***
Sentimen: positif (50%)