Sentimen
Negatif (79%)
19 Jan 2023 : 16.43
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Institusi: UII

Kab/Kota: Yogyakarta, Pontianak

Tokoh Terkait

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa Tabrak Putusan MK

19 Jan 2023 : 16.43 Views 3

Mediaindonesia.com Mediaindonesia.com Jenis Media: Nasional

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa Tabrak Putusan MK

PUSAT Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) menegaskan, periodisasi masa jabatan kepala desa pernah diajukan untuk diuji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam putusannya Nomor 42/PUU-XIX/2021 MK menegaskan pembatasan jabatan kepala desa sepanjang 6 tahun dengan paling banyak 3 kali masa jabatan merupakan aturan yang konstitusional.

Peneliti PSHK FH UII R Mazdan Maftukha Assyayuti SH MH dalam keterangannya di Yogyakarta, Rabu (18/1), mengemukakan bahwa pembatasan masa jabatan kepala desa tersebut merupakan perwujudan penyelenggaraan prinsip demokrasi sekaligus merupakan semangat pembatasan yang dikehendaki UUD 1945.

"Semangat demikian dapat dicontoh dengan adanya pembatasan masa jabatan dan periodesasi masa jabatan presiden dan wakil presiden," ujarnya.

Sehingga, katanya, penyimpangan atas prinsip pembatasan masa jabatan kepala desa merupakan penyimpangan terhadap amanat konstitusi.

Dikatakan, pengaturan mengenai masa jabatan kepala desa secara tegas telah diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Desa, yang intinya kepala desa dapat menjabat selama 6 tahun dan menjabat paling banyak 3 kali masa baik secara berturut-turut maupun tidak secara berturut-turut.

"Aturan tersebut berarti kepala desa dapat menjabat maksimal selama 18 tahun. Apabila diperpanjang menjadi 9 tahun, maka kepala desa di seluruh Indonesia akan dapat menjabat paling lama 27 tahun," katanya.

Pada Selasa (17/1) kemarin, Badan Legislasi dan beberapa fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui untuk melakukan revisi terhadap UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) berkaitan dengan permohonan perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun selama 3 periode menjadi 9 tahun selama 3 periode.

Lebih lanjut, Mazdan mengungkapkan periodesasi masa jabatan kepala desa sudah mengakomodasi kekhawatiran berkaitan dengan munculnya polarisasi akibat persaingan politik dan efektivitas pemerintahan desa.


Baca juga: Mahupiki dan Guru Besar Hukum Pidana Sosialisasi KUHP Baru di Pontianak


Hal ini terbukti pembatasan masa jabatan kepala desa selama 6 tahun dan paling banyak 3 kali atau 18 tahun tersebut sangat berbeda dengan aturan masa jabatan presiden, gubernur, maupun bupati/wali kota yang hanya dapat menjabat selama 5 tahun dan paling banyak 2 kali atau 10 tahun.

"Kekhawatiran polarisasi akibat persaingan politik di tingkat desa dan efektivitas pemerintahan desa sejatinya dapat dicegah dengan melakukan pendidikan politik, perbaikan kultur politik, dan pemenuhan asas-asas pemerintahan yang baik, bukan memperpanjang masa jabatan kepala desa," tegasnya.

Dia pun mengingatkan lamanya seseorang menduduki jabatan rentan berakibat pada munculnya penyimpangan. Ketika jabatan seseorang melebihi batas sewajarnya, tambahnya, tentu dikhawatirkan akan berpotensi dapat menyalahgunakan kedudukan dan wewenangnya.

Ia menambahkan adanya ujaran yang menyebut power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely. Apabila masa jabatan kepala desa selama 18 tahun masih kurang dan diperpanjang hingga 27 tahun, tegasnya, lama masa jabatan kepala desa menjadi hampir sama dengan masa kepemimpinan Presiden Soeharto selama 32 tahun yang di dalamnya banyak terjadi penyimpangan.

Bahkan, kata dia, aspirasi masyarakat desa justru akan benar-benar dinihilkan, sedangkan hasrat elite lokal untuk berkuasa justru memperoleh dukungan. Imbasnya, beragam akses politik, sosial, serta ekonomi dapat dikuasai oleh kepala desa beserta orang-orang yang dekat dengannya selama 27 tahun.

Terhadap beberapa catatan tersebut, PSHK FH UII  merekomendasikan pertama, kepada DPR dan Presiden agar menolak permohonan revisi UU Desa berkaitan dengan perpanjangan masa jabatan kepala desa.

Kedua, kepada Menteri Dalam Negeri agar melakukan pendidikan politik termasuk melalui partai politik, dan melakukan pengendalian evektivitas pemerintahan desa.

Ketiga, kepada Forkopimda kabupaten/kota agar dapat memaksimalkan fungsinya dalam menunjang bupati/wali kota dalam pembinaan, pengembangan, koordinasi dan penanganan konflik masyarakat di Desa khususnya berkaitan dengan polarisasi di Desa. (OL-16)

 

Sentimen: negatif (79%)