Sentimen
Positif (99%)
20 Sep 2022 : 21.51
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Brawijaya

Kab/Kota: Surabaya, Gunung, Jember, Malang, Banyuwangi, Pasuruan, Sumenep

Tokoh Terkait

Kadin Jatim Mendukung Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Perlindungan Anak

SuaraSurabaya.net SuaraSurabaya.net Jenis Media: News

20 Sep 2022 : 21.51
Kadin Jatim Mendukung Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Perlindungan Anak

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Jawa Timur memberikan dukungan penuh terhadap program Desa Wisata Agro Desa Wisata Industri Ramah Anak dan Berkebudayaan atau Dewa Dewi Rama Daya Alit Indonesia yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pemberdayaan masyarakat desa dan perlindungan anak.

“Salah satunya dengan memberikan pelatihan pendampingan UMKM dan kurasi produk kepada Tim Alit, sekaligus kita beri jaringan pasar, kita bantu untuk menyalurkan dan menjualkan produk yang dihasilkan oleh masyarakat desa termasuk pariwisatanya,” ujar Adik Dwi Putranto Ketua Umum Kadin Jatim di Surabaya, Selasa (20/9/2022).

Saat ini desa menjadi salah satu kantong kemiskinan yang masih tinggi di Jatim. Untuk itu, harus ada upaya nyata dalam menggali potensi desa, baik di sektor pariwisata ataupun produk Udaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada di desa serta mengembangkan proses pengolahan berbasis Sumber Daya Alam (SDA) desa.

“Melalui program ini kita bangun kemandirian masyarakat desa, kita gali dan kita bantu mengembangkannya agar produk yang mereka tanam ini memiliki nilai tambah lebih bagi masyarakat desa hingga akhirnya kesejahteraannya bisa terangkat. Tidak hanya itu, perlindungan terhadap anak juga bisa tercipta karena Alit ini kan fokusnya ke perlindungan anak dengan mendorong setiap desa memiliki Perdes Ramah Anak,” tambah pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya tersebut.

Dalam pelaksanaannya, Adik berharap pelatihan pendamping UMKM dan kurasi produk bisa dilaksanakan di tahun ini.

Yuliati Umrah Direktur Eksekutif Yayasan Arek Lintang (Alit) Indonesia mengungkapkan bahwa program Dewa Dewi Rama Daya adalah program Alit Indonesia bersama Kementerian Desa Pembangunam Desa Tertinggal (PDTT) dan Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Saat ini, ada 12 desa yang ada di 9 kabupaten kota di Jatim, Bali dan Flores yang menjadi proyek percontohan.

“Di Jatim ada di kabupaten Pasuruan, Sumenep, Jember, Banyuwangi dan Kota Surabaya sebagai pusat pemasaran, Kota Batu dan Kabupaten Malang. Di Bali ada di kabupaten Gianyar dan di Flores ada di Kabupaten Sika,” terang Yuli.

12 desa tersebut didorong dan diintervensi agar kelompok anak-anak diberdayakan secara ekonomi melalui “Permak Kultur Permanen Agriculture”. Yaitu sebuah pendekatan pertanian yang berbasis organik dan tumpangsari, dimana tanaman endemik dari desa akan dibiakkan secara organik dengan menggunakan metode tumpangsari yang diikuti oleh orang tua dan anak.

Sementara anak diberi intervensi melalui kelas merdeka belajar yang terdiri atas 5 materi utama. Pertama tentang keterampilan hidup yang berbasis kebudayaan, misal kegiatan keterampilan sederhana, literasi digital dan non digital. Kedua pengetahuan tentang sejarah, kebudayaan, simple science. Ke-empat pengembangan olah tubuh seperti kegiatan olahraga tradisional dan olah raga dasar seperti pencak silat.

“Juga kegiatan seni budaya, di mana kegiatan kebudayaan dan pertunjukan lokal terus didorong untuk dikenalkan kepada anak-anak yang mengikuti merdeka belajar. Selain itu di kelas merdeka belajar, anak-anak belajar tentang perlindungan anak, dimana semua wilayah destinasi wisata yang berisiko terjadi eksploitasi dan kekerasan terhadap anak-anak. Mereka belajar perlindungan diri apabila ada upaya orang dewasa melakukan penyerangan atau eksploitasi anak,” ungkap Yuli.

Sedangkan di kelas kebudayaan, remaja desa akan dilibatkan menjadi Duta Dewa Dewi di masing-masing desa. Di setiap desa memiliki 20 duta, dimana mereka akan mengeksplorasi unsur-unsur kebudayaan.

Unsur kebudayaan yang dimaksud meliputi, unsur wareg, yaitu bagaimana tatakelola sumberpangan, tata kelola pangan lokal dan teknologi berbasis kebudayaan. Semua hal tersebut menjadi tantangan yang moderen.

“Misal, dulu orang tua memanen singkong dan langsung dijual, maka sekarang anaknya mengolahnya menjadi mocaf yang gluted free yang memiliki harga jual yang tinggi dan kompetitif,” katanya.

Selain itu juga pemanfaatan tanamam liar yang tidak dipakai menjadi tanamam yang memiliki fungsi ekonomi tinggi, Misalnya gulma yang banyak ditemukan di lereng gunung, ini diapadukan dengan teknologi anak muda yang dikembangkan di kampus.

“Banyak sekali produk yang dihasilkan dari tanamam orang tua yang sudah dimodernisasi oleh anak-anak muda,” tegasnya.

Kendala utama dalam melaksanakan program tersebut adalah lebih pada mindset anak-anak desa yang mulai terkontaminasi budaya luar. Apalagi bicara kebudayaan kepada anak muda sangat sulit untuk dilakukan karena bicara kebudayaan selalu dianggap kuno.

“Awalnya sangat sulit dan banyak anak muda yang sudah menolak untuk beraktiftas di desa dan memilih hidup di kota dan bekerja di kota sehingga lahan lahan pertanian banyak terlantar dan dialih fungsikan sebagai pemukiman, pabrik, hotel itu yang sedang kita hadapi. Dengan program ini pelan-pelan anak muda menemukan aspek yang cukup baik dari tanah mereka yang bisa dikelola dan menghasilka produk agro bernilai ekonomis sangat tinggi,” katanya.(dfn/ipg)

Sentimen: positif (99.7%)